Sayup-sayup aku mendengar obrolan kedua orang tuaku sewaktu aku mengambil cemilan di kulkas, Dan yang berhasil membuatku membeku adalah ketika ayahku menyebut kata menjodohkan. Masih linglung dengan keadaan sekitarku, suara Ibuku menyadarkanku.
Nduk,, coba sini, ini Ayah mau ngomong penting sama kamu
Ternyata kesadaranku masih belum sepenuhnya kembali, hingga aku mendengar kembali panggilan Ibuku.
Yoalaah, anak ini dipanggil kok malah bengong to,, sini lho Nduk, ini Ayahmu mau ngomong sama kamu
Ohh,, Enngeh Bu..
Aku bergegas menemui beliau di ruang tengah, baiklah aku memang tidak terlalu dekat dekat dengan Ayahku, jadi wajar aja kalau aku lebih memilih duduk di samping Ibuku.
Ada apa Yah?
Gimana kuliah kamu Fa?
Alhamdulillah baik dan lancar Yah
Entahlah aku kok merasa ada yang aneh gini ya? Ini Ayahku sebelumnya tidak pernah menannyakan tetek bengek masalah kuliahku, bukan karena beliau cuek lho ya, tapi memang pekerjaan beliau mengharuskan jauh dari anak istri.
Ayah tahun ini pensiun Nduk, itu artinya umur Ayah juga sudah tua, udah waktunya Ayah istirahat..
Dan satu-satunya putri Ayah yang belum mentas ya cuma kamu aja Nduk..
Aku masih diam menunggu ucapan lanjutan dari Ayah
Sekarang cita-cita Ayah yang belum tercapai cuma satu, yaitu nikahin kamu sama laki-laki yang baik
Ayah,, tapi Iffa masih 21 tahun lho
Iya Nduk,, Ibu ngerti, Ayah kamu ini cuman pengen mastiin aja kalau anak-anaknya udah berhasil mentas semua
Ayahku terkekeh melihat tingkahku
Enggeh Bu,, cuman Iffa belum mikir ke arah sana lho, itu kejauhan banget, prioritas Iffa masih kuliah, belum ada sama sekali prioritas untuk ke arah simah,
Iya Nduk, Ibu dan Ayah paham, cuman usia Ayah tiap hari pasti makin tua, ndak muda lagi, Mba-mba kamu dulu juga nikahnya seumuran dengan kamu
Suara Ayahku berhenti. Beliau mengambil kopi di atas meja dan menyeruputnya.
Kamu tahu Pak Dhe Karwo kan? Bapak dan Ibu berniat menjodohkanmu dengan putra sulungnya, Nak Dimas, kebetulan tahun ini Dia menyelesaikan program Magisternya, dan berniat serius nyari calon Istri
Glek !!! Ayahku barusan ngomong apa? Mataku reflek melotot, tetapi aku masih tak berani mengangkat kepalaku.
Kalau kamu setuju, secepatnya keluarga Pak Dhe Karwo akan dating kemari, untuk silaturahmi, sekalian memperteukan kalian berdua
Ayah sama Ibu juga ndak bakal maksa kamu buat setuju kok, semuanya terserah kamu
Suara Ibuku menimpali ucapan panjang Ayahku
Atau kamu sudah punya calon sendiri? Kalau iya ndak papa, minta Dia untuk silaturahmi ke rumah Nduk
###
Kenapa udara malam ini panas banget ya? Hidupkan AC? Duuh,, rumahku bukan tipe rumah mewah dengan perabot mewah, AC menurut pandangan keluargaku sudah masuk ke dalam ranah mewah, Rumahku hanya rumah sederhana tetapi dari luarpun bisa dilihat bahwa rumahku memancarkan aura kehangatan. Entahlah itu pandangan dari mana, yang pasti itu adalah pandanganku akan rumahku. Rumahku Surgaku kan yak Slogan nya.
Pendingin ruangan berupa kipas angin yang tertanam di dinding pun menjadi pilihan satu-satunya, Surga dunialah istilahnya.
Hawa sejuk dari kipas angin ternyata tidak berhasil membawa kesejukan di dalam otak maupun hatiku. Ucapan Ayah dan Ibuku tadi pagi seperti Bom atom yang berpuluh-puluh tahun yang lalu menggoncang kota Hirosima dan Nagasaki.
Bedanya, jika dulu, Bom atom tersebut bisa membuat Penjajah Jepang menyingkir dari Indonesia, Nah kalau Bom ataom tadi berhasil menyingkirkan kewarasan di otakku.
Aku, punya calon sendiri?
Calon sendiri untuk menikahiku?
Siapa calon pilihanku sendiri?
Begitu banyak rumusan masalah yang berlalu-lalang dalam serambi otakku, sampai aku bingung untuk mengolah dan menjadikannya kajian teori.
Sekarang aku harus bagaimana ya Rabb?
Thing!
Benda pipih kecil berwarna putih di atas meja belajarku berbunyi
Kusahut malas-malas dan melihat notifikasi dari akun sosial mediaku berlambang telfon berwarna hijau.
*Gus Per
Iff..
Jadwal besok apa?
Dengusan sebal tak dapat kuhindari lagi.
Cuekin ajalah, kuliah udah berapa lama sih, sampai hamper tiap hari tanyain jadwal mulu. Memang Aku sekretarisnya ya?
Kulempar sembarangan benda yang sedang kupegang ku di atas Kasur.
Kembali berguling-guling di atas Kasur.
Ya Allah, Aku harus bagaimana?
Apa setuju aja ya dengan rencana Ayah?
Atau?
Entah karena apa, tanpa sadar kuraih kembali benda yang beberapa menit lalu ku lempar sembarangan, dan mengetikkan balasan untuk orang yang terakhir kali mengirimkan pesan kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU YANG BERLALU
SpiritualSyaifa Nur Hasanah " Sesungguhnya bukan kamu yang membuatku takut, tapi hati ini yang kian sulit untuk kukendalikan". Muhammad El-Fadil Hidayat " Kenapa aku selalu ingin terus melihatmu? Padahal dengan pasti aku sudah tahu bahwa perasaan ini salah"...