Jungkook melempar kunci mobil ke sembarang tempat, menghempaskan tubuhnya di atas ranjang king size dalam ruang pribadinya. Diluar sedang hujan, udara sedang dingin dinginnya ditambah petir yang menyambar memekakkan telinga. Jungkook baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Berdebat dengan Jimin yang tiba-tiba tidak ingin diantar pulang benar-benar membuatnya frustasi.
Pemuda kecil itu memilih untuk menelepon taksi. Berkata kalau obrolan mereka sudah selesai hari itu. Jungkook tidak mengerti.
Tidak, tidak ada raut marah yang tergambar di wajah Jimin. Ia telah menolak dengan halus. Tapi Jungkook tetap merasa khawatir.Ponsel dalam kantong Jungkook tiba-tiba bergetar. Obsidiannya membulat ketika mendapati pesan masuk dari pemuda yang sedang ia pikirkan.
Nama Park Jimin terpampang di layar. Jungkook sempat berpikir sebelum membuka pesan itu. Tak terlalu siap dengan segala kemungkinan yang terjadi setelah ini. Karena yang dilakukan Jimin tadi terlalu ekstrim. Jungkook tidak siap jika harus tersakiti lagi.
Tapi akhirnya jari-jarinya bergerak di layar sentuh. Membuka pesan singkat itu dan membacanya dalam hati dengan degup jantung yang sukar dikontrol.
Sender: Park Jimin
21.36 p.mHalo, Jungkook.
Maaf karena tadi aku bersikeras pulang dengan taksi kurasa mungkin itu akan membuatmu khawatir. Tolong jangan tersinggung karena hal itu.
Aku hanya memulai apa yang telah aku putuskan.
Aku tahu kalau aku sangat payah karena tidak bisa memutuskan segalanya sendiri dan akhirnya menyeretmu untuk memberikanku solusi.
Terimakasih telah menjadi sahabatku dan memutuskan banyak hal untukku.Terimakasih telah memberi aku pelajaran tentang hidup dari sudut pandangmu.
Berkatmu, aku menyadari kalau hidupku memang untuk Taehyung.
Aku tidak pantas pergi ketempat lain, meski aku hampir memutuskan untuk benar-benar pergi dan memilih orang lain.Setelah ini aku akan mencoba menjadi seperti diriku yang dulu. Diriku yang diinginkan Taehyung.
Aku hanya ingin tetap berterimakasih padamu sebelum menghapus segala perubahan yang pernah terjadi dan membuangnya jauh-jauh.
Terimakasih Jeon Jungkook. Aku sangat senang pernah bertemu denganmu. Kau orang yang baik.
Selamat tinggal.
Tangan Jungkook bergetar, terasa begitu lemah hanya untuk sekedar bertahan memegang ponsel ditangan. Ia terisak, merasa begitu rapuh sehingga tidak mampu untuk menahan air mata yang entah sejak kapan memilih untuk meluncur di pipi. Ini bukan pertama kali Jungkook menangis. Tapi ini pertama kali baginya, untuk merasakan patah hati sedemikian hebat.
Park Jimin sudah dari awal bukan miliknya. Jungkook tahu betul jika ia tidak boleh jatuh cinta pada remaja itu. Ia seharusnya tidak jadi tolol begini dan menangis hanya karena kata-kata selamat tinggal dari Jimin.Jungkook telah mendapat teguran dari Hoseok, sahabatnya. Jauh sebelum ini. Merasa yakin kalau ia tidak akan pernah menyebrangi batas yang telah ditentukan, Jungkook merasa ia sudah terlalu sombong dan ia kini menyesalinya. Menyesal karena ia begitu bebal. Jika Jimin memilih Taehyung daripada orang lain seperti dirinya, itu adalah hal yang wajar. Tapi kenapa Jungkook tetap berani berharap?
"Kau bodoh Jeon Jungkook, kau bodoh karena menyukai Jimin."
Jungkook memeluk kaki, menggulung tubuhnya dibawah selimut. Mencari kehangatan disela perasaan yang remuk redam.
.
.
.
Seokjin mengakhiri rapat evaluasi mereka dengan helaan napas panjang. Membiarkan satu-persatu temannya keluar meninggalkan ruangan, mengode Namjoon untuk menunggu diluar ketika ia berdiri diujung pintu. Menunggu Seokjin seperti biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
EARTH [VminKook]
FanfictionSelama ini, Jimin menganggap jika dunianya tercipta untuk Taehyung. Ia mengabdikan diri untuk mencintai tunangannya yang sempurna. Namun siapa sangka, hari dimana ia menerima ajakan Jungkook untuk menari adalah permulaan atas perubahaan besar dalam...