11

1.8K 350 7
                                    


-00-

The Last Train

BTS Fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Minyoon.

Warning: flashback jauh sebelum kejadian terakhir di chapter 9

-00-

[Jimin-side]

Aku benar-benar menghubungi nomor itu. Tersambung ke nomor perantara. Aku bertanya apakah mereka bisa menghubungkanku pada pemiliknya, atau siapapun itu yang menjual bangunan kantor Zahl, atau setidaknya memberiku sedikit informasi. Mereka memberiku nomor pemilik bangunan itu. Aku menghubunginya dengan berbicara di telpon. Dia seorang lelaki. Namanya Jung Hoseok.

Aku masih berperan menjadi seorang calon pembeli. Kami menyepakati janji untuk bertatap muka. Tapi ia bilang tak bisa datang ke tempatku karena alasan pekerjaan. Akhirnya aku yang datang padanya, mengendarai bis ke kota sebelah.

Aku sempat mengira bahwa dialah direktur kantor Zahl itu, orang yang pernah kulihat bermesraan dengan Yoongi. Ternyata bukan. Aku tahu itu saat kami benar-benar bertatap muka di sebuah cafe.

"Saya tidak menyangka masih ada yang berminat untuk membeli bangunan itu." ia mengaduk es kopinya sambil menggendikkan bahu. "Saya sendiri sudah tak peduli, mau laku atau tidak. Tempat itu berhantu."

Apa dia bilang?

"Berhantu?"

"Iya. Entahlah, Gara-gara Namjoon, satu pundi uangku itu teronggok lama." Namjoon? Siapa?

"Memangnya apa yang terjadi pada bangunan itu?"

"Ah? Ohh... tidak..." dia memalingkan wajahnya dan pura-pura mengecek ponsel. Dia mungkin merasa gugup karena sudah keceplosan bicara dan memancingku untuk bertanya. Dia nampaknya adalah tipe orang yang terlalu terbuka dan tak pandai berbohong. Di sinilah celahnya. Aku mencoba memasuki celah itu dengan hati-hati.

"Serius, Tuan Jung. Saya tidak bertemu dengan Anda untuk dibuat bertanya-tanya. Saya ingin kita sama-sama jujur... kalau memang ada sesuatu yang terjadi sebelumnya di bangunan itu saya tidak terlalu mempermasalahkannya, bagi saya yang penting bangunannya masih kokoh. Tapi saya hanya sedikit ingin tahu tentang sejarah bangunan itu, tega sekali Anda tidak mau memberitahu saya." aku berani begini karena dia lah yang pertama kali membuat suasana di antara kami langsung akrab selepas salam pertemuan. Aku sedikit membumbui kata-kataku dengan candaan supaya terdengar akrab tanpa jarak.

"Saya takut nanti Anda kabur dan tidak jadi membeli bangunan itu." ucapnya jujur, sedikit lucu. Aku tergelak. Aku memang tak berniat membeli bangunan itu sama sekali, bung.

"Tidak, tidak. Lagipula kita juga belum sampai pada kata sepakat, 'kan? Kopi saya yang belum habis ini menandakan kita masih bernegosiasi. Saya belum pasti akan membeli bangunan Anda juga."

"Hummm..." dia agaknya sedikit galau. Gelagatnya seperti anak-anak yang sedang merajuk. "Serius Tuan Park, saya benar-benar tidak ingin menceritakannya."

"Begitu...?" giliranku yang memainkan peran anak kecil merajuk di sini. "Kalau begini ceritanya saya tidak lagi berminat, Tuan Jung."

"Ah! Masa' begitu?!" dia merengut kesal. "Baik! Baik! Saya akan jujur!"

Dia menahanku yang hendak pergi. Aku kembali pada dudukku dan sedikit menyunggingkan senyum.

"Jadi...?"

"Tapi saya tak yakin..."

"Cerita saja."

Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, termasuk ke bawah. Dia memutar-mutar sedotannya untuk mengalihkan kegugupannya.

The Last Train [Minyoon ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang