Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam saat Jimin memarkirkan mobil di dalam garasi rumahnya. Pemuda bersurai merah muda itu belum sempat keluar dari mobil saat tiba-tiba seorang wanita tua-asisten rumah tangga keluarga Park- lari tergopoh-gopoh menghampiri dan berkata.
"Taehyung sedang menunggu di dalam."
Sontak Jimin langsung berlari ke dalam rumah, buru-buru menaiki tangga menuju kamar di lantai dua.
Jimin membuka pintu kamar. Mendapati seorang pemuda tengah duduk di atas kursi meja belajar. Kim Taehyung menoleh dan menyunggingkan senyum terbaiknya pada Jimin. Tubuh jangkung miliknya dibawa beranjak, memeluk pemuda yang langsung berlari kearahnya.
"Badanmu berkeringat, kau habis darimana?"
Suara berat Taehyung benar-benar membuat Jimin berada di mood terbaiknya. Lengan pemuda itu mengusap kepala kekasih yang kini menenggelamkan wajah di dada miliknya.
"Aku keluar." jawab Jimin dengan suara teredam. Kemudian ia mendongak. "Omong-omong kenapa kau ada disini Tae?"
"Maaf ya, aku lancang memasuki kamarmu."
Jimin cepat-cepat menggeleng. "Tentu saja bukan masalah. Maksudku, bukannya kau harus tetap berada di dorm sampai besok pagi? Inikan masih minggu malam."
Hanya dengan Taehyung Jimin bisa sangat cerewet seperti ini. Pipi gembil itu dicubit gemas, Taehyung mencium dahi kekasihnya.
"Pelatih kami sedang ada urusan keluar kota. Dia mengizinkan kami pulang hari ini. Jadi aku punya waktu untuk mengunjungimu."
Otomatis Jimin tersenyum lebar "Mau menginap?"
Kepala coklat menggeleng. "Besok subuh aku harus kembali. Ada sedikit urusan."
Senyum itu runtuh, Taehyung jadi merasa bersalah. "Maaf ya Jimin. Sebagai gantinya malam ini kita akan makan malam bersama."
Jimin terdiam, sorot kecewa tergambar di garis wajahnya yang bersih. "Tapi aku sudah makan Tae."
Taehyung tertawa kecil. Mengecup pucuk kepala yang lebih kecil "Tidak apa-apa kok. Kalau begitu kita akan dikamarmu saja sampai kau tertidur."
Dibalas anggukan. Jimin melepaskan pelukan "wait." Katanya sebelum ngeluyur ke kamar mandi. Pemuda mungil itu bersalin, mencuci badannya sebelum kembali ke dalam kamar dan memanjat ke kasurnya sendiri. Jimin menepuk sisi kosong disebelahnya. "Sini."
Menurut, Kim Taehyung duduk disebelah Jimin. Membiarkan pemuda itu menyenderkan kepala dan memeluk lengan berotot miliknya.
"Aku kangen denganmu." Jimin berbisik. Rona merah muncul di kedua pipi. Membuat Taehyung gemas dan tertawa lagi. "Berapa lama kau menungguku disini, Tae?"
Taehyung menunjukkan lima jarinya yang panjang pada Jimin.
"Jam 5? Kau menungguku selama dua jam?" suara Jimin tercekat. Merasa tidak enak karena telah membuat Taehyung menunggunya selama itu.
Tapi pemuda rupawan disebelahnya malah menggeleng. "5 jam, Jimin."
Mulut Jimin terbuka semakin lebar. "Kenapa tidak menghubungiku?"
"Aku melakukannya. Tapi sejak panggilan terakhirmu dan aku menelpon balik, kau tidak pernah mengangkat teleponku. Aku kira kau marah atau tertidur. Tapi saat kucoba lagi nomormu tidak aktif."
Jimin terperanjat. Tangannya bergerak mencari ponsel di kantong celana. Ketemu! tapi sayang layar benda itu berwarna hitam tanpa bisa dihidupkan.
"Ponselku kehabisan baterai. Ah sialan. Taehyung, maafkan aku."
"Bukan masalah besar." Taehyung menerawang. "Tidak biasanya kau jalan-jalan sendirian."
"Aku merasa bosan. Jadi aku pergi ke pantai pinggir kota."
Taehyung mangut-mangut. Sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut. Tapi diurungkan karena ia tidak mau Jimin terus merasa bersalah atas sesuatu yang bukan sepenuhnya kesalahannya. Jadi Taehyung menceritakan hal lain.
"Salah satu temanku tadi cidera. Kau ingat pemuda pendek yang kubilang sangat jago di klub kami?"
Jimin mengangguk. "Yang kau bilang orangnya keras kepala dan suka bicara sembarangan itu? Kalau tidak salah namanya Min Yoongi?"
Kedua orbs Taehyung melebar, merasa sedikit terkejut dengan jawaban kekasihnya. Tidak biasanya Jimin mengingat nama orang yang tidak dekat dengannya. Tapi kenapa sekarang ia ingat dengan baik?
"Yeah, benar." Sekali lagi Taehyung mengurungkan niat untuk bertanya. "Dia melakukan dunk dan jatuh. Mungkin kurang seimbang. Tapi ketika aku menegurnya agar lebih berhati-hati dia malah mengabaikanku."
"Kenapa tidak dikeluarkan saja? Untuk apa orang seperti itu di pertahankan dalam tim?"
Taehyung mengangkat bahu. "Dia akan berubah cepat atau lambat. Kami baru sebulan tinggal bersama. Melihat perkembangan kepribadian Yoongi dari pertama kami bertemu kurasa dia tak seburuk saat itu."
Jimin menghela nafas. "Kau terlalu baik, Tae."
"Semua orang memiliki kesempatan untuk berubah, Jimin" -dan apa yang membuatmu agak berbeda hari ini?
Taehyung berbicara dalam hati. Matanya terpaku kepada sosok yang mulai menyuarakan senandung kecil. Tidak biasanya. Tidak, ini sangat aneh. Sejak kapan Jimin mendengarkan musik? Manik Taehyung meredup khawatir. Mungkinkah sesuatu terjadi selama ia tidak bersama kekasihnya satu bulan ini?
"Jimin, apa yang kamu lakukan selama aku tidak bersamamu?"
"Setiap hari?"
"Hari ini saja, sayang."
Pemuda kecil terlihat berpikir. "Berjalan sendirian di pantai. Selebihnya aku dirumah menunggu kabar darimu."
Jimin mengatakan apa yang terlintas dikepalanya. Merasa sedikit tidak enak kalau harus mengatakan ia baru bertemu laki-laki lain sementara Taehyung menunggu di kamar selama 5 jam lamanya.
"Jimin...."
Suara Taehyung sedikit memelan. Mengundang atensi dari pemuda kecil yang menyamankan tubuh di pelukannya.
"Ya?"
Sempat ragu-ragu, Taehyung meremas bahu sempit kekasihnya dengan sebelah tangan. Menatap Jimin tepat dimatanya. Ia tak yakin harus mengatakan apa yang begitu mengganggunya sebulan sejak mereka terpisah. Terlebih hari ini. Tapi jika tidak dikatakan, Taehyung dan Jimin sudah berjanji untuk berbagi segalanya. Tidak ada rahasia diantara mereka. Dan Taehyung tidak mau tersiksa oleh perasaan khawatir yang berlebihan.
"Aku sangat takut."
Jimin tidak mengerti. "Takut apa Tae?"
"Takut kalau kau... Pergi meninggalkan aku karena orang lain."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
EARTH [VminKook]
FanfictionSelama ini, Jimin menganggap jika dunianya tercipta untuk Taehyung. Ia mengabdikan diri untuk mencintai tunangannya yang sempurna. Namun siapa sangka, hari dimana ia menerima ajakan Jungkook untuk menari adalah permulaan atas perubahaan besar dalam...