(Sudah di Private) 1. Pak Rio

1.5K 63 0
                                    

Ify

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ify

Hari ini Zest, restoran tempatku bekerja berganti kepemimpinan sekaligus kepemilikan. Pak Adam tercinta, bos ku yang dulu, memutuskan untuk menyerahkan jabatannya pada 1 dari dua anak laki-lakinya yang tak lain adalah Aderio Adam, atau Rio kalau rekan-rekanku memanggilnya, atau mungkin Pak Rio karena sekarang dia adalah bos kami, yang baru saja di wisuda S2 untuk sekolah bisnisnya. Inilah masalahnya. Bos ku bukan Pak Adam lagi benar-benar masalah.

Selama dengan Pak Adam, aku bisa mendiskon jam kerjaku. Aku bisa datang terlambat dan pulang lebih awal. Bukan karena aku tidak disiplin, tapi karena aku harus bekerja di tempat lain lebih dulu dan harus kuliah setelahnya. Jam 6 pagi aku bertugas mengantar susu ke perumahan, lalu jam 8 aku harus bekerja sebagai resepsionis hingga jam 3 siang. Aku akan terlambat satu jam untuk bekerja di Zest karena Zest buka mulai jam 2 siang sampai jam 9 malam. Belum kalau aku sedang sial dan terjebak macet. Aku pulang lebih awal pada jam setengah 8 karena kuliahku biasanya dimulai pada jam segitu.

Kalau dengan Pak Adam, aku tidak akan dimarahi ataupun mendapat teguran langsung maupun tersurat. Tapi kalau dengan Pak Rio, bahkan dia belum pantas ku panggil Pak karena umurnya hanya 2 tahun di atasku, aku tak pernah lepas dari ocehan menyebalkannya itu. Seperti saat ini. Bisa jadi Pak Adam belum memberitahu soal diriku padanya karena keburu dirawat di rumah sakit.

Seperti yang akan terjadi saat ini. Aku melirik Pak Rio, atau Rio saja biar lebih efisien, yang keningnya penuh dengan kerutan, mungkin karena menahan emosi padaku. Ck, bukan salahku kalau kerutan itu ada di wajahnya! Kalau saja dia tidak marah-marah dan memaklumiku saja, kerutan itu pasti tidak pernah ada.

"Kau.." katanya dengan suara tertahan. Wah, dia benar-benar geram.

"Ya?" sahutku polos.

Matanya melotot dan tangannya entah sengaja atau refleks saja, menggebrak meja. Tidak terlalu keras, tapi cukup membuatku kaget.

"Beraninya kau menyahuti ucapanku?! Kau tidak sadar sudah berbuat kesalahan, hah?!" hardiknya dengan suara tinggi.

Untungnya ruangan ini kedap suara jadi gertakannya itu tidak akan sampai ke telinga karyawan ataupun pengunjung restoran di luar. Aku hanya mengatup mulut dan membisu. Aku merasakan tatapannya pada wajahku.

"Kenapa kau malah diam?!" tanyanya lagi masih dengan nada yang sama.

Aku spontan mendengus. "Tadi anda marah ketika saya menyahut, sekarang anda juga marah ketika saya diam. Anda itu maunya apa, sih?" Sungutku tanpa gentar.

Sekali lagi ia menggebrak meja. Aku berjengit dan menundukkan kepalaku kembali. "Beraninya kau berbicara tinggi kepadaku, Ify?!"

Aku kembali mendengus sambil mengumpat dalam hati. Orang di hadapanku ini benar-benar plin-plan, tidak sabaran, dan pemarah lebih-lebih dari seorang wanita yang menjelang datang bulan. Sikapnya tidak dewasa seperti pemuda umur 25 tahun pada umumnya. 180 derajat berbeda dari Pak Adam yang bersahaja. Pak Adam panutanku, aku merindukanmu! Pulanglah, Pak!

"Sekali lagi kau terlambat, aku tidak bisa lagi mempertahankanmu di sini. Restoran ini akan merugi karena harus membayar karyawan yang tidak disiplin seperti dirimu."

Dasar medit! Mentang-mentang baru lulus kuliah jadisok-sok ideologis. Untung dia masih bos ku. Kalau tidak...kalau tidak...ahentahlah. Aku juga bingung akan kuapakan dia.

CUPIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang