DEVANO RAJASA

432 23 2
                                    

Raja berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
Ia menunduk, memegangi kedua lututnya.

Dia baru saja tiba di rumah. Setelah sekian menit berlari kencang dari taman kota menuju rumahnya.
Ini masih pukul 9 pagi. Harusnya Raja masih berada di sana, bukannya di rumah—kalau saja Bi Iyem tidak menghubungi dan menyuruhnya segera kembali.

Raja tahu hari ini akan tiba. Papa telah kembali, namun tidak membawa kedamaian. Melainkan menciptakan kekacauan yang ingin sekali Raja hindari.

Ia melangkah tergesa, membuka pintu rumah dan menemukan Papa mengangkat tangannya hendak melemparkan sebuah vas buka pada Mama.

Raja langsung berlari, mendekap tubuh Mama dan melindungi wanita itu hingga harus menanggung nyeri luar biasa di punggungnya akibat lemparan vas bunga tersebut.

"Berhenti, Pa!" Raja masih mendekap Mama, membiarkan wanita setengah baya itu menangis dalam pelukannya. Tidak apa, Raja rela menanggung sakit ini asal Mama baik-baik saja.

"Minggir kamu!" Papa menarik lengan pemuda itu, namun Raja tak menyerah untuk tetap melindungi Mama. "Ini bukan urusan anak kecil, Raja!"

Raja bangkit, matanya menampakan emosi. Urat lehernya menegang serta tangannya mengepal kuat. Raja berani bersumpah kalau tidak mengalir darahnya pada pria itu, Raja akan menghabisinya sekarang juga.

"Kenapa? Mau pukul Papa?!" Papa membentak lagi. Lalu melayangkan satu tamparan pada wajah putranya. "Itu balasan untuk anak tidak tahu terima kasih seperti kamu!"

Raja diam, merasakan nyeri di area pipinya. Cowok itu tersenyum, nampak merendahkan. "Terserah." Ia menggelengkan kepala. "Aku gak peduli apa kata Papa."

"Kamu—" Papa mengangkat tangannya lagi, hampir menampar Raja namun urung di lakukan.

"Ayo, pukul lagi, Pa!" Raja maju selangkah, kali ini terlihat menantang Papa. "Tampar lagi sampai Papa puas!" Napasnya naik turun, menandakan kalau emosinya belum stabil. "Aku gak akan diem aja kalau Papa berani nyakitin Mama lagi."

"Jadi ini ajaran Mama kamu?" Pria itu melirik sekilas pada Mama yang masih duduk bersimpuh di lantai. "Dia yang ajari kamu untuk melawan Papa, kan?!"

Cukup, Raja tidak mau kejadian ini berlanjut lagi. Kasian Mama. Wanita itu harus menanggung sakitnya berkali-kali lipat. Apalagi melihat keadaan rumah berantakan. Sampai foto keluarga pun ikut hancur karena ulah Papa. Ya, pria itu sangat mengerikan bila di kuasai emosi.

"Papa pergi dari sini!" Usir Raja. "Tolong, Pa. Tolong pergi dari sini." Lanjutnya dengan nada bicara yang mulai melunak.

"Baik, Papa akan pergi." Kata Pria itu. Namun, belum jauh melangkah, ia berbalik badan. "Saya akan urus perceraian kita secepatnya, Azura."

Hari ini, Raja melihat jelas bagaimana rasa sakit hati Mama. Wanita itu menangis pilu, terlihat begitu rapuh kalau saja Raja tidak datang dan memeluknya.

Ia yakin sekali kalau kejadian ini semakin mengguncang kejiwaan Mama.
Semenjak rumah tangganya retak karena kehadiran orang ketiga, Raja sering kali menjumpai Mama melamun. Bahkan, pernah melihat Mama mencoba melukai dirinya sendiri.

Tante Tyas—adik Papa yang berprofesi sebagai Psikiater pernah menyarankan Raja untuk melakukan terapi kejiwaan. Kalau perlu, membawa wanita itu untuk mendapat perawat penuh di rumah sakit jiwa.

Tapi, Raja tidak terima. Tubuh dan mental Mama sehat, meskipun dugaannya salah besar—ia tetap yakin Mama akan pulih seperti dulu lagi.

Bila benar Mama mengidap gangguan jiwa, Raja bersedia merawatnya hingga sembuh dan kembali menjadi wanita anggun yang ia banggakan.

Mama tidak gila, Mama baik-baik saja. Wanita itu hanya butuh kasih sayang serta dukungan orang-orang di sekitarnya.

Ya, Raja yakin begitu. Semuanya akan baik-baik saja.

Salam kenal dari Devano Rajasa. Putra tunggal dari seorang pengusaha kaya bidang properti yang namanya sudah di kenal banyak orang.

Raja adalah satu di antara sekian banyak orang yang terluka, namun bersikap seolah semuanya baik-baik saja.

Dia terkenal nakal di sekolah. Bahkan salah satu cowok yang masuk sasaran guru-guru bidang konseling dan kesiswaan jika terjadi razia.
Raja selalu tampil urakan, jarang sekali memakai atribut sekolah apalagi membawa buku pelajaran lengkap.

Dia datang sekolah hanya untuk membuat onar, mengompori anak-anak di kelasnya supaya melakukan hal konyol seperti; mengintip mbak-mbak penghuni kosan yang kebetulan kosan tersebut terletak di belakang sekolah mereka. Dia juga pernah membuat guru menangis karena berdebat dengan Raja sama dengan makan cabai satu kilo. Mulutnya pedas sekali, bray!
Dan satu lagi, Raja pernah di hukum wali kelasnya membersihkan toilet laki-laki karena menyuruh teman sekelasnya untuk berbondong-bondong ke kantin dan ia beri traktiran makan sepuasnya. Otomatis kelas jadi kosong dan proses pembelajaran jadi terganggu.

Tubuh tinggi atletis, bahu lebar dan senyum semanis gula sintetis berhasil membuat perempuan mana pun luluh karena pesonanya.

Inilah Devano Rajasa yang punya motto hidup; Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga.

***








︎Dusk WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang