Jangan terlalu memilin cinta
Terlalu erat
Jika telah melekat
Sulit untuk melepas!🕟🕧🕟
Ketika memasuki butik, kudapati Gisyel sedang sibuk, karyawan lainnya pun sama. Aku masuk tanpa disadari oleh mereka, mungkin terus begitu jika tidak kutepuk pundak Gisyel.
"Laris ya?" Gisyel memutar tubuhnya setengah tidak percaya menatapku dengan kening mengkerut.
"Loh kok sudah masuk Azz?"
"Nggak apa, kangen sama butik," jawabku seadanya.
"Nah ini nih," Gisyel menudingku sembari menggerakkan telunjuknynya ala-ala orang yang baru saja mendapat informasi.
"Kenapa?" Aku berkacak pinggang menatapnya dengan sok bruntal. Tatapanku sengaja dibuat sedikit garang. Menunggu kalimat selanjutnya yang akan dilontarkan perempuan itu.
"Kamu pasti lagi ributkan sama suami, ah ternyata benar kata orang membangun rumah tangga itu tidak lebih mudah membangun apartement," Gisyel mengucapkannya dengan gamblang, membuatku bersungut. "Dan kamu seharusnya bulan madu saat ini bukan ke toko kali Azz. Percayain sama aku deh, yang penting saat ini kamu harus bahagia dulu, seru-seruan dulu, itulah tugas pengantin baru," ucap Gisyel berhasil membuatku ingat akan hal itu. Aku sengaja menunda bulan madu bersama Azzam. Ada sedikit keraguan untuk menjalani ini semua, satu harapan yang selalu kuusahakan untuk menepis fikiran jika ini semua hanya mimpi belaka.
Aku meninggalkan Gisyel tanpa menjawab apapun yang di lontarkannya, semua kalimat yang keluar dari mulutnya membuatku terpojokkan. Satu keyakinanku, Gisyel berkata seperti itu pasti permintaan bunda.
Sudah cukup paham sifat-sifat orang terdekatku, dia tidak akan melakukan hal yang bisa membuatku berfikir tentang ucapan yang terlontar. Dia Gisyel yang kutahu hanya hobi jail garing dan candaan biasa.
Berusaha sibuk dengan apapun, itu yang ingin aku lakukan saat ini, sudah tiga hari berlalu pernikahan itu. Yang terkadang jika tidak bersamanya aku lupa jika telah bersuami. Mungkin setelah ini aku akan belajar mendekat dengan suamiku, atau menerima ajakan bulan madu ke Bandung yang belum kuketahui kemana daerah tujuannya, guna memecah kesalah pahaman yang terjadi diantara kami berdua. Mungkin pula ada rasa sakit yang dirasakan Azzam kemarin ketika kutolak. Bukan, lebih tepatnya aku menunda ajakan itu. Mungkin aku harus menyesalinya, ya aku harus menyesal atas tindakan tanpa fikir panjang itu yang mengakibatkan kesalahpahaman ini dan ada satu lagi yang harus aku lakukan yaitu minta maaf padanya.
Terdengar suara pintu ruanganku terbuka, menampilkan perempuan yang tadi sempat menaikan volume darahku, sambil membawa segelas air putih. Namun aku tidak menghiraukan kedatangannya.
"Azz, marah ya. Aku minta maaf bukan bermaksud seperti itu tadi, tapi itu tadi ... em itu Azz ..." Satu gelas air putih terletak dihadapanku, dan aku diam menunggu ucapan Gisyel selanjutnya. Merasa dia tidak bisa melanjutkan ucapan itu aku memberikan senyum padanya dan berucap. "Sudahlah, Gi. Aku sudah tau kok."
"Terimakasih," jawabnya riang namun menunjukkan tampang bingung.
"Jangan sok senang padahal tadi ketakutan," ucapanku berhasil membuat Gisyel diam dengan wajah cemberut. "Ahahah ..." Ternyata begini rasanya menertawakan seorang Gisyel. Menyenangkan! itu yang aku rasa, biasanya dia yang menertawakanku, kini semua berimbas balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZZMIYA LARASATI
Spiritual"Pergilah dan pulanglah sesuai janjimu, jangan pernah ingkari bila memang benar-benar mencintaiku. (Azzmiya Larasati)" "Tunggu aku pulang, tagih janjiku meminangmu! tanpa di tagih pun aku akan berusaha menempati semua janjiku. InsyaAllah. (Muhamad I...