David baru saja melemparkan tas nya di pojok kelas, tiba-tiba saja Julian---yang akrab di sapa Panjul menghampirinya. Mengatakan kalau David di panggil Bu Ambar selaku wali kelas 11 IIS 3---untuk ikut beliau menemui Pak Abraham di ruang kepala sekolah.
Ini alasan kenapa sekarang David sudah duduk di ruang kepala sekolah. Berhadapan langsung dengan Pak Abraham serta Bu Ambar yang ikut duduk di sebelah David.
Ia tahu betul kalau panggilan ini menjurus pada permasalahannya kemarin lusa.
Kabar mengenai dirinya yang tertangkap berada di kawasan prostitusi. David yakin, pasti kabar buruk itu sudah menyebar di kalangan guru dan sebagian siswa SMA Tunas Bangsa.
Karena semenjak kedatangannya pagi tadi, tidak terpancar tatapan kagum dari para siswi seperti biasanya. Mereka menatap aneh pada David, sebagian lagi berbisik-bisik---entah tentang apa."Bapak sudah dengar kabar ini sejak kemarin lusa. Lalu, bapak mengabari Bu Ambar selaku wali kelas kamu setelah mendapat berita itu." Pak Abraham bersedekap di meja. "Bapak sudah bicara mengenai hal ini dengan guru bidang kesiswaan dan wali kelas kamu."
David menganggukan kepala, bersiap mendengar berita buruk selanjutnya.
"Kamu pasti tahu bagaimana kecewanya kami dengan kabar tersebut."
"Iya, Pak."
Ada helaan napas berat dari Pak Abraham sebelum melanjutkan ucapannya.
"Bahkan sekolah harus mengeluarkan banyak dana untuk menutup mulut awak media agar berita itu tidak tersebar luas." Pak Abraham menatap lekat pada David. "Kamu tahu kan kalau sekolah kita merupakan sekolah terbaik?"
David menganggukan kepala.
"Bapak sempat mengambil keputusan untuk mengeluarkan kamu dari sekolah."
Mendengar kabar itu, napasnya seolah tercekat. David bingung, harus apa ia sekarang?
Tidak mungkin David meninggalkan sekolah ini. Bagaimana dengan teman-temannya dan Alicia?"Tenang." Pak Abraham menurunkan kacamatanya. "Kamu beruntung punya Ayah seperti Pak Wisnu. Beliau sudah mengganti rugi uang pihak sekolah yang di gunakan untuk menutup mulut awak media." Pria bertubuh tambun itu tersenyum menenangkan. "Jadi, kami para dewan guru sepakat untuk mencabut keputusan kami mengeluarkan kamu dari sekolah ini."
David mendongak, seperti ada sebuah harapan terbit dari Pak Abraham.
Beliau menepuk pundak David, "Kamu masih bisa bersekolah disini." Melihat senyum terpancar dari wajah muridnya, Pak Abraham segera menginterupsi. "Tapi jangan sampai kamu ulangi kesalahan tersebut. Pihak sekolah tidak akan memberikan kesempat lagi pada kamu. Paham?"
David tersenyum dan mengangguk. "Paham, Pak!"
***
Kantin selalu ramai seperti biasanya. Di kantin nomor empat, ada Alicia dan kedua temannya. Yaitu Anggia---si tomboi yang merupakan atlit voli kebanggaan SMA Tunas Bangsa. Anggia adalah tipe orang yang tidak akan diam saja bila temannya tertindas. Pernah suatu hari, seorang kakak kelas menumpahkan jus pada seragam Ghea, hari itu juga---kakak kelas songong tersebut babak belur di tangan Anggia sampai membuat gadis itu di panggil ke ruang BK.
Kemudian ada Ghea. Gadis polos dan tulalit. Ghea adalah teman Alicia yang paling kalem, selalu mementingkan kebersihan dan kerapihan serta merupakan orang paling perhatian hingga Alicia dan teman-temannya memanggil Ghea dengan sebutan Mak Ghea, karena sikapnya yang keibuan.
"Oy, Ghea! Ada salam dari Pian!" Teriakan dari meja ujung membuat Ghea yang baru menelan batagornya langsung tersedak.
Kemudian di susul suara tawa menggelegar dari rombongan laki-laki itu. Sedangkan cowok bernama Pian itu langsung salah tingkah saat Ghea ikut menatap padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
︎Dusk Wind
Teen FictionKetika ujian kenaikan kelas semakin dekat, Alicia Viona, merasa bingung tentang rencana masa depannya. Terutama masalah nilai-nilai standar yang di dapatnya, sedangkan dia berinisiatif mengejar jalur undangan kedokteran dari universitas ternama sesu...