Ify
Sialan. Aku pasti sudah gila. Aku yakin aku mulai gila sejak dia pertama kalinya tersenyum setulus itu padaku. Saat itu dadaku tiba-tiba berdebar kencang dan setelahnya aku tidak bisa berhenti membayangkan wajahnya. Aku hampir tidak sanggup menatap matanya setiap kali dia mengajakku bicara.
Dan sialnya lagi, mendadak setiap aku melihatnya bersama Shilla, ada ketidaknyamanan yang hatiku rasakan. Hingga setelah bermalam-malam aku melakukan riset, aku memutuskan satu hal. Sepertinya aku jatuh cinta padanya. Pada pria egois, sombong, dan medit itu. Aku jatuh cinta pada Rio.
Ya Tuhan, tolong aku!
***
Ify
Sakit dihatiku makin hari makin terasa seiring berkembangnya hubungan Rio dan Shilla. Aku merasakan ada ketertarikan di mata Shilla setiap kali bertemu atau ngobrol dengan Rio. Tapi aku yakin dia belum sampai pada tahap suka apalagi cinta. Karena seingatku, Shilla bukanlah gadis yang mudah jatuh cinta.
Selama ini, ada seseorang yang sudah pernah berhasil menjebol gawang hati Shilla. Entahlah jika masih sampai sekarang karena dia tidak pernah menceritakannya lagi. Aku pun tidak enak hati untuk menanyakan hal itu padanya. Takut-takut itu membuatnya sedih sehingga ia tidak pernah membahasnya denganku.
"Menurutmu..Rio menyukaiku?" lirih Shilla. Ia memangku wajahnya sambil memandang menerawang. Ia sama sekali tak melirikku.
Aku menoleh ke arahnya seraya memerhatikannya lekat-lekat. Apa dia bisa membaca pikiran? Dia bertanya seolah-olah tahu apa yang kupikirkan.
Saat ini aku berada di kamar Shilla. Kebetulan di kalender hari ini tanggal merah dan Shilla yang katanya merindukanku begitupun aku, menyuruhku main ke rumahnya.
"Memangnya kenapa?" Aku balik bertanya bingung.
Shilla menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Ia kelihatan sangat lucu. Bahkan dengan bernapas saja ia sudah tampak mempesona. Apa artinya diriku?
"Aku tidak bisa.." lirih Shilla lagi.
Sesaat aku merasa lega tapi disaat yang sama aku merasa sedih. Bagaimana jika Rio tahu? Dia pasti akan kecewa dan patah hati. Pasti tidak menyenangkan untuknya dan aku tahu benar bagaimana rasanya. Andai aku yang dia sukai dia pasti akan bahagia. Aiss..sepertinya rasa tahu diriku semakin lama semakin pudar. Ini berbahaya!
"Dia baik, tampan, sama-sama kaya sepertimu, dan sepertinya dia sangat sayang padamu. Lalu, apa masalahnya?" hasutku sambil mencomot brownies yang tadi diberikan oleh pembantu di rumahnya.
Shilla tampak terdiam dan air mukanya berubah murung. Wajahnya mudah sekali dibaca. Terlebih karena gadis itu memang agak ekspresif.
"Cakka?" Tembakanku tepat sasaran.
Shilla merunduk lalu menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Baru beberapa saat rengekannya pun terdengar. Melihat itu aku hanya bisa menarik napas.
Cakka adalah pacar Shilla yang pertama sekaligus terakhir. Mereka berpacaran sekitar 3 tahunan, dari kelas 1 hingga kelas 3 SMA. Perpisahan di antara mereka terjadi karena kendala jarak berhubung Shilla yang melanjutkan study ke luar negeri.
Saat itu, Shilla merasa tidak bisa menjalin hubungan jarak jauh. Dia juga tidak tega membuat Cakka terkekang oleh hubungan mereka. Cakka dan dirinya sama-sama membutuhkan orang yang akan selalu ada kapanpun mereka butuhkan. Dan mereka tidak bisa memenuhi itu untuk masing-masing kalau jarak yang harus mereka hadapi sejauh itu.
Tapi dulu, Cakka bersikeras menolak. Ia sama sekali tidak mempermasalahkan jarak di antara mereka. Teknologi sudah berkembang dan ia tidak akan berpikir sempit untuk berpisah hanya karena mereka tidak bisa sering bertemu. Naik turunnya hubungan sudah mereka lalui, bukan dalam waktu yang singkat. 3 tahun sudah sangat cukup untuk mengenal diri masing-masing.
Cakka sudah menemukan tempat nyamannya pada Shilla dan begitu juga Shilla, menurutnya. Beberapa tahun dipisahkan oleh jarak tidak masalah baginya. Toh, kemudian mereka akan menikmati bertahun-tahun berikutnya dengan bahagia ketika Shilla sudah selesai dengan studynya.
Tapi Shilla tetap kekeuh dengan keputusannya. Ia bahkan pergi tanpa pamit pada Cakka. Dan setelah itu, ia malah terjebak pada rasa bersalah dan rasa rindunya pada pemuda itu.
Cakka benar. Jarak bukanlah suatu masalah. Karena disaat ia sangat jauh, ia tetap menginginkan Cakka. Ia menyesal telah mengusulkan berpisah. Ia menyesal pergi diam-diam. Ia sedih membuat Cakka menjauh yang justru membuatnya tersiksa.
"Coba saja hubungi dia.." Sebenarnya aku merasa bersalah telah mengusulkan hal ini. Secara otomatis aku melanggar kesepakatanku dengan Rio. Tapi aku juga tidak tega melihat Shilla selalu murung seperti ini setiap membicarakan Cakka.
Shilla menggeleng pelan. Aku lantas memandangnya dengan tatapan bertanya. Ia menghembuskan napasnya sekali lagi. "Kemarin aku bertemu dengannya...dengan seorang gadis. Gadis yang..cantik." katanya tampak begitu sedih. Aku jadi makin tidak tega.
"Mungkin..hanya teman atau saudaranya." Dan sekarang aku malah berusaha membuat Shilla optimis pada Cakka..bukannya Rio.
Tiba-tiba Shilla menegakkan tubuhnya dan menghadap ke arahku. Matanya menatapku penuh maksud. Perasaanku menjadi tidak enak. Dia pasti ingin aku..
"Tolong aku.."
Na-na, aku punya masalah baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUPID
Short StoryDemi mempertahankan pekerjaannya, Ify harus berusaha membantu Rio mendapatkan Shilla. Lucunya, Shilla juga memintanya membantu memperbaiki hubungan wanita itu dengan Cakka sementara Cakka justru berbalik mendekatinya. Sebagai pelengkap siklus, Ify t...