10. 'Jangan Menghindariku'

627 46 2
                                    


Rio

Aku diam memandangi Ify yang sedang tidur di sampingku. Dia benar-benar sakit. Sebut aku gila karena aku sempat berpikir dia berusaha menghindar dariku. Entah kenapa sewaktu dia menyebutkan tentang pacarnya, aku merasa ada yang aneh padanya. Aku mengingat lagi dengan teliti bagaimana ekspresinya waktu itu dan memang terlihat aneh. Apalagi setelah aku melihatnya, jika memang tidak salah, menangis di pelukan laki-laki yang dia akui sebagai pacar itu.

Yang menjadi pertanyaan sekarang, kalau memang dia menghindariku, lalu kenapa? Kenapa untuk Ify dan juga kenapa untukku?

***

Ify

Wajah Rio yang tiba-tiba muncul di benakku membuatku perlahan membuka mata. Aku lupa kalau dia baru saja bertamu ke rumahku. Hebatnya, saat membuka mata pun wajahnya juga yang pertama kali menyambutku.

Aku mengenyit melihatnya ikut menyandarkan kepala di atas meja. Dia diam sambil menatapku lekat-lekat bahkan tidak terusik sedikitpun ketika aku juga memandangnya.

Aku berusaha keras menegakkan kepala dan ganti menjadikan badan kursi sebagai sandaran. Badanku miring agar bisa berhadapan dengan Rio. Lucunya lagi, dia melakukan hal yang sama. Merubah posisi duduknya menjadi sama seperti diriku. Dia bahkan sekarang sedikit memajukan badannya sehingga kami menjadi sangat dekat. Aww, kami?

"Kau beneran sakit?" Tanyanya sambil menilik satu-persatu bagian wajahku.

Aku memutar kedua bola mataku malas. "Tidak, aku hanya malas bertemu denganmu." Jawabku yang terdengar sarkastis. Padahal benar adanya.

Kupikir dia akan tertawa atau mungkin kesal. Nyatanya dia tetap diam menatapku dan sekarang tepat di mata. Ckck, dia tidak sadar-sadar juga ya kalau aku tidak kuat dengan tatapannya?

"Jangan menghindariku,"

Tunggu. Aku tidak ingin 'berbaik sangka'. Tapi, apa mata dan telingaku tidak salah? Dia memohon padaku. Sungguh?

"Tetaplah berkeliaran di sekitarku," Baru kali ini aku mendengarnya memerintah dengan kalem padaku.

Tapi..hey! Memangnya aku lalat suka berkeliaran?! Percayalah, aku protes dengan hati berbunga-bunga.

Tiba-tiba telunjuk Rio menyentuh bagian bawah ujung dalam mataku dan menyusurinya hingga ke dekat bibir. Aku diam-diam menahan napas. Aku tahu doaku ini tidak baik dan sangat tidak tahu diri sekaligus murahan. Tapi...Tuhan, tolong jangan hentikan dia!

"Kalau sedih, mengadulah padaku. Selagi aku di dekatmu, jangan bersandar pada orang lain." Sekali lagi aku mendengar dia memohon.

Semua rambut-rambut halus di badanku terasa berdiri. Aku merasakan dingin tiba-tiba. Tidak, ini tidak baik. Walaupun aku senang, tapi ini tidak seharusnya diteruskan. Sudah kubilang, aku tidak punya landasan empuk. Kalau terbang terlalu tinggi, jatuhnya akan sakit sekali. Aku sudah merasakannya kemarin dan aku langsung tumbang esok harinya. Tidak lagi-lagi aku bersedia.

"A—"

"Berhenti Rio. Jangan bicara lagi." Napasku tertahan. Tadi aku senang. Tapi entah kenapa sekarang aku benar-benar ingin menangis. Aku segera menyingkirkan tangannya dari wajahku dan meluruskan posisi dudukku menghadap meja makan kembali.

"Baiknya sekarang kita habiskan bubur masing-masing sebelum dingin. Kau sudah repot-repot membelinya," Usulku sekaligus menghentikan pengantar adegan romantis barusan.

Namun, belum sempat sesendok bubur masuk ke dalam mulutku, Rio menahan tanganku dan meletakkan sendok itu kembali. Ia tanpa izin menangkup sebelah pipiku dan membuatnya menghadap ke arahnya kembali.

Semuanya terjadi terlalu cepat sampai-sampai aku tidak tahu bagaimana awalnya. Yang ada saat ini adalah salah satu tangan Rio masih memegang wajahku dan tangannya yang lain berada di belakang tengkukku menahannya agar tidak mundur. Sementara bibir bos ku itu asyik menghimpit bibirku yang kering, tadinya. Bibirku selanjutnya terasa lembab karena milik Rio mulai bergerak dan melumat milikku satu per satu.

Tidak lama karena belum sempat aku membalas (ya Tuhan), dia sudah melepas pagutannya padaku. Dia menatapku kesal sekaligus lembut (ya Tuhan).

"Sudah kubilang jangan menghindariku, hm?"

Brengsek.

Maksud semua ini apa?!

Brengsek.

Kami berciuman lagi.

CUPIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang