First published on wattpad Nov 20, 2017
ANXIETY
"Love. Obsession. Uncertainty."
Obsesi yang orang sering salah kaprah menyebutnya sebagai cinta, ketidakpastian yang menghantui setiap langkah, ketakutan yang membuatnya tak berani melangkah keluar zona nyaman. Semua itu menciptakan ANXIETY. Kisah perasaan terlarang. Ereri. Not Riren. Mature Content.
***
"Aku ingin bersama Mister Levi selama-lama lama lama-lamanya."
Terkadang, jika kita sedang bertukar pesan, aku lupa bahwa kekasihku seorang laki-laki dan adalah anak SMP, muridku sendiri. Banyak kata yang dia ucapkan tanpa rasional, dan aku menerimanya seperti seseorang idiot yang hanya menerima pendidikan sampai tamat SD. Kau tahu, Eren, aku pernah mendengar kalimat 'cinta adalah anugrah', tapi aku tak pernah sepakat.
Saat usiaku 8 tahun, aku baru disekolahkan. Sampai sekarang aku tak tahu pasti mengapa seperti itu. Mungkin Ibu lupa umurku, atau badanku yang terlalu mungil dibanding anak-anak lain sehingga Ibu kira aku masih kecil. Tak lama setelah mulai bersekolah, Ibu membawaku ke Kanagawa. Hari itu, untuk pertama kalinya, aku mengenakan pakaianku sendiri, bukan sisa potongan pakaian ibu yang dipotong dan dijahit ulang menjadi dua potong baju. Itu baju pertamaku yang paling bagus yang sengaja dibeli hanya untukku seorang, sebuah kemeja kotak-kotak dengan saku kecil di dada kiri. Untuk yang pertama kali juga, aku mengenakan sepatu baru, bukan sepatu yang diturunkan dari sepupuku, sepatu hitam mengkilat dan itu memberiku keyakinan bahwa jika aku pergi ke sekolah mengenakan sepatu ini, teman-teman akan berhenti mengejekku.
Aku tidak pernah ingat seberapa jauh Kanagawa itu. Aku hanya ingat Ibu membeli tiket, kami duduk sebentar di stasiun menunggu kedatangan kereta, setelah kereta tiba, kami menaiki salah satu gerbong kosong, Ibu menggenggam tanganku dan tak membiarkanku bergabung dengan dua anak yang berlarian ke depan lalu ke belakang gerbong, menyusuri bagian yang belum pernah mereka lihat, dan mengomentari apapun yang mereka temukan di balik jendela kereta. Itu perjalanan pertamaku menaiki kereta, dan rasanya tidak seistimewa yang dua anak itu ceritakan karena setelah mendengar berkali-kali kereta melolong, aku jatuh di pangkuan Ibu, kemudian terbangun di stasiun tujuan kami, stasiun terakhir Kanagawa. Bagiku, itu perjalanan yang paling singkat.
Kami berjalan amat jauh dari stasiun. Aku tak tahu berapa lama kami berjalan. Yang kuingat, kakiku terasa sakit dan aku mulai lapar. Aku ingin mengatakan perasaanku dan mengeluh, tapi aku tahu Ibu tak akan berkata apa-apa, sama seperti ketika kami di rumah dan seharian kami tak makan apapun. Ibu hanya akan menarikku ke pangkuannya, mengusap kepalaku sampai aku tertidur. Jadi aku terus berjalan sambil menonton sepatu mengkilapku kini tertutupi debu.
"Tunggu sebentar ya, Nak. Ibu mau beli minum." Kata Ibu setelah kami duduk di halte bus yang membuatku bertanya-tanya kenapa kami tidak menaiki bus dari stasiun kereta jika rute yang kami tuju juga dilewati bus.
Halte itu kecil, mirip dengan halte yang ada di dekat sekolah. Hanya ada satu baris bangku untuk tiga orang. Rumput ilalang tinggi dan bunga kertas hidup liar di sekeliling tembok dan tiang halte. Aku berpindah duduk, mencoba tiap bangku, kemudian berlari ke belakang halte, sesekali melompat dan berlarian. Aku diam menonton saat bus tiba menurunkan penumpang. Tak banyak yang turun, dan tak ada yang naik. Bus itu nampak seperti kotak besi besar mengangkut segelintir orang. Sama seperti kotak-kotak sawah yang mengelilingi halte ini. Kosong.
Ibu masih belum kembali. Aku mengira-ngira kemana perginya Ibu sambil berdiri menghadap arah yang Ibu tuju. Sejauh mata memandang, aku hanya bisa melihat jalan berdebu tanpa aspal. Di ujung jalan ada gubuk yang terlihat sangat kecil dari sini. Entah mengapa, aku percaya Ibu membeli minum di sana, dan karena nampaknya gubuk itu tak jauh, aku percaya Ibu akan segera cepat kembali. Aku menatap resah bus yang nampaknya tak akan berhenti lama. Haruskah aku meminta Pak Sopir menunggu Ibu? Tapi kemudian aku membiarkannya berlalu, dan aku duduk manis di bangku kecil itu sampai tak sadar jatuh tertidur. Saat membuka mata, seorang laki-laki berbahu kekar dengan topi koboi lebar mengulurkan tangannya ke hadapanku. "Ikut denganku, Nak. Aku pamanmu, Kelly Ackerman."

KAMU SEDANG MEMBACA
ANXIETY
FanfictionMereka adalah guru dan murid sebelum menjadi kekasih. Sekarang mereka bukan siapa-siapa, cuma rekan kerja dan berpura-pura masa lalu tak pernah ada. Tapi Eren, pikiran dan tubuhnya, telah tumbuh dewasa. Bagaimana Levi harus menghadapinya bersama pe...