6

1.9K 390 23
                                    


-00-

The Last Train

BTS Fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Minyoon.

-00-

"Tae, sedang apa kau di situ? Memangnya Ibu Nam tidak masuk kelas?" suara Jimin memecah lamunannya.

Jimin kembali setelah 30 menit. Dan di menit-menit yang tak terbilang singkat itu, Taehyung masih duduk di tempat yang sama.

"Ahh..hehe." cengirnya.

Ia sempat menghampus riwayat panggilannya sesaat sebelum Jimin datang.

.

Sore itu Jimin tak pulang bersama Taehyung ke rumahnya seperti biasa. Taehyung bilang ia harus menghadiri rapat klub teater, jadi ia akan pulang terlambat.

Alih-alih pulang ke apartemennya sendiri, ide yang muncul di kepala Jimin adalah pergi menemui Yoongi, di kantornya. Meski jelas ia tahu ini belum waktunya laki-laki cantik itu untuk pulang. Tapi ada dorongan besar dalam hatinya yang membuat ia mantap berkeputusan untuk pergi ke sana. Ke kantor Zahl.

Jimin menaiki kereta yang transit di stasiun dekat kampusnya sekitar jam 4 sore. Tidak ada kereta yang langsung mengarah ke stasiun tempat tinggal Taehyung ataupun kantor konsultan keuangan itu. Maka, Jimin harus transit lagi untuk pindah kereta.

Ia tiba di stasiun tujuannya saat matahari masih bertahan di ambang barat, belum sepenuhnya tenggelam dan kembali ke peraduannya. Langit berwarna jingga keemasan dengan awan-awan yang berbayang kemerahan yang membentuk jonjot-jonjot seperti kapas.

Jimin melirik penanda waktu pada ponselnya. Jam 5 lebih 12 menit.

"Pak, maaf saya mau tanya. Apa kantor konsultan keuangan yang namanya Zahl masih jauh dari sini?" Jimin bertanya pada seorang pria paruh baya yang sepertinya sedang menunggu kereta dengan satu cup kopi panas di tangannya.

"Oh... kantor itu bukannya sudah tutup, ya?"

Jimin menaikkan sebelah alisnya bingung. Tutup katanya?

"Apa saya salah ingat? Maaf kadang saya pelupa. Tapi kantor Zahl cukup jauh dari sini. Kantor itu ada di kompleks Blume. Mungkin Anda bisa naik taksi untuk sampai ke sana." tunjuk laki-laki itu jauh ke arah selatan.Jimin mengangguk.

"Kalau begitu terima kasih. Maaf mengganggu." ia membungkuk dan pergi.

Lantas sekeluarnya ia dari stasiun, Jimin langsung saja mencari taksi kosong.

Dengan kendaraan itu, Jimin hanya membutuhkan 20 menit untuk sampai ke kompleks Blume. Taksinya hanya bisa mengantar sampai gerbang kompleks saja. Maka, Jimin harus berjalan kaki selanjutnya.

Kompleks itu didominasi oleh bangunan-bangunan bertingkat yang jelas-jelas bukan rumah, melainkan tempat usaha. Ada yang berupa toko, atau kantor-kantor kecil; seperti kantor notaris, firma hukum, dan sebagainya. Ia menyusuri jalan besar yang lurus dari gerbang masuk. Kemudian ia sampai pada sebuah titik persimpangan, ada lapangan basket dengan dengan sebuah bola di sudut pagar kawatnya. Lapangan itu kosong. Di persimpangan jalan itu, menuju ke arah kanan pun tak banyak orang berlalu lalang. Hanya beberapa mobil yang terparkir di depan bangunan-bangunan tanpa garasi. Mengandalkan indera penglihatannya yang tak bisa dibilang betul-betul baik, Jimin memutuskan untuk berbelok ke sana. Sebab ia melihat empat huruf kapital besar yang terpampang di sebuah bangunan bergaya minimalis di jalan itu.

The Last Train [Minyoon ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang