Bab 3

21.2K 489 6
                                    

Semenjak hari itu Dianne semakin menjadi pendiam. Tidak banyak hal yang dilakukan gadis itu. Berjam-jam ia duduk di tempat yang sama tanpa merubah posisi dengan tatapan kosongnya.

Para pelayan yang melihat keadaan Dianne merasakan iba pada gadis itu, tapi mereka tidak dapat melakukan apa-apa karena takut akan majikannya, Marcus.

Dorothea, pelayan paruh baya yang ditugaskan Marcus untuk mengurus Dianne mengantarkan makanan untuk gadis itu.

"Makanan Anda, Miss." Ujar Dorothea lembut.

Dianne tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Gadis itu duduk di pinggiran ranjang sembari menatap kosong ke arah balkon di depannya.

Dorothea menghela nafasnya. Wanita paruh baya itu merasakan perasaan iba melilit hatinya.

"Miss Dianne, Anda harus makan. Sudah dua hari Anda tidak makan dan tidak minum." Dorothea kembali berujar.

Dianne menghela nafas. "Aku tidak memiliki minat untuk makan, Dorothea."

"Miss, Anda harus makan. Mr. Hawskey akan marah bila Anda kembali menolak untuk makan."

Dianne tersenyum miris. Dia sadar semua orang merasa prihatin pada keadaannya, tapi kenyataannya tidak ada satupun yang berkuasa untuk menolongnya.

Dianne bangkit berdiri menuju kursi santai yang terletak di balkon. Ia menghirup nafas dalam-dalam untuk menguatkan dirinya. Gadis itu memejamkan mata menikmati semilir angin yang berhembus pelan.

Setelah merasa cukup, Dianne membuka matanya dan menatap pemandangan di bawah balkon. Gadis itu menangkap hamparan mawar berwarna oranye yang sangat cantik. Senyum tipis terbit di bibir cantik gadis itu.

"Dorothea, apakah itu kebun mawar?" Tanya Dianne.

Dorothea menghampiri Dianne. "Ya, Miss. Itu mawar oranye. Artinya adalah antusiasme dan gairah."

Dianne tersenyum. "Cantik." Ia mengalihkan pandangannya pada Dorothea. "Apa aku boleh kesana?"

Dorothea menatap Dianne dengan tatapan penuh penyesalan. "Sayang sekali, Miss. Mr. Hawskey melarang Anda keluar dari ruangan ini." Dorothea mengucapkan hal itu dengan penuh sesal dan rasa kasihan yang menggebu-gebu.

Senyum Dianne memudar, dan ia pandangannya menjadi sendu. Ia sudah menduga hal ini. Segalanya direnggut darinya bahkan kebebasannya.

Gadis itu kembali duduk di pinggiran kasur, ia menghela nafas panjang. "Tolong tinggalkan aku sendiri, Dorothea."

Dorothea melemparkan tatapan penuh simpati sebelum meninggalkan kamar Dianne.

Dianne menangis tersedu-sedu sepeninggalan Dorothea. Ia benar-benar merasa tertekan dengan situasi ini, Dianne bahkan bisa merasakan dirinya hampir gila padahal situasi ini baru dia alami selama 5 hari.

Dianne terus menangis menumpahkan segala perasaannya dalam setiap tetes air mata yang ia keluarkan hingga ia tertidur karena lelah.

*************

Dianne terbangun dengan wajah sembab saat jam menunjukkan pukul tiga sore hari. Gadis itu terduduk di tempat tidurnya dan merasa keheningan melanda di tempatnya.

Dianne beranjak menuju balkon untuk melihat kebun mawar itu sekali lagi dari atas balkon. Semakin ia melihatnya, semakin besar keinginannya untuk pergi kesana.

Dianne membulatkan tekad untuk pergi ke kebun mawar itu, ia melangkah perlahan-lahan keluar dari kamarnya. Melihat sekelilingnya, sepi. Tidak ada pelayan dan juga tidak ada para pengawal. Hal ini membuat Dianne tersenyum. Sepertinya saat ini keberuntungan sedang berpihak padanya. Buru-buru gadis itu menyelinap ke kebun sebelum ada yang menangkap basah aksinya saat ini.

Amentia (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang