2.2K 428 185
                                    

Langit yang semakin gelap bukan menjadi halangan bagi Guanlin untuk terus menikmati aroma nikotin yang seakan menjadi candu bagi dirinya. Namun, pikirannya kalut, lelaki kurus sore tadi terus ada di pikirannya, tidak ingin pergi barang sebentar. Mungkin perasaan kesal? Ia sendiri tidak tahu persis bagaimana perasaan hatinya.


"Ngalamun aja, Lin," Woojin menghadiahi sebuah tepukan di pundaknya, "lihat, tuh, rokokmu udah mau habis."


Guanlin tersenyum kecut, "cowok di sekolah tadi, kamu kenal nggak?"


"Yang mergokin kita tadi?" Woojin mengerutkan kening, "kalau tadi aku denger, sih, namanya Seonho. Kayaknya masih kelas sepuluh."


"Kenapa, Lin, suka?" Hyunbin bergabung, memberikan sebungkus rokok utuh pada Guanlin.


"Hati-hati kalau ngomong, Kak!" dari jauh Samuel berteriak, "Jihoon galak kalau ngamuk!"


"Tahu, nih, Kak Hyunbin. Lagian nggak mungkin Guanlin suka yang kerempeng begitu. Kalah ditandingin sama Jihoon!"


"Jangan ngomong aneh-aneh, deh."


"Yah, Guanlin ngambek," Woojin mematikkan api untuk rokoknya, "kamu takut Seonho ngaduin ke sekolah?"


"Nggak juga," Guanlin menenggak colanya, "cuma kesel, siapa dia sampai bawa-bawa kakak kelas?"


"Oh, Minhyun?" Dongho membuka suara, "setahuku, sih, Minhyun udah deket sama Seonho sejak tahun ajaran baru. Dia dulu ketua OSIS, mungkin aja kenalan waktu MOS."


"Mungkin aja Kak Minhyun suka, si Seonho juga manis gitu," Jinyoung berkomentar, "kalau aja dia nggak rese, udah aku ajak kenalan."


"Jihoon berpaling sama Guanlin, terus kamu mau ngincar degem?"


"Udah, deh, jangan ingetin masa lalu."


"Kalau emang anak itu ngaduin ke sekolah, bisa-bisa bakal ada sidak tiap hari," Daniel berpikir, "jailin aja itu Seonho, biar nggak macam-macam!"


"Jailin gimana? Ditegasin dikit aja udah mewek."


"Baik-baikin aja dulu, Lin, nanti kalau udah di atas, jatuhin yang kenceng sampai jurang!"


Tawa menyeruak setelah ide dari Hyunbin itu keluar. Meskipun semua sepakat jika ide itu gila, tidak ada yang menolak.


"Kita bergantung sama kamu, Lin."


"Kok aku, sih?" Guanlin menghembuskan nafas jengah, "nggak, aku nggak mau berurusan sama dia. Kalian baik-baikin aja, sana. Aku nggak."


"Tapi, di antara kita semua yang mukanya paling cocok jadi cowok baik-baik ya cuma kamu," Samuel menjawab, "lagian kamu ganteng, siapa tahu Seonho baper!"













-Cigarette-











Seonho mengoleskan obat merah di telapak tangannya yang lecet. Rasa perih ia tahan sejak sore tadi ketika ia dibawa paksa dan dijatuhkan ke tanah oleh kakak-kakak kelasnya. Namun, perih itu bahkan tidak seperih perasaan hatinya kini, mengingat perlakuan Guanlin yang benar-benar tidak ia ketahui sebelumnya.


"Ho, bisa obatin sendiri, nggak?"


Seonho tersenyum pada lelaki manis yang kini duduk di sebelahnya.


"Bisa, Kak," Seonho menutup kembali obat merahnya, "Kak Hyungseob kok tahu, sih, kalau aku lagi kaya gini?"


"Kak Minhyun yang kasih tahu, biar kakak ke sini temenin kamu," Hyungseob membereskan kotak P3K milik Seonho, "jangan deket-deket sama mereka lagi, deh. Kakak aja nyesel pernah naksir Woojin."


"Tapi, Kak Guanlin.." suara Seonho melemah, "aku udah suka sejak lama, kakak tahu, kan?"


"Iya, Ho, tapi kamu juga harus ingat kata-kata kakak, Guanlin udah resmi sama Jihoon, teman sekelas kakak yang pernah ketemu kamu itu."


"Iya," Seonho tersenyum, "tapi, kejadian dua tahun lalu beneran nggak bisa aku lupain, Kak."


"Move on, Seonho," Hyungseob menatap Seonho lembut, "itu cuma sekedar Guanlin-nyelamatin-kamu-waktu-kamu-hampir-ketabrak, nggak lebih. Guanlin pun udah lupa, kan?"


"Aku bakal bertahan jadi pengagum nomor satunya Kak Guanlin," Seonho lagi-lagi tersenyum tegar, "apapun yang terjadi, sekeras apapun perlakuan Kak Guanlin, sebandelnya dia, aku bakal coba ngerubah itu. Tapi, kalau Kak Jihoon yang berhasil duluan, aku mundur."












-Cigarette-












Pagi kembali menyapa, dengan cerah seperti biasa. Langkah kaki Seonho terus membawa sang empunya memasuki gerbang sekolah setelahnya dari halte bus tak jauh dari sana. Masih tergolong pagi, hanya ada beberapa sepeda dan motor yang terparkir. Namun, satu yang menjadi perhatian utama Seonho, motor Guanlin.


"Ada apa Kak Guanlin berangkat sepagi ini?"


"Pagi."


Deg


Seonho menoleh, matanya membulat imut, kaget. Di hadapannya kini ada Guanlin, dengan senyum tipis yang jarang sekali terlihat.


"Pa-pagi.. permisi," Seonho segera berlari menjauh. Namun, baru beberapa langkah, tangannya dengan sigap digenggam oleh Guanlin.


"Kenapa buru-buru? Ini masih pagi."


"Anu.. piket."


Guanlin tersenyum lagi. Mungkin kini lelaki itu dapat melihat semburat merah pada pipi Seonho.


"Nanti aja, aku mau ngomong dulu."


Debaran pada dada Seonho semakin kencang terasa, "ya, Kak."


"Maafin kakak, ya?" Guanlin mengusap surai Seonho, "kakak nggak mau marah, kok, cuma karena menyangkut anak-anak yang lain, kakak jadi emosi, takut kalau-kalau mereka yang kena gara-gara rokok kakak kemarin."


"Ah.." Seonho menjawab sekenanya, meski di dalam hatinya masih terselip rasa kecewa, "Seonho maafin, kok. Mungkin karena kak Guanlin deket banget sama kakak-kakak yang lain, jadinya begitu.."


"Iya, kamu ngerti banget."


Seonho tersenyum, "ya udah, aku ke kelas ya, Kak?"


"Eh, tunggu," Guanlin menghentikan langkah kaki Seonho kembali, "nanti sore mau kak Guanlin antar pulang?"

Cigarette +guanhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang