You at the same time

449 28 3
                                    

Wanita itu pernah mencintaiku.Wanita itu pernah menghabiskan waktunya dengan sia sia untuk mencintaiku.Wanita itu. Wanita yang berdiri dan tersenyum sangat manis itu.
..
"Hei,Lee Dayeon!" samar samar ku dengar suara gadis yang familiar memanggil nama gadis itu. Gadis yang bahkan satu SMA Hanmyung mengetahui jika ia menyukaiku.

"- Hei, Kim taehyung, lihat dayeon rupanya sudah datang" bisik sahabatku, Sungjae.

Ya, seperti yang sudah kujelaskan, Seisi SMA Hanmyung telah mengetahuinya.
Aku tidak menatapnya langsung , aku menatapnya dari pantulan layar ponsel yang ku genggam.
Pagi ini pun ia tak melewatkan untuk memberikan tatapan kesal padaku. Hei gadis, sesungguhnya aku tidak seperti yang kau bayangkan.

"Taehyung ah, kenapa kau tidak merespon dia? Seisi sekolah mungkin sudah tau, tapi kenapa kau tetap tutup mulut.." Jimin, sahabatku ikut bergabung.

Namun saat itu, aku dan harga diriku, hanya merespon Jimin dengan sebuah senyuman sinis.
Dan mungkin, Gadis itu, mungkin.. Ia mendengar semua percakapan kami. Pasti. Dan hari itu juga, aku mungkin telah menyakitinya.

***

Aku mungkin sedikit banyak tidak mengenal diriku sendiri. Aku terbiasa hidup dengan sebuah prinsip dan terus berpegang pada prinsip itu. Dan pada saat itu, prinsipku adalah untuk hidup bebas dan mengikuti perasaanku, serta menjaga harga diriku. Aku bukanlah tipe orang yang akan mudah mengaku kalah. Tidak dalam semua hal. Itulah sebabnya, aku selalu mengejar peringkat satu dalam berbagai hal.

Baik akademik maupun olah raga. Aku menjadi terkenal karena prestasi yang ku raih. Ambisi yang besar dalam olahraga maupun seni. Rupanya hal hal ini tak membuatku puas, bahkan hal hal kekanakan pun aku tak ingin mengalah. Dalam pemilihan 'wajah' terpopuler pun aku berhasil mendapat peringkat satu, dan membuatku menjadi terkenal.

Bukan hanya dalam lingkungan sekolah saja, namun banyak orang di provinsiku mulai mengenalku.

Dengan hidupku yang amat dipenuhi sanjungan, sepertinya aku melupakan suatu hal kecil. Bahwa jauh sebenarnya mungkin aku telah kalah.

Pada suatu pagi, Dayeon berdiri terpaku di hadapan bangkuku yang dipenuhi oleh hadiah dan bunga dari orang orang yang bahkan aku tak mengenalnya.

"apa yang kau lakukan?" tanyaku dingin. Mungkin saat itu, aku tak menyadari bahwa sebenarnya sifat dingin ku muncul karena aku tak ingin ia melihat banyak pernyataan cinta yang ditujukan kepadaku sehingga membuatnya kembali terluka.

Ia terlihat terkejut dan menyembunyikan sesuatu yang sekilas terlihat seperti sebuah amplop surat.

Aku menarik paksa lengan gadis itu, dan mendapati ia mengambil sebuah amplop surat. Saat itu aku hanya marah. Aku dan harga diriku, lebih memilih marah dan mengusirnya.

"- apa yang kau lakukan?" tanyaku. Gadis itu menggigit bibirnya, sebuah kebiasaan saat ia kebingungan.

"kau ingin mencurinya?" tanyaku, semakin membuat raut wajahnya memerah.

"tidak. Itu terjatuh" ujarnya singkat.
Saat itu aku barulah mengetahui jika ia telah menahan air matanya. Dan ia benar benar memberanikan diri untuk menatapku balik.

"-apa kau benar benar tidak tau?" tanyanya.

Aku sebenarnya sangat memahami arti pertanyaannya. Namun aku dan harga diriku tidak pernah membiarkannya.

"apa? Jika ini terjatuh? Tentu saja tidak. Dari sebanyak ini surat, bahkan aku tidak membaca seluruhnya." Ujarku santai.

Gadis itu melepaskan sebuah tawa sinis. "tentu saja. Kau adalah Kim Taehyung.." ujar gadis itu sembari menatap amplop surat yang ku genggam.

"- kau tidak mungkin semudah itu mengerti betapa penting dan rumitnya menuangkan semuanya dalam selembar kertas" ujarnya terlihat sedih.

"apa kau juga menulis surat untukku?" dan mungkin saat itu aku telah setidaknya mencoba.
Namun aku dan harga diriku mungkin telah membuat gadis itu kembali merasakan sakit hati.

"-untuk apa aku menuliskan hal hal seperti itu? Dasar bodoh" ujarnya. Kembali membuat harga diriku melukai hatinya saat ku katakan padanya..

"Sepertinya temanmu menuliskan sesuatu untukku, apa kau tau hal itu? Apa sebaiknya aku respon dia?" tanyaku. Dan mungkin kali itu, aku telah kembali mencoba.

Gadis itu menatap amplop surat ditanganku dan tersenyum getir.

"baik baiklah padanya, dia temanku.." ujarnya dan pergi.

Langkahnya ringan. Namun pundak nya bergetar. Ia menangis. Sungguh, hari itu mungkin sebenarnya aku telah kalah. Aku dan harga diriku yang tak membiarkanku untuk kalah. Bahkan dalam cinta. Karena ketika jatuh cinta, maka ia telah kalah.

FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang