BID 19 : Foa Is a Hero For Firland

1.6K 260 73
                                    

Rumah Bu Nyai itu sederhana banget.

Ruang tamunya nggak besar. Cuma ada satu set sofa dan nakas di pojok ruangan.

Foa celingukan ke arah dalam. Sepertinya, rumahnya cuma punya dua kamar tidur. Juga ruang TV yang cuma dipisah pakai tirai dari ruang tamu.

Firland mencubit pinggang Foa. Ngasih kode supaya nggak jelalatan kayak gitu. Nggak sopan katanya. Bertamu tapi gelagatnya kayak mau ngerampok.

Foa merengut, terus duduk di samping Firland dengan kesal. "Aku sebel banget ya sama kamu. Ternyata kamu nggak jujur orangnya."

"Nggak jujur gimana?" Firland menautkan kening.

"Ternyata kamu udah tahu tempat ini sampai udah seintens itu sama Bu Nyai. Kamu nggak tahu sih jantung aku butuh perjuangan besar setiap dateng ke tempat angker kayak gini."

Firland nyengir kuda. Merasa nggak enak juga udah nggak jujur sama Foa dari awal.

"Kamu sendiri yang bilang kalau kita harus jujur. Kamunya nggak. Aku kecewa, Firland. Aku kecewa!" Foa membuang muka sambil melipat tangan di depan dada. Tapi dia balik lagi menatap Firland karena melihat sosok hantu lainnya di depan rumah.

Badan Foa merosot, bertumpu ke sofa sepenuhnya. Kepalanya belok ke bahu Firland. Bersandar di sana seenak jidat. Firland yang nggak enak hati cuma bisa senyum sambil menepuk sekilas kepala Foa.

Firland mendesah. Dibohongi segitu saja Foa kecewa berat. Apalagi kalau dibohongi hal yang lain. Firland nggak bisa ngebayangin reaksi Foa.

Nggak lama kemudian, Bu Nyai keluar dari dalam bersama anaknya perempuannya. Si teteh membawa nampan, berisi tiga cangkir teh dan sepiring gemblong manis.

Mata Foa membulat bahagia. Itu gemblong kesukaan Flora! Yang bikin Flora gendut, tapi rasanya memang enak. Kenyal karena dibikin dari ketan berlapis gula merah.

"Boleh dimakan nggak, Bu Nyai?" tunjuk Foa ke arah piring itu.

Teh Rini dan Bu Nyai terkekeh geli. "Iya atuh, sok mangga dimakan."

Foa menoleh ke arah Firland sambil nyengir. Mirip anak yang lagi minta persetujuan ke bapaknya buat melakukan sesuatu. "Apaan, sih? Mau makan, makan aja lagi, Fo."

"Hehe." Foa bergerak, menjulurkan tangannya dan mengambil satu gemblong, memakannya sekaligus sampai mulutnya penuh.

"Firland, jadi tinggal di mana sekarang?" Bu Nyai menumpukan perhatian ke arah Firland lagi.

"Masih di rumah Om Rizal, Bu. Terpaksa, belum dijemput sama ayah soalnya."

"Kenapa mesti nunggu dijemput sih, Fir? Kan, kamu bisa pulang sendiri. Jakarta deket, kan?" Foa nimbrung, sambil mengambil satu gemblong lagi.

Teh Rini mengangguk. Setuju dengan omongan Foa. "Iya, Dek. Kan, kamu bisa pulang aja sendiri. Itu, kan rumah kamu juga. Kamu berhak pulang."

Senyum kecil Firland merebak. Lalu dia menggeleng pelan. "Kalau kedatangan kita nggak diharapkan sama penghuni rumah yang lain, pulang jadi nggak ada artinya, Teh."

Suasana mendadak hening. Cuma ada suara kunyahan gemblong dari mulut Foa yang terdengar. Teh Rini dan Bu Nyai membuang muka. Menyimpan kesedihannya.

Foa celingukan.

Dia benci suasana yang awkward kayak gitu. Udah kayak lagi ngelamar anak orang yang bapaknya tukang begal aja. Ngeri hawanya.

"Ehm. Ehm. Jadi gini, aku nggak suka dikacangin." Foa masih celingukan. Merebut perhatian ketiga orang yang tiba-tiba mellow itu.

Firland terkesiap. Begitu juga dengan Bu Nyai dan Teh Rini.

BROTHER IN DRIZZLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang