BID 12 : Between God and Seblak

1.4K 270 23
                                    

"Ini namanya apa?" tunjuk Foa ke arah makanan lembek yang ada di bungkusan styroform kecil di depannya.

Riki dan Fathan senyum. Dua cowok itu sekarang nempelin Foa ke mana-mana. Sudah nggak sirik lagi, malah gara-gara nempelin Foa mereka jadi kebawa keren dan semakin beken. Tahu gitu dari kemarin-kemarin aja mereka sohiban, nggak perlu sirik. Memang benar kata orang, nyesel itu datangnya belakangan. Kalau datangnya duluan, itu namanya tukang jaga sekolah.

Riki dan Fathan bahkan sekarang sudah nggak dikawal lagi sama punggawa-punggawanya. Teman-temannya yang kemarin juga senang, karena gara-gara Foa, mereka bebas dari ikatan persahabatan bohongan sama Fathan. Mereka selama ini terpaksa nempelin Fathan, karena takut. Daripada di-bully mending jadi pengawal raja pem-bully.

Tapi syukurlah, di balik rusaknya sepeda Foa, semuanya membawa berkah. Jadi pada punya jalan masing-masing. Punya hidup yang mereka mau masing-masing.

"Iyuuwh. Kayak muntahan apa gitu, ya." Foa bergidik. Urung makan jajanan yang baru dibeli sama Riki di kantin.

"Fo, yang bener aja? Kamu kan udah hampir sebulan di sini, masa nggak tahu ini apa?" Riki menunjuk makanan itu.

"Beneran aku nggak tahu. Nggak jelas gitu sih bentuknya, ya? Yakin ini bisa dimakan?"

Fathan terkekeh. Foa sadis banget. Makanan dihina-hina sampe dibilang mirip muntahan segala. Kalau orang Sunda pada dengar, pada marah nih pasti sama Foa. Jajanan kebanggaan mereka diejek segitunya.

"Fo, ini namanya seblak."

Foa menoleh. "Whuuttt? Apa tadi? Seb apa?"

"Seblak!" seru Riki dan Fathan bareng-bareng. "Cobain deh, ini enak tahu."

"Namanya susah banget. Pas ditelen ikut susah juga nggak nih?"

"Nggak, Foa. Ini enak."

"Serius loh, ya. Awas kalau nggak. Aku makan nih." Foa menunduk. Mengendus-endus seblak itu.

"Fia ... eh Foa, kata Rasulullah, nggak boleh mengendus-endus makanan." Tatiana ikut nimbrung. Sementara itu Foa menoleh ke samping di mana Tatiana baru duduk.

"Iya, ya? Nggak boleh, ya?"

"Iya, dan nggak boleh menghina makanan. Malahan, kita tuh disunahkan buat memuji makanan. Tadi kamu malah menghina seblak ini kayak muntahan, kan?"

Foa menggaruk tengkuk sementara Riki nabok tangan Tatiana sambil menegur, "Udah Tatiana, nggak usah dibahas. Lagian kan, agama kita beda sama agama Foa. Kalau kamu salah ngomong, nanti malah jadi konflik antar agama di antara kita gimana?"

Tatiana merengut. Tangan yang ditabok Riki jadi merah. Sementara itu Foa balik nabok tangan Riki, dengan lebih keras malah. "Riki, Firland bilang kalau cowok udah nyakitin cewek, namanya bukan cowok lagi. Tapi, ayam nggak pake bulu! Kamu minta maaf lah sama Tatiana. Lagian dia nggak salah kenapa kamu tabok segala."

"Tapi, Fo. Kamu nggak tersinggung gara-gara Tatiana bawa-bawa nabi kita?"

Foa malah ketawa. "Ngapain tersinggung? Denger ya, Riki, Fathan, Tatiana, we are all different. Sorry, maksud aku, kita emang beda. Tuhan kita lain-lain. Tapi, aku dan keluargaku itu punya toleransi tinggi kok. Kita selama ini tinggal di Bali, lingkungan kita macem-macem dan kita hidup rukun walau Tuhan kita beda-beda. Jadi, nggak apa kalau kalian mau bahas agama kalian di depan aku. Aku malah seneng. Jadi nambah pengetahuan dan bikin aku lebih ngertiin temen-temen muslim aku."

Riki, Fathan dan Tatiana melongo dengarnya. Biasanya, yang keluar dari mulut Foa itu semacam omongan busuk. Nggak ada faedah-faedahnya. Tapi siang, ini, tumbenan dia benar. Pakai bawa-bawa toleransi. Riki yang mengira Tatiana bakal memicu konflik jadi malu.

Dalam hati dia bersyukur, ternyata Foa termasuk yang nggak membeda-bedakan orang dari hal apa pun.

"Tahu nggak, di Bali aku sekolah di international school. Lebih gila dari SMA ini. Lebih complex tahu nggak. Bjorn Osen, tulisannya B-J-O-R-N tapi dibacanya Jorn. Dia Kristen Protestan, sementara aku Katolik. Ada Leon Cleveland, mamahnya dia orang Nevada, dan dia atheis. Nggak percaya agama, nggak punya Tuhan.

"Terus, ada Dustin, kalau dia papanya orang Swedia. Dia lebih parah lagi, Kristen nggak jelas, nggak pernah ibadah. Tapi dia baik sama semua orang, ngalahin baiknya aku malah. Ehm! Dan kalian pasti nggak percaya, aku juga punya banyak teman muslim di sana. Ada Rumaysa, asli Oman. Ada Ahmed yang orang Turki.

"Belum lagi Ngurah sama Kadek yang orang Bali asli, agamanya Hindhu. Juga ada Dent Trang si Vietnam yang agamanya Budha dan kita, semuanya teman. Karena, kita nggak mungkin memaksa semua kepala buat punya paham dan Tuhan yang sama, kan? Jadi, karena kita nggak bisa ngelakuin itu, kita milih hal yang lebih gampang dilakuin. Yaitu ... saling menghargai, saling sayang, dan jadi teman. See? Jadi tenang aja, aku nggak akan sensitif kalau kalian ngomongin agama."

Tatiana terisak. Tangannya mengatup di dada. Matanya bergelombang kayak anak anjing hilang di perempatan pasar Cisarua. Foa mendadak jadi tambah ganteng banget di matanya. Andai Foa muslim, kayak orang-orang Arab yang kebanyakan datang ke Puncak, pasti udah Tatiana incar dan dia jadiin pacar.

"Siuman, Oneng!" Fathan menepuk Tatiana. Malu-maluin banget jadi cewek. Bikin Foa salah tingkah gitu.

Foa menunduk, lalu menyeret seblak itu dan memakannya dengan senang hati. Begitu seblak itu sampai di mulutnya, kayak rada aneh sebentar.

Lembek-lembek gimana gitu.

Dan ada sreset-sreset anehnya. Tapi ... enak!

"Woah! Ini enak!"

Fathan, Riki, dan Tatiana senyum lega. Akhirnya, Foa kenalan juga sama seblak. Yeay!

Foa juga makan dengan lahap. Walau pedas banget tapi tumben dia suka.

Nggak sampe lima menit, seblak itu raib di perut Foa sampai ke selilit-selilitnya juga dia telan.

"Riki, aku mau lagi seblaknya!"

Bahu Riki, Fathan, dan Tatiana melorot seketika. "Jangan rakus, Foa!"

"Nggak apa aku rakus. Orang ganteng kan bebas."

^^SEE YOU NEXT CHAPTER^^

Bloopers :

Riki : Udah, Foa. Kamu udah makan seblak tiga porsi!

Foa : Woah, tapi ini enak banget. 

Riki : Dan kamu udah kebanyakan makan bubuk cabe. Nanti perut kamu sakit.

Foa : Kan kamu yang nyuruh aku nyobain makan seblak pakai bubuk cabe yang level-levelan itu.

Riki : Kok jadi nyalahin aku? 

Foa : Ya iyalah aku nyalahin kamu. Kamu yang ngajakin aku makan seblak. Pokoknya kamu yang tanggung jawab kalau perut aku kenapa-napa!

Riki cuma bisa garuk-garuk tengkuk sambil berlalu ke kelas. Kalau kemarin-kemarin dia hobi bully orang, sekarang ini dia merasa ter-bully oleh Foa. 

Foa selalu main-main sama kalimat. Bikin dia bingung sendiri. Apa iya dia yang salah, apa cuma akal-akalannya Foa aja?

Sabar ya, Riki ....

BROTHER IN DRIZZLE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang