다섯

1.6K 358 121
                                    

Deru motor yang mendekat membuat Minhyun mendongak. Helm yang sedari tadi setia di kepalanya ia lepas. Menyibak rambutnya sedikit dan barulah memandangi dua lelaki yang baru saja datang.


"Kak Minhyun!" Seonho tersenyum lebar, bahkan sebelum turun dari motor.


"Makasih ya, Kak Guanlin," baru setelah kembali berucap, Seonho turun, melepas helmnya, dan memberikannya pada Guanlin di belakang kemudi.


"Hm, hati-hati juga lain kali. Jalannya lewat pinggir aja biar nggak ketabrak," Guanlin merespon, datar.


Seonho memerah, "Ya, Kak."


"Seonho, kamu gimana? Bisa jalan, kan?" Minhyun mendekat, menciptakan tatapan tidak suka dari Guanlin.


"Bisa, cuma luka sedikit. Nih," Seonho memerlihatkan lututnya, "Kak Minhyun dari tadi di sini aja? Nggak panas?"


"Tadinya, sih, panas," Minhyun mengacak rambut Seonho, "tapi, sekarang udah adem liat senyum kamu."


"Udah?"


Seonho dan Minhyun serentak memandang Guanlin yang kini terlihat jengah, bersiap untuk kembali pulang.


"Makasih udah nganter Seonho."


Guanlin hanya merespon dengan dehaman kecil, kemudian justru menatap Seonho lekat.


"Besok pulang sekolah ada waktu?"


"Ha?" Seonho melongo, "aku, Kak?"


"Iya, Seonho. Yoo Seonho."


Sialnya, Seonho memerah kembali. Benar, Guanlin itu misterius. Sedikit cuek, sedikit lagi perhatian.


"Sepulang sekolah aku piket dulu, Kak, jadi agak--"


"Besok aku tunggu di parkiran. Kita pergi."


"Jangan asal, dong," Minhyun kini yang dengan cepat merespon, sebelum Seonho mengiyakan, "mau kamu apain lagi dia? Mau kamu undang teman-temanmu buat mojokin dia lagi?"


"Peduli kakak apa?" Guanlin berkata enteng, "pacarnya Seonho, emang?"


Skak mat. Minhyun bukan siapa-siapa.


"Udah-udah," Seonho melerai, "iya, Kak, besok Seonho sempatin."


"Tapi, Ho.."


"Nggak apa-apa, Kak Minhyun."


"Seonho bakal pulang sebelum jam tujuh. Aku cuma mau ngajak nonton sama makan."


"Aku nggak bakal tinggal diam kalau kejadian kemarin terulang lagi," Minhyun menggandeng Seonho, "sekarang, aku memang bukan siapa-siapa. Tapi, kalau dia nangis lagi, habis kamu."















-Cigarette-














"Tante~"


Jihoon terus melangkah memasuki rumah Guanlin tanpa memencet bel. Suasana rumah sepi, bahkan Woochan pun tidak terlihat.


"Tante~ ada Jihoon, nih!"


Terlihat dengan jelas ibu Guanlin datang tergopoh sembari melepas apron yang menutupi bajunya.


"Ya, seben-- ah, Jihoon," ibu Guanlin tersenyum tipis ketika melihat Jihoon, "lain kali pencet bel ya, Nak, jangan dibiasakan begitu."


"Habisnya udah kebiasaan, sih, berasa rumah sendiri," Jihoon cengengesan, "Guanlin mana, Tante?"


"Tadi nganterin Seonho pulang."


"Seonho?"


"Iya, adik kelasmu, kan?" ibu Guanlin bertanya lembut, "Seonho jatuh gara-gara Woochan, jadi Guanlin antar pulang."


"Ih, nggak suka!" Jihoon kesal, "kenapa juga Guanlin mau?"


"Kok Jihoon kaya gitu? Nggak apa-apa, dong, Seonho juga teman kalian."


"Nggak, ah, nggak mau temenan sama Seonho. Nggak level."


"Ma, Guanlin pulang," Guanlin datang dan melepas jaketnya, "eh, Sayang."


"Bagus, deh, kamu udah pulang," ibu Guanlin bersiap kembali ke dapur, "kasih tahu Jihoon coba, Nak."


"Kasih tahu apa, sih?" Guanlin bertanya ketika ibunya sudah benar-benar menghilang dari pandangan.


"Kata tante kamu habis ngantar pulang Seonho, ya?"


"Iya, habisnya mama yang nyuruh."


"Kok tante gitu, sih? Padahal udah tahu aku pacar kamu."


"Mama nyuruh, kan, karena Seonho adik kelasku. Nggak ada alasan-alasan perjodohan kaya di drama, kok," Guanlin mengusap rambut Jihoon, "lagian kamu harus mulai terbiasa dari sekarang. Besok pulang sekolah aku mau jalan sama Seonho, langkah awal rencana yang Kak Daniel jelasin."


"Sayang.." Jihoon cemberut, "kita jalan berdua aja jarang, loh."


"Gapapa, ya? Besok aku bakal ajak jalan kamu kemana pun. Kita bikin Seonho jatuh."












-Cigarette-












Hari ini hari Jumat, tidak terasa sudah akhir pekan. Besok libur memang, tapi Seonho justru terasa menanggung beban berat, terlebih siang nanti ia akan pergi berdua dengan Guanlin, idamannya.


"Seonho, kalau bulgoginya nggak dimakan, aku makan, loh!" Hyungseob membuyarkan lamunan Seonho, "kamu kenapa, sih, biasanya semangat kalau kantin ada bulgogi."


"Nanti aku harus ngomong apa sama Kak Guanlin?"


"Ya ampun, Ho, masih mikirin itu?" Hyungseob meletakkan sumpitnya, "jalani aja, anggap dia sama kaya aku, ngobrol santai kaya gini."


"Susah, lah, Kak," Seonho frustasi, "sedikit-sedikit pipiku merah. Malu.."


"Hei, kamu itu manis, apalagi kalau merah gitu," Hyungseob mencubit pipi Seonho, "jangan minder, siapa tahu Guanlin nyangkut di kamu."


"Jangan gitu, ah. Mana bisa, jelas-jelas ada Kak Jihoon."


"Hm, iya juga," Hyungseob mengambil sumpitnya kembali, "jangan sampai kamu berurusan sama Jihoon, kaya aku dulu."

Cigarette +guanhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang