Ify
Rio ingin aku membantunya mendapatkan Shilla. Shilla ingin aku membantunya mendapatkan Cakka. Mungkin aku akan mulai berpikir buka usaha sebagai cupid. Tapi, bagus sekali. Belum lagi mulai, aku sudah punya kasus yang aku yakin tidak ada jalan keluarnya.
Aku putus asa membuat Shilla jatuh hati pada Rio. Aku tahu benar bagaimana teman cantikku itu. Dia sudah cinta mati pada Cakka. Kupikir Rio juga menyadari kalau Shilla tidak tertarik padanya. Apalagi beberapa hari ini Shilla berusaha menjauh dari Rio.
Dan karena itu Rio selalu tampak dengan wajah bertekuk setiap ke restoran. Tiap kali melihatnya aku langsung merasa sedih. Semuanya akan lebih mudah jika Rio cepat menerima kenyataan. Tapi, baik Rio maupun Shilla, mereka sama-sama keras kepala. Jika mereka bilang ingin A maka tetap harus A.
Beberapa kali Rio berusaha memanggilku ke kantornya, berusaha mengajakku bicara. Tapi, kebetulan memang Zest sedang ramai, jadi aku dengan sedikit meminta bantuan pada sesama pegawai untuk menolak perintahnya dengan alasan tersebut. Kebetulan juga Rio kan orangnya medit. Sekali kusebut tentang untung-rugi dia langsung bungkam.
Ada satu masalah lagi. Sejak aku mengiyakan permintaan Shilla untuk menghubungi Cakka, detik itu pula aku menyesal. Cakka mengajakku bertemu dan setelah hari itu dia terus saja menghubungiku.
Tidak masalah kalau ia menghubungiku karena Shilla. Tapi ini bukan lagi soal Shilla. Dia bahkan tidak pernah menyebut-nyebut atau membahas tentang temanku itu. Setiap aku pancing pun dia langsung mengalihkan pembicaraan.
Cakka hanya selalu menanyakan aku dan aku. Dia bahkan bercerita kehidupannya padaku, kecuali tentang Shilla. Aku tidak tahu apa maksud dari semua perlakuannya padaku. Aku tidak ingin beranggapan terlalu jauh.
Tapi semakin lama aku merasa makin khawatir. Aku tidak enak hati pada Shilla. Gadis itu sangat-sangat berharap padaku. Dia selalu bertanya tentang perkembangan Cakka. Sementara apa yang kulakukan? Bukannya membuat Cakka kembali dekat pada Shilla, tapi malah menyebabkan Cakka terus menghubungiku.
Hah..bisa tidak ya aku menghilang saja sebentar?
"Kau bisa baca rupanya?" Suara yang tiba-tiba muncul itu membuatku menoleh dan seketika aku terkejut. Wajah tampan Rio langsung masuk dalam indra penglihatanku. Dia tampak sangat dekat denganku.
Alhasil aku menjatuhkan buku di tanganku dan mendadak kehilangan keseimbangan. Entah bagaimana caranya sekarang malah Rio seperti sedang memelukku dan aku malah dengan kurang ajar menyangkutkan tanganku pada bagian kemeja di dadanya.
Aku terpaku. Baik karena aku hampir jatuh maupun wajah Rio yang berada tepat di depan wajahku. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Otakku kosong.
Rio pun tidak membantu sama sekali. Ia malah terus memandangiku. Rasanya seperti banyak coretan di wajahku hingga ia seserius itu menatapku. Aku hanya mengedipkan mata beberapa kali. Lalu kulihat ia tersenyum dan tiba-tiba wajahnya mendekat.
Astaga, apa yang akan dia lakukan?! Haruskah dia membunuhku dengan cara seperti ini? Kalau begitu aku rela! Astaga! Pikiran macam apa yang tengah merasuki kepalaku?! Aku segera menutup mata mengenyahkan segala pikiran kurang ajar dalam benakku.
Kemudian tiba-tiba, aku mendengar tawa renyah yang sangat kuhafal. Aku segera membuka mata dan melihat Rio tertawa sembari memegangi perutnya.
Kurang ajar! Dia baru saja mengerjaiku rupanya? Dasar, mana aku sudah kepalang membayangkan yang iya-iya lagi. Untung aku tidak asal menyosor tadi. Kalau tidak, Rio pun tidak akan bisa menghentikan apa yang kulakukan. He he he.
"Kau ini lucu sekali,"
Apa dia bilang? Aku lucu? Ah, apa dia sedang memujiku? Anggap saja begitu. Meski aku agak sedih karena bukan kata cantik yang ia pilih melainkan lucu. Lucu membuatku merasa seperti seorang badut. Tapi tidak masalah selagi itu Rio yang mengatakannya langsung.
Oh tidak, jangan bilang pipiku merah sekarang?! Alih-alih aku memasang pandangan sebal padanya supaya ia tidak sadar.
Astaga, Rio! Kenapa dia malah menggodaku? Aku kan jadi makin senang.
Tawa Rio kemudian menular padaku. Aku tertawa bersamanya. Aku benar-benar senang karena akhirnya dia bisa tersenyum bahkan tertawa kembali. Apalagi dia tertawa bersamaku dan karena diriku. Aku akan menyimpan baik-baik ingatan tentang suara tawanya ini. Tawa ini akan menjadi pengantar tidur paling indah untukku setiap malam.
"Ify?"
Oh tidak, bencana datang.
***
Rio
Aku benar-benar tidak suka pada pengganggu ini. Aku tidak suka kebersamaanku dan Ify terhenti. Dan yang paling penting, aku tidak suka berbagi Ify. Dia Ify-ku! Tunggu, aku sebut apa Ify tadi? Apa aku baru saja memproklamirkannya sebagai milikku?
Ah, tidak penting. Yang kubutuhkan sekarang adalah menjauhkan pemuda yang mengaku bernama Cakka ini dari Ify.
"Siapa dia?" tanyaku pura-pura tak acuh. Padahal aku penasaran betul siapa pemuda ini. Tapi bukannya terlihat tidak peduli, aku lebih terlihat seperti sedang merajuk.
Lantas Ify memandangku heran lalu mengerling jahil. "Kau..cemburu?" tuduhnya seraya mengarahkan telunjuknya ke mukaku.
Aku terkesiap dan segera mengelak. Meski aku setengah tidak yakin kalau apa yang Ify tuduhkan padaku itu tidak benar, aku tetap membuatnya seolah tidak benar. Aku tidak ingin dia berbesar hati. Dia pasti akan mengejekku dan bertambah menyebalkan.
"Cem-buru? Kau pikir..karena beberapa detik lalu tersenyum dan tertawa bersamamu, aku langsung jatuh cinta padamu? Kau tidak semempesona itu dan kau itu masih tetap menyebalkan!" elakku diakhiri dengan kekehan kecil dari mulutku.
Kupikir dia akan menggerutu dan memukul lenganku lagi. Tapi yang kulihat dia malah terdiam menatapku dengan pandangan tak terbaca. Aku bingung karena aku ini amat payah dalam membaca gelagat seseorang. Dia bukan sedang tersinggung, kan?
"Kenapa kau diam? Aku benar ya? Haha.." tegurku supaya dia segera berbicara. Aku tidak nyaman dengan pandangannya itu padaku. Sesuatu dalam diriku tidak merasa baik-baik saja karena tatapannya tsb.
"Dia..pacarku." jawabnya tiba-tiba.
Sekarang giliran aku yang terdiam. Benarkah? Lalu, kenapa aku merasa lebih tidak nyaman dibanding melihat kediamannya tadi? Apalagi aku melihat senyum senang dari wajah Cakka. Arrgg..aku benar-benar tidak suka padanya!
"Ini sudah jam pulang ku, kan? Aku permisi." Katanya dan pergi dari hadapanku setelah membungkukkan badan. Cakka lantas mengekorinya dari belakang.
Aku hanya terdiam di tempatku mengamati pergerakannya. Dari dia masuk ke ruang khusus pegawai sampai raganya muncul kembali dan berjalan keluar dari restoranku. Aku terus diam tanpa tahu apa yang harus kulakukan. Hingga beberapa saat kemudian aku melangkahkan kakiku perlahan.
Aku menutup pintu kaca restoranku dan mendadak berhenti di tempat. Aku lagi-lagi terpaku melihat Ify sekarang tengah berpelukan dengan Cakka. Cakka tampak mengusap punggung Ify pelan. Pemuda itu menatapku sinis.
Aku tidak mengerti kenapa padahal tadi pemuda itu tampak tersenyum sumringah. Ify tiba-tiba menoleh ke belakang dan berpapasan tatap denganku. Penerangan di tempatnya cukup untuk menunjukkan pipinya yang basah dan matanya memerah.
Ify menangis. Dan aku tak suka. Mendadak aku merasa bersalah tanpa tahu penyebabnya. Dan menyadari orang lain yang berada disisi Ify saat gadis itu menangis pun membuatku tidak suka.
Beberapa saat lalu aku berhasil membuat Ify tertawa dan rasanya sangat bahagia. Dan harusnya saat ini aku juga yang menenangkan gadis itu lalu membuatnya tertawa kembali. Tapi..
Shit! Apa yang sedang terjadi sekarang? Apa sekarang aku juga dibilang jatuh cinta? Pada Ify?!
KAMU SEDANG MEMBACA
CUPID
Short StoryDemi mempertahankan pekerjaannya, Ify harus berusaha membantu Rio mendapatkan Shilla. Lucunya, Shilla juga memintanya membantu memperbaiki hubungan wanita itu dengan Cakka sementara Cakka justru berbalik mendekatinya. Sebagai pelengkap siklus, Ify t...