BID 11 : It's All About Brothership

1.5K 283 60
                                    

Firland menggeleng. "Dari dulu juga aku nggak pernah jadi pengedar, Fo. Aku dijebak."

"Ya ngomong dong! Jangan diam aja!"

"Nggak guna. Aku udah pernah keciduk polisi, dipenjara beberapa bulan, aku bisa bebas juga karena ayah ngeluarin banyak uang buat ngerusak birokrasi negara. Bagi mereka, orang kayak aku namanya udah nggak pernah bisa baik lagi, Fo. Selama temen aku, si pengedar asli itu nggak ngasih klarifikasi. Aku bakalan tetep gini-gini aja."

"Kamu kejar dia dong, Firland! Errwhhh, jadi pengen ngajak smackdown!"

Firland ketawa pelan lagi. Lalu jalan ke pinggir telaga, melihat titik terjauh di seberang sana. "Percuma. Jaman sekarang, kalau kita nggak punya kekuatan, orang selamanya akan nyari amannya sendiri. Termasuk dia. Kalaupun aku bisa ngejar dia, itu juga nggak menjamin orang bakal ngubah pandangan mereka buat aku. Mau coba? Coba aja nyopet di bus Bogor-Sukabumi. Terus masuk penjara 2 bulan, tapi label pencopet bakalan ngikutin nama kamu sampe 2 abad. Percaya deh."

Kepala Foa menunduk. Mendadak, dia benci sama orang-orang yang punya pikiran semacam itu. Ini jaman modern, kan? Masa iya, anak semuda dan sebaik Firland harus hidup sebagai korban orang-orang berotak sempit?

"But still, you have to fight, Fir. Jangan biarin pemikiran mereka berkembang terus. Kamu diem, bagi mereka kamu mengiyakan stigma itu."

Mata Firland mendadak berkaca-kaca.

Foa itu siapa? Cuma orang yang belum lama dia kenal. Baru sekitar dua mingguan. Tapi cara berpikir dan perlakuannya, lebih dari saudara yang dia kenal selama hidup.

Egha, adik kembarnya, bahkan nggak kayak Foa.

Egha diam saat dia dimaki-maki orang. Sementara Foa, malah balas memaki-maki orang itu.

Hati Firland melambung tinggi. Diangkat sama sikap Foa yang tulus dan apa adanya.

Tapi bagaimana ... kalau akhirnya Foa tau bahwa dia itu ....

"Aku benci dengerin mereka ngomongin kamu dari belakang!" Foa maju, meraih pundak Firland dan mendorongnya ke samping. Persis kayak orang ngajakin ribut.

"Tapi aku benci kalau kamu jadi senakal itu gara-gara aku, Fo." Firland balas dorong Foa. Persis kayak orang yang nerima ditantangin duel.

Foa diam lagi.

"Walaupun aku kayak gini, Fo. Seenggaknya aku nggak bikin kamu berubah jadi buruk. Karena, kalau kamu jadi buruk gara-gara kenal aku, yang dosa dan yang bersalah itu siapa kalau bukan aku?"

Foa tambah diam. Lagi-lagi, Firland bikin dia ngerasa kecil banget.

Ibaratnya, Firland itu gunung, Foa cuma tumpukan semen di belakang rumah. Nggak ada apa-apanya.

"Fir, nggak salah kan kalau aku nakalnya gara-gara mau ngebelain kamu? Aku ... cuma pengen kamu tahu kalau kamu itu nggak sendirian. Aku ... ngerasa beda sejak kenal sama kamu. Kemarin-kemarin, aku ngerasa kalau kamu itu udah kayak teman lama aku. Tapi begitu tahu kamu lebih tua dua tahun dari aku, aku pengen banget ... manggil kamu kakak."

Foa menunduk, menghela napas.

"Dan juga pengen nganggep kamu kayak kakak aku sendiri. You're like a brother for me. Can I?"

Mata Firland panas lagi.

Egha ... harusnya Egha juga merasakan hal semacam itu. Sama kayak Foa. Tapi, kenapa Egha nggak bisa setulus Foa.

Lalu, kenapa Foa ... bisa dengan gampangnya bilang kalau orang yang dikucilkan kayak Firland pantas buat dijadikan sahabat ... bahkan kakak?

"You know, Fir ... I'm all alone. Aku anak satu-satunya. Dan ... teman-teman aku di Bali, nggak pernah bisa ngasih pengaruh apa-apa kecuali seneng-seneng dan nikmatin hidup. But you ... from the first time that we met, dan beberapa kali pertemuan kita yang kemarin, udah bisa bikin aku nyesel kenapa selama ini aku nggak punya pikiran kayak yang kamu bilang."

BROTHER IN DRIZZLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang