I don't wanna tear anymore, I really don't wanna live with broken heart - Two As One
***
Rio
Semua berawal ketika aku menemukan selembar foto ayahku bersama seorang perempuan usia sekitar 40 tahunan dan seorang gadis muda kira-kira 18 tahun lebih yang tak kusangka sangat ku kenal.
Gadis itu adalah...Ify dan ibunya.
Aku tahu itu mereka karena aku sempat melihat foto Ify dan Rana, Ibu Ify, ketika berkunjung ke rumah perempuan itu.
Foto ayahku tersebut berlokasi di halaman rumah Ify. Aku sama sekali tidak punya ide dalam rangka apa foto itu diambil. Sayangnya, hal itu justru membuat kepalaku tiba-tiba terasa penuh.
Ayahku sama sekali tidak pernah membicarakan Ify dan Rana kepadaku, apalagi mengenai ada tidaknya hubungan di antara mereka. Ayahku tidak mungkin sembarangan berfoto dengan orang yang tidak dia kenal. Ayahku juga bukan mantan artis. Jadi, pasti mereka memang saling mengenal.
Lantas kenapa mereka bisa kenal satu sama lain? Hingga mencetak foto dengan senyum bahagia layaknya sebuah keluarga...
Ow, fvck my brain cells! Mereka keluarga?!!
Tidak, tidak. Utamakan berpikir positif. Ya, bisa jadi keluarga tapi bukan keluarga seperti aku, kakak laki-laki, dan ibuku, kan?
Tapi...kalau ternyata memang keluarga yang 'itu' bagaimana?
Aku tidak bisa berhenti dari rasa takut setelah menemukan foto misterius itu. Aku ingin bertanya tapi tidak siap pada kemungkinan terburuk. Aku tidak bisa membayangkan ayah dan ibuku harus berpisah ketika mereka sudah sama-sama berusia senja. Aku tidak bisa percaya kalau panutan utama dalam hidupku berbuat yang tidak pantas, terutama karena itu menyakiti ibuku.
Aku juga tidak bisa menerima kalau aku sedarah dengan Ify di saat aku baru saja yakin kalau aku telah jatuh hati pada perempuan itu.
Aku akhirnya berusaha berdamai dengan perasaanku dengan menghindari semua orang yang berkaitan, khususnya Ify.
Aku tidak lagi menghampiri perempuan itu. Aku menyibukkan diri di kantor. Aku menerima dengan tangan terbuka kehadiran Shilla. Aku mencoba menutup mata ketika menyaksikan Ify bersama Cakka.
Puncaknya ketika kami tidak sengaja bertemu di supermarket. Salahnya yang mengajakku bicara dan membuat hatiku kalut. Emosi yang selama ini coba kuredam tiba-tiba meluap hanya dengan mendengar nada prihatin darinya. Alhasil, aku mencetuskan kalimat tajam yang sama menyakitkan bila aku menampar wajahnya.
Percayalah, hatiku juga porak-poranda.
Kami kembali bersikap layaknya karyawan dan bos. Tidak ada lagi interaksi spesial, dalam bentuk apapun. Aku berharap dia tidak bekerja lagi di kantorku yang sebenarnya baik untuk kami berdua.
Aku tidak buta dan bodoh untuk mengetahui arti setiap tatapan matanya kepadaku. Ia selalu sedih melihatku namun coba disembunyikan.
Jika kami tidak bertemu, dia mungkin bisa move on dengan pria lain yang lebih baik hati. Kalau aku nanti saja dipikirkan.
Kesempatan itu akhirnya terwujud. Ify melakulan pelanggaran untuk kedua kali. Aku ingin melihat wajahnya untuk yang terakhir kali sayangnya waktu serta perempuan itu sendiri tidak mengizinkanku.
Hari itu aku harus harus menemui investor untuk pembukaan cabang Zest yang baru jadi tidak sempat menemuinya. Keesokan harinya, Ify ternyata sudah angkat kaki lebih dulu.
Aku berusaha tidak berpikir macam-macam karena memang begitulah semestinya. Pengecut memang. Belum lagi mencari kepastian, aku sudah menyerah lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CUPID
Short StoryDemi mempertahankan pekerjaannya, Ify harus berusaha membantu Rio mendapatkan Shilla. Lucunya, Shilla juga memintanya membantu memperbaiki hubungan wanita itu dengan Cakka sementara Cakka justru berbalik mendekatinya. Sebagai pelengkap siklus, Ify t...