하나

3.4K 528 150
                                    

Denting piano terdengar memenuhi ruangan. Seiring dengan itu, langkah-langkah kecil mendekat, suaranya hampir teredam.



"Seonho?"



Lelaki manis itu menghentikan jarinya untuk menekan tuts piano setelah sebuah suara berat memanggilnya, suara yang tidak asing.



"Ya, Kak Minhyun?"



Yang dipanggil Kak Minhyun itu tersenyum, berjalan lebih dekat, "ayo, pulang."



"Nanti, Kak. Kak Guanlin belum selesai main basket."



"Kamu bisa nggak, sih, berhenti mikirin Guanlin?" Minhyun menghela nafas, "aku ada di sini buat kamu terus, tapi, kamu malah nggak ada bosan perhatian sama Guanlin."



Pemain piano itu, Yoo Seonho, seorang siswa tingkat pertama SMA. Ia menyukai Lai Guanlin, lelaki berdarah Taiwan yang berada satu tingkat di atasnya, murid pindahan. Sedangkan yang saat ini bersamanya adalah Hwang Minhyun, murid tahun akhir yang selalu ada di sampingnya. Bukan, Minhyun bukan hanya menginginkan persahabatan, ia ingin lebih. Namun, apa daya, Seonho tidak pernah berhenti memperjuangkan Guanlin, meski hanya dalam diam.



"...ya sudah, kakak tunggu di halte, sampai kamu selesai nunggu."



"Nggak usah, Kak, Seonho berani pulang sendiri kok."



"Kamu nolak lagi, kakak nggak suka," kata Minhyun final, setelahnya, langkah kaki Minhyun kembali menjauh.








Sepuluh menit setelah Minhyun berlalu, Seonho mengecek kembali jam yang bergantung di tangannya untuk ketiga kalinya. Sudah pukul 17.13, tinggal beberapa menit sebelum Guanlin selesai.



"Haha, iya deh, Sam, permainan kamu bagus!"



Jantung Seonho semakin kencang berdetak, ia tidak ragu lagi, itu suara Guanlin. Dengan sedikit bersembunyi di balik piano, ia memakai kacamata yang sebelumnya tersimpan di saku, menajamkan penglihatan. Ada satu hal yang menjadi alasan Seonho selalu menunggu Guanlin di ruang musik, hal itu yang kini ia rasakan, Guanlin tertangkap netranya, lewat di depan ruang musik sebelum sampai ke kelasnya untuk mengambil tas.



"Ah, tampan," Seonho tidak berhenti tersenyum sembari mengemasi buku musiknya, hendak keluar. Yah, meski hanya bisa melihat Guanlin seperti itu, rasanya semua lelah Seonho hari ini hilang. Terlebih, hari ini, dengan jersey hitam yang terlihat basah itu, Guanlin tidak berhenti tersenyum.

Cigarette +guanhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang