12. CINTA ITU DIBENTUK

256 17 0
                                    


Pintu kamarku di ketuk ketika aku baru menyelesaikan 36 halaman novel yang ada di tanganku.

Setelah mempersilakan masuk, seorang wanita paruh baya menampakkan diri dengan membawa segelas susu coklat.

“Ini hari minggu lho Nduk

“Hmmm”

Aku jawab pernyataan Ibuku dengan deheman kecil setelah meneguk separuh gelas susu yang dibawakannya.

“Kamu ndak pingin main keluar gitu? Itu mba mu tadi telfon katanya pingin disambangi adeknya ini”

“Tumben banget mba Nur pingin aku kesana, sampai telfon Ibu segala”

Ibuku haya menghendikkan bahunya meresponku.

“Cepetan habisin susunya terus siap-siap kerumah mba mu, Ini kebetulan Mas mu juga lagi dinas ke luar kota, nanti kamu sekalian nginap di sana aja ya, kasian mba mu sendirian di rumah”

Enggeh Bu”

###

Aku berhentikan scoopy merahku di depan rumah minimalis bercat abu-abu, Aku membuka pagar depan yang aku tahu tidak akan pernah dikunci.

Memasukkan scoopy ku di halaman rumah dan mengetuk pintunya.

“Wa’alaikumsalam”

Suara wanita berhijab pink pucat menggetkanku. Selalu saja begini, menjawab salam bahkan sebelum aku mengucapkan salam terlebih dahulu.

“Assalamu’alaikum” Aku memberikan salam dan mencium tangannya

“Wa’alaikumsalam,, Adek nya mba yang paling imut”

“Mba kok tambah cantik sih?” Kataku sembari mengusap perut buncitnya.

“Berapa bulan mba?” Tanyaku lagi

“Tujuh bulan lebih dua minggu setengah”

Mau tak mau kuputar mataku setelah mendengar jawabannya. Selalu saja begitu.

Mba Nur ini mba Keduaku, Yang punya sifat berbeda dari mba pertamaku. Dan karena sifat mba Nur yang jarang serius ini yang bikin aku dekat padanya.

“Mas Farhan baru pulang dua hari lagi lhooh, kan mba kesepian jadinya, kamu dua hari kedepan temenin mba ya Fa?”

Aku tak akan bisa menolak permintaan mba ku satu ini jika dia udah ngeluarin tatapan memohon begini. Salahkan hatiku yang mudah iba.

“Tapi nggak gratis mba”

“Kok gitu? Ini permintaan keponakanmu lhoo” Jawabnya masih bertampang melas sambil mengelus perut buncitnya.

Aku mencebik menanggapinya. Sambil menuju sebuah kamar yang terletak paling di depan, ini kamar yang dipersiapkan untukku ketika aku menginap disini.

Mengeluarkan barang-barangku dan menaruhnya di dalam almari. Aku tersenyum ketika melihat baju-baju yang sering kupakai saat menginap masih tersisa di dalam almari ini.

“Dek, mba denger kamu mau dijodohin sama anaknya Pak Dhe Karwo ya?”

“Hmmm”

“Kamu ndak pingin crita ke mba gitu? Misalnya kamu setuju atau ndak gitu, kan mba bisa bantu—“

“Beneran mba mau bantu?”

“Iya, beneran, mba bantu buat nyiapin nikahannya”

Aku manyun mendengar perkataan mba Nur.

“Hahahaha, Jangan manyun gitu donk!” Mba Nur mencubit bibirku yang sedikit monyong

“Mba…”

RINDU YANG BERLALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang