"Jadi tutor lo?"
"Iya." Alicia mengangguk semangat, lalu duduk di kursi depan Aksal. "Mau kan? Plis, Aksal! Plis bantuin gue yaaa." Pintanya sambil memasang wajah memelas.
"Oke." Aksal mengangguk setuju. "Tapi gue gak bisa setiap hari."
Alicia diam sejenak, memikirkan cara agar dapat meluangkan waktu. Masalahnya, Aksal itu murid produktif. Sedangkan Alicia harus pintar-pintar mencuri waktu di sela-sela aktivitas sibuknya di Sanggar Tari. Terlebih karena minggu depan ada job di pesta pernikahan.
"Kalau hari ini bisa kan?"
Aksal menganggukan kepala. "Bisa. Tapi gue gak jamin kalau semua materi selesai dalam satu hari."
"Nah kita lanjut besok lagi."
"Gue gak bisa, Al. Ada les."
"Kalau besok lusa?"
"Gue usahain ya."
"Memangnya kita butuh waktu berapa hari untuk bahas semua materinya?"
"Kira-kira dua atau tiga hari selesai." Jeda sejenak. "Tapi tergantung lo juga."
Alicia tersenyum percaya diri. "Oke, gue jamin dalam waktu dua hari, semua materinya beres!"
Meskipun dalam hati ia sendiri agak ragu bisa menuntaskan semua materi dalam waktu dua hari. Namun tidak ada salahnya mencoba. Kalau di pikir-pikir, Alicia bisa saja minta bantuan Ghea yang menjadi tutornya. Tapi perlu di ketahui kalau Ghea tidak bakat menjadi tutor. Jika minta bantuan Ghea mendikte, pasti selalu di bacakan cepat-cepat, kemudian jika meminta cewek itu menjelaskan suatu materi---suaranya sangat lemah lembut membuat siapa saja jadi mengantuk.
"Al, ngapain lo diem di situ?" Anggia datang menghampiri. "Betah amat lo di dalem kelas. Ayok keluar, Milka sama Ghea juga lagi duduk-duduk di luar."
Alicia menoleh pada Aksal. Cowok itu terlihat cuek karena sedang fokus main game online di ponselnya. Apalagi saat Beno memaksa pemuda itu untuk mabar.
Maklum, Beno memang human toxic di kelas itu.Semua murid sibuk pada aktivitas masing-masing ketika guru-guru sedang rapat bulanan sekaligus membahas mengenai tempat-tempat wisata untuk study tour para murid kelas sebelas.
Di sudut kelas---sebut saja sarang para penyamun, terdapat beberapa siswa yang asik menonton film dewasa.
"Anjir, mantap juga ceweknya!" Komentar salah satu siswa sambil cengar-cengir kegirangan.
Lalu di depan kelas, tepat di sebelah meja guru adalah tempat favorit para siswi perempuan untuk bergosip.
"Lo tau kan si Mawar? Itu loh anak kelas sebelah. Masa berani-beraninya dia ngerebut cowok gue! Ih, padahal cantikan gue lah."
Dan segenap aktivitas unfaedah lainnya.
"Ayok, keluar!" Anggia menarik tangan Alicia untuk ikut dengannya.
Di koridor kelas, nampak beberapa siswi duduk di lantai sambil menyandar pada dinding kelas mereka. Hal itu terjadi karena kursi panjang depan kelas sudah di tempati Anggia dan teman-temannya.
Kunci hidup tenang di kelas 11 MIA 4 hanya satu, yaitu; jangan melawan ucapan Anggia kalau tidak ingin babak belur.
"Kalian ada yang mau beli Laneige sleeping mask water gue gak?" Milka menatap tiga temannya. "Baru gue pake dikit kok. Mau gue jual lagi soalnya gue gak cocok pake itu, liat nih dahi gue jadi bruntusan." Tunjuknya pada area dahi.
"Gue mana ngerti masalah begituan." Ujar Anggia cuek.
"Lo mau beli gak, Ghe?" Tanya Milka memastikan, namun jawaban yang ia terima hanya gelengan kepala. "Gue jual murah kok. Serius deh." Lagi-lagi gelengan kepala jadi jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
︎Dusk Wind
Teen FictionKetika ujian kenaikan kelas semakin dekat, Alicia Viona, merasa bingung tentang rencana masa depannya. Terutama masalah nilai-nilai standar yang di dapatnya, sedangkan dia berinisiatif mengejar jalur undangan kedokteran dari universitas ternama sesu...