Jangan pernah berharap
Pada cinta yang salah
Karena, cinta yang sesungguhnya
Adalah cinta
Tentang dia
Yang telah bersatu
Atas nama Allah🕢🕢🕢
Aku memandangi setiap jengkal wajah Azzam, kira-kira sudah seminggu lebih dia menghilang dari pandanganku. Baru hari ini aku dapat merasakan kehadirannya kembali. Melihatnya tertidur pulas mengingatkanku akan masa kecil kami.
Satu hal masih tak dapat disangka, dia suamiku yaitu sahabat kecilku yang dulu pergi entah kemana. Tapi anehnya kenapa cinta itu belum juga hadir untuknya. Seharusnya cinta itu mudah tumbuh di hati ini, ketika mengetahui siapa dia. Jika boleh memutar waktu dan dapat mengubah pristiwa, ingin dulunya hati ini tidak pernah tersangkut di hati Iqbal dan tetap mengagumi Aam kecil hingga menumbuhkan rasa cinta saat tumbuh dewasa.
"Andai kamu dulu tidak pergi dari kehidupan masa kecilku, ada kemungkinan kamu lah yang aku cintai," ucapku pelan tepat di hadapannya.
Melihat gerakan yang dilakukan Azzam segera aku bekap mulutku, takut jika suaraku tadi terdengar olehnya hingga membangunkannya dari tidur.
Tubuh Azzam menjauh dari tempat aku berbaring saat ini. Kini posisiku di punggunginya. Tidur Azzam memang seperti itu, tidak pernah tenang. Padahal aku masih ingin memandanginya lebih lama lagi.
🕢
Aku bangun tanpa ada Azzam lagi di sisiku. Berkali-kali aku mendengus pasrah. Sikap Azzam benar-benar berubah, padahal saat hari pertama setelah pernikahan itu dia selalu bersikap manis. Tapi kini seakan semua itu lenyap tergantikan dengan sosoknya yang kaku dan datar seperti pertemuan pertama kami di toko butikku---sebelum menyadari bahwa kami adalah teman masa kecil masing-masing.
Setelah merapikan tempat tidur aku segera beranjak dari sana. Berharap Azzam masih di rumah, aku ingin menjadi istri yang baik untuknya. Menyiapkan serapan untuknya, menggunakan dasi kerjanya lalu mengantarkannya hingga ke depan rumah. Dan mendapatkan senyum manisnya sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil.
"Yuk, kenapa Azzam kalo berangkat kerja subuh-subuh terus." Bunda bertanya heran, menampilkan kerutan pada dahinya. Sedangkan aku yang ditanya pun hanya mampu diam. Aku sendiri pun tidak tau alasannya. Aku juga tidak mempertanyakannya pada Azzam. Bagaimana mau bertanya jika dia pulang dikala aku terlelap lalu pergi ketika aku belum terbangun dari tidur?
"Kalian lagi ada masalah?" Lagi-lagi bunda melontarkan pertanyaan yang membuatku bingung harus berkata apa. Sedang aku sendiri tidak pernah merasa bertengkar dengan pria itu sebelumnya. Apa sikapku padanya, hingga dia jengah dan memilih menjauh.
"Kami tidak pernah ada masalah kok. Mungkin Mas Azzam lagi benar-benar sibuk, Bun."
Bunda mengangguk, meski belum puas dengan jawabanku, tapi dia tetap menerima apapun yang aku lontarkan lalu melenggang pergi.
Hari ini aku berniat ke rumah mertua. Sekiranya semenjak menikah baru sekali menginjakkan kaki kesana.
🕢
Sebelum menginjak perkarangan rumah itu, beberapa kali aku merapalkan doa. Semoga kedatanganku disambut baik oleh mereka semua.
Tidak memakan waktu untuk menekan bel hanya agar di bukakan. Dalam hitungan detik pun sudah ada seseorang menyambut kedatanganku. "Hai Zahra." sapaku, Zahra tersenyum senang. Lalu berteriak, "Umi! ada Ayuk Azzmiya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZZMIYA LARASATI
Spiritual"Pergilah dan pulanglah sesuai janjimu, jangan pernah ingkari bila memang benar-benar mencintaiku. (Azzmiya Larasati)" "Tunggu aku pulang, tagih janjiku meminangmu! tanpa di tagih pun aku akan berusaha menempati semua janjiku. InsyaAllah. (Muhamad I...