Kau sudah torehkan luka

444 24 3
                                    

Sebelum dia pergi
Ku menangisi
Dia tak pernah kembali
Ku menangisi
Setelah dia memberi kabar akan kembali
Aku pun menangisi
Apa ini yang di namakan Cinta?

🕚🕐🕧

Buat apa dia menghubungiku kembali. Sudah cukup pemberitahuan dari Salsa tadi, lebih dari cukup. Buat apa dia menghubungi di kala semua sudah terungkap. Apakah dia menelpon tadi hanya sekedar akan memberitahukan acara lamarannya itu. Sudah terlambat.

Aku jadi tau apa maksud Ibu Iqbal kemarin mengatakan hal tersebut, ternyata ini sebuah kenyataannya.

Ponsel itu masih saja berbunyi nyaring. Iqbal ternyata belum juga menyerah menelpon sejak tadi meski tidak aku angkat, apa maksud pria itu. Sudah cukup! aku sangat lelah dengannya, dia tidak pernah menghargai penatianku selama ini.

"Azz, ponselnya bunyi lho dari tadi," ucap Gisyel sembari merapikan syari yang tergantung.

"Kamu aja yang angkat, Gi. Nih!" jawabku sembari menyodorkan ponsel padanya dan Gisyel mengerjapkan matanya bingung.

"Sudah angkat aja,"

"I ... iya, tapi?"

"Bilangin aku keluar mendadak dan ponsel ketinggalan," ucapku yang akhirnya diangguki oleh Gisyel. Gisyel mengambil ponsel itu lalu menggeser tombol hijau di layar.

"Assalamualaikum, hallo."

"Waalaikumsallam, akhirnya kamu angkat juga Azz, aku mohon dengerin penjelasan aku dul ...."

"Maaf ini dengan siapa?"

Aku langsung melotot ke Gisyel. Kenapa dia harus mempertanyakan nama segala. Aku merutuki kebodohanku ini untuk memberi ponsel itu ke Gisyel.

"Azz, kamu kenapa. Aku ini Iqbal."

Dan kini Gisyel yang bergantian menatapku dengan pelototan. Mungkin dia kaget mendengar nama itu yang sering kali aku ceritakan padanya.

"Maaf, Mas. Saya bukan Azmiya tapi saya pekerja di butiknya. Tadi mbak Azmiyanya pergi keluar dan ponsel ketinggal di atas meja kerjanya.

"Oh, ya sudah katakan padanya. Salam rindu dari Iqbal.

"I ... iya, Mas.

"Aku tutup dulu tleponnya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Gisyel tersenyum sumringah menatapku ketika telepon telah ditutup, namun tidak denganku. Entah apa yang kini tengah hati ini rasakan, semuanya hancur berkeping-keping. Sebuah rencana masa depan dengannya hilang dengan seketika. Kata rindunya hanyalah kata abal-abal bagiku.

Jika memang rindu, dia tidak akan melakukan hal ini. Tidak akan.

"Ini Iqbal loh, Azz. Akhirnya penantianmu terbayarkan, ahh, senengnya yang calon imamnya akhirnya memberi kabar! Eh, tapi kenapa kamu nggak mau angkat ya?"

Aku masih diam.

"Azz, aku ngomong loh!"

" Gi, kamu tau perasaan aku sekarang gimana?"

AZZMIYA LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang