Apakah ini yang di Namakan Dinner?

356 24 7
                                    

Ada kala ingin berlari
Tapi kuharus berhenti
Dia telah kembali

🕚🕢🕓

Suasana Cafe Jeco cukup ramai malam ini, kursi paling pojok berdekatan dengan pintu masuk menjadi tempat aku dan Azzam menyantap makanan. Di bagian sisi ada kaca bening menjadi penghalang dunia luar dan dalam Cafe. Maka terlihatlah dunia luar yang ingar bingar itu, membuat suasana makin hidup di sini.

Sejak kejadian tiga hari yang lalu Azzam memang sudah kembali seperti semula. Kembali menyapaku lagi. Malam ini dia mengajakku ke sini atas permohonan maafnya. Tentu saja tawaran makan malamnya aku terima dengan lapang dada.

"Mas Azzam!" pekikku tak senang, bukan karena marah tapi karena aku malu dari tadi di jailinya. Azzam menarik hidungku gemas bahkan mungkin kini hidingku sudah merah. Sedang dia tersenyum bangga berhasil membuatku marah, bukan menyesali perbuatannya. Menyebalkan sekali suamiku itu. Dan saat ini kami menjadi tontonan gratis pengunjung cafe Jeco.

Awalnya tadi aku mau membalas perbuatannya, tapi aku cepat sadar karena wanita di meja bagian tengah, berjarak sekitar empat langkah itu terus saja melirik ke arah kami, dan aku yakin pula tawa yang menghiasi wajahnya saat ini adalah hasil menonton kami ini.

Melihatku diam dan tidak membalas perbuatannya menjadi keuntungan tersendiri bagi Azzam. Jika saja saat ini sedang di rumah mungkin aku sudah membalasnya.

"Mas sudah deh, nggak malu apa dilihatin orang?!" sinisku. Aku merengut dan membiarkan dia menjailiku. Makanan di depanku lebih kalah nikmat dari pada meladeni Mas Azzam.

Azzam mulai berhenti menjaili, dia kembali menikmati makannya. Mungkin dia baru sadar orang-orang di sebelah kami sedang tak fokus makan di karenakan tingkahnya yang aneh itu.

"Aku suka narik hidung kamu, gemes soalnya!" ucapnya pelan.

"Dasar," umpatku dalam hati. Akhir-akhir ini Azzam memang suka sekali menarik hidungku. Contohnya kemarin saat aku sedang membaca di kamar, dia datang langsung mencubit hidungku. Tapi yang paling membekas saat dia mencubit hidungku saat sedang masak, aku tersentak saat itu hingga spatula yang aku gunakan tidak sengaja terlempar ke kepalanya. Mungkin itu ganjaran untuknya yang sudah menjailiku.

"Sudah cinta?" tanyanya sembari memakan kentang goreng. Sebenarnya aku mendengar jelas pertanyaan itu. Namun bagaimanapun aku tidak mau melukai hatinya dengan mengatakan belum, atau mengatakan sudah dengan berbohong. Lebih baik diam tanpa memberikan jawaban bukan?!

"Suda ...."

"Assalamualaikum," sapa seseorang, memotong pertanyaan Azzam. Aku sangat bersykur sekali. Benar-benar merasa terselamatkan malam ini.

Azzam membalas salam pria itu, aku pun berusaha sebaik mungkin di depan pria itu, aku mengenalinya, Dia sedikit berbincang dan mengenalkan namanya hingga berkata .... "Saya dulu pernah melamar istri anda, tapi sayangnya di tolak. Ternyata anda pria beruntung yang telah memenangkan hati wanita ini." Pria yang aku kenal bernama Ikhsan itu menampilkan senyum sekilas kearahku, yang kusambut dengan kikuk. Azzam terlihat kaget tapi dia mampu menutupinya dengan senyum ramah dan anggukan.

Ombrolan dua pria itu terhenti ketika seorang perempuan menghampiri Ikhsan. Lalu Ikhsan berpamitan kepada kami dan berlalu. Perempuan yang kini telah bersetatus istri Ikshan itu tersenyum ramah dan ikut pamitan dan meminta maaf sebelumnya karena telah mengganggu. Sedang aku dan Azzam mengangguk tak mempermasalahkan.

"Berarti aku bukan orang pertama yang melamar kamu dong?!" tanya Azzam, aku pun berusaha jujur dengan memberikan anggukan kepadanya.

"Padahal dulu cita-citaku sewaktu masih SMA selain menemukanmu aku juga ingin menjadi orang pertama yang kamu cintai dan melamarmu. Ternyata semua cita-cita itu tidak ada yang tercapai." Lirihnya menyesal. "Tapi ...."

AZZMIYA LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang