10

1.8K 373 15
                                    


-00-

The Last Train

BTS Fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Minyoon.

Warning: flashback jauh sebelum kejadian terakhir di chapter 9

-00-

[Jimin-side]

Dia membuatku gila. Aromanya, lembut bibirnya, juga perih luka yang ia pekikkan dalam lumatanku. Aku bukannya jadi berhasrat padanya. Aku hanya bingung untuk mengekspresikan perasaanku yang kacau balau setelah melihatnya terluka seperti ini. Aku kacau. Aku gila.

"Aku akan menolongmu. Aku janji."

Kulihat matanya memandangku dengan sirat kepercayaan, juga sedikit keraguan. Aku tahu dia akan begitu. Tapi aku pun tak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Aku hanya mengajaknya pulang karena satu jam lagi kereta terakhir akan berangkat.

.

Aku menggandeng tangannya sepanjang jalan tanpa kulepas sama sekali. Jari-jarinya yang kubungkus terasa dingin ujung-ujungnya. Kuremas tangan itu untuk sedikit membagi hangat yang kumiliki. Tapi tangan itu masih saja dingin.

Kami naik kereta terakhir di jam 11. Aku tak mencarikannya gerbong kosong. Dia pun tak meminta. Tapi sampai kereta itu berangkat, satu gerbong itu hanya kami isi berdua saja. Gesekan roda kereta dan rel besi berbunyi keras dalam frekuensi yang tak stabil. Sesekali guncangan itu membuat handle gantung saling bersentuhan. Aku dan dia duduk berdampingan dengan tangan saling bertaut. Tapi tak ada satu pun dari kami yang membuka suara. Tak ada satu pun dari kami yang memecah dingin kereta. Tak ada satu pun dari kami yang saling melempar pandang. Aku sendiri hanya menjatuhkan mata pada ujung-ujung sepatuku yang sedikit kotor. Sementara tanganku masih bertengger di sana, di spasi antara dudukku dan duduknya, meremas buku-buku jari yang dingin itu.

"In a view minutes we will arrive at S station, stay tune."

"Aku harus turun." itulah kalimat pertama yang Yoongi ucapkan. Dia hanya memandangku, seolah menungguku melepaskan tautan tangan kami. Tapi aku merasa tak ingin melepaskannya. Maka aku turut turun bersamanya, keluar dari kereta yang tiba di stasiun S ini. Kami tetap bergandengan tangan. Sampai ia berhenti di bawah sinar lampu koridor, dan membuatku satu langkah di depannya.

Aku menoleh ke belakang. Dia nampak sediki tertunduk, menyembunyikan wajahnya yang berbayang sinar lampu.

"Ada apa?" tanyaku.

Orang-orang yang juga baru saja turun dari kereta meninggalkan stasiun, membuat suara-suara derap kaki yang nadanya tak harmonis. Tapi kami masih berdiri di sana, aku yang memandangnya dan dia yang terdiam. Dengusnya mengisi hening yang melingkupi kami.

"...Jimin?"

"Ya?"

"Kenapa kau juga turun di stasiun ini?" aku sedikit tertawa mendengar pertanyaannya yang lamban. Tapi aku juga baru menemukan jawabannya setelah ia bertanya.

"Aku ingin mengantarmu sampai ke rumah." ucapku berani. Entah mengapa dari senyum miringnya, aku bisa tahu kalau ia mengijinkanku mengantarnya malam ini. "Kau tidak keberatan, 'kan?" pertanyaan itu hanya sebuah amplifikasi.

"Tapi kita masih harus naik taksi."

.

Angin berhembus dingin menusuk. Aku beberapa kali merasa bulu kudukku meremang, merinding. Yonggi mengalungkan tangannya di lenganku. Mungkin ia juga sama, mencari kehangatan. Aku sendiri tak tahu dia yang merapat padaku atau aku yang merapat padanya. Kami menunggu taksi yang lewat di tepian jalan.

The Last Train [Minyoon ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang