Apakah aku salah karena memendam rasa ini?
Jika Ya. Kenapa tidak kau caci aku dengan dahsyat tapi hanya sewaktu.
Tak perlu larut dalam amarah yang bekerpanjangan.~
Apakah karena rasa ini, kau berubah?
Jika Ya. Hukum aku dengan suatu peringatan.
Mungkin masih banyak jutaan solusi tanpa harus menghindar.~
Ketika anak Manusia memiliki rasa pada seseorang.
Entah rasa yang sekarang ada dihatiku, atau Rasa lain yang mereka anggap wajar.
Apapun jenis rasa itu, aku akan menganggapnya sebuah Cinta.~
Ketika anak Manusia jatuh cinta.
Yang merasakan cinta tidak hanya hatinya.
Tapi seluruh tubuh dan jiwanya.~
Dan pada akhirnya mampu mengusai diri.
Bahkan terkadang menghilangkan akal sehat.
Hati dan fikiran sungguh tak bisa terkendali.
Dan seperti itulah aku sekarang.•~•~•~•~
Aku masih duduk didepan meja belajarku. Kugoreskan semua perasaanku dalam sebuah kertas. Hanya itu yang dapat aku lakukan sekarang. Pada siapa aku bercerita. Aku hanya seorang diri, diluar sana, jarang yang faham dengan apa yang aku rasakan sekarang ini. Lagipula, sekarang aku benar-benar ingin sendirian, tanpa harus bicara, yang kulakukan hanya menjatuhkan air mata dan membiarkan apa yang kurasa terlukis dalam sebuah kata. Kubaca kembali kata-kata yang telah aku goreskan. Lalu aku menaruh pulen yang ada dijemariku. Aku kembali menghempaskan tubuhku dikasur. Tak peduli jika sekarang tengah ada yang mengintaiku, lalu beranggapan betapa 'melankolisnya' seorang Adam Alvaro sebagai lelaki. Aku benar-benar tak peduli.
Air mataku kembali menetes. Terdengar diluar pintu kamar Ibu berteriak memanggill namaku sambil mengetuk pintu. Entah untuk yang keberapa kalinya Ibu mengetuk pintu agar mau aku keluar dan menceritakan apa yang terjadi. Sepulang tadi, aku memilih untuk mengurung diri dikamar. Wajar jika Ibu khawatir dan cemas. Mungkin Ibu heran, apa yang sebenarnya telah terjadi hingga membuat wajah ini memar.
Suara Ibu sudah menghilang. Aku bernafas lega. Tak ada gunanya, lagipula aku belum siap keluar kamar dan bertemu dengan ibu dalam keadaan mata sembab seperti sekarang ini. Setelah hilang suara ibu, muncul suara baru yang masih terngiang dalam benaku. Suara dengan intonasi yang lebih tinggi. Juga terbayang bagaimana ekspresi wajahnya saat mengucapkan itu.
"Setan lo. Dasar homo sialan!"
Hatiku sakit. Amat sakit. Setiap kali ucapanya kembali terngiang. Bukan baru sekali ini dia berbicara yang membuat hati ini terluka. Tapi ucapanya kali ini benar-benar mencabik-cabik hatiku. Setelah mendengar ucapan itu. Muncul praduga baru dalam diriku.
Apakah Hema tau jika selama ini aku menyukainya?
Karena itulah, akhirnya dia berbicara seperti itu. Atau ucapanya tadi, hanya lambang kekesalan-nya atas apa yang sudah aku lakukan terhadapnya. Kekesalan lelaki pada umumnya, yang kaget mendapat kecupan dari seorang lelaki pula. Akupun tak mengerti, entah bagaimana tadinya sehingga aku sangat berani sekali sampai nekad mencium Hema. Apa karena itu Hema berkata itu? Menonjok wajahku dengan sangat keras? Memporak-porandakan hatiku! Ya. Tuhan. Kenapa hidupku dipenuhi tanda tanya tanpa memiliki jawaban. Kenapa harus aku yang bersusah payah mencari jawaban itu.
**
Pagi harinya, aku terlambat pergi kesekolah karena bangun kesiangan. Kulihat jam mini yang ada di meja disamping ranjangku. Pukul 07:15 Astaga. Entah jam berapa aku tidur semalam. Mungkin aku tidur cukup larut, atau mungkin karena tubuh ini merasakan lelah sehingga tidurku lelap. Sebenarnya, pagi inipun tubuhku masih terasa nyeuri yang luar biasa. Kalau saja tak ingat sebentar lagi ulangan semester, ingin rasanya aku izin tak pergi sekolah. Tapi pagi ini aku harus tetap berangkat ke sekolah.
![](https://img.wattpad.com/cover/104475496-288-k986327.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM DAN HEMA
RomanceDia kini berteman dengan petir, tapi bulan dan matahari masih ada dan menjadi saksi bahwa aku dan dirinya pernah sangat dekat. -Adam- Orang yang dianggapnya sahabat sejati, kini tlah berbeda. Tapi apakah alasanya kenapa ia berbeda. Adam terus memper...