CINTA YANG LAMA HILANG

143 12 6
                                        


Suara detik jarum jam terdengar amat jelas, tetesan air yang terus menerus jatuh dari sebuat ketinggian yang entah diamana. Aku terbangun dengan secerca cahaya putih menyilaukan, permukaan halus ku genggam dengan erat. Baru ku sadar aku sedang di sebuah kamar rawat rumah sakit. Kulihat di depanku mama yang sedang berbaring lemah dengan selang oksigen di mulutnya, kain hijau yang menyelimuti mama naik turun pelan tanda hembusan nafas mama yang lemah.

Ku toleh sekitar ruangan terdapat bik jihan yang sedang tidur di sofa ruang tunggu pasien yang masih satu kamar dengan tempat mama berbaring. Akupun berdiri dan berusaha menenang kan diri. Langkah sempoyongan ku gerakkan menuju luar ruangan untuk berfikir sejenak.

"haruskah aku menelfon papa?..." hanya kata itu yang terus terngiang di kepala ku

Ku lihat jam tangan menunjukkan pukul dua dini hari, ku nyalakan handphone ku dan ku coba mencari nomor telephone papa yang mungkin saja bisa membantu.

Tuuut.... Tuuut... Tuuut...Cklek..

"Hallo?..."

"Ha.. Hallo pa.." sahutku terbata

"Ada apa Toni? Apakah ada sesuatu yang penting...?"

"Ti..tidak hanya saja.." kataku hening "..."

"Apa ada masalah?"

"mama..." kataku menahan luapan air mata "ma...mama"

"kenapa dengan mama?"

"mama di.. di rawat di rumah sakit.."

"sakit apa...?" tanyanya dengan nada tenang

"kata perawat mama mengidap penyakit lupus"

"sekarang papa akan pulang ke surabaya.. tolong kamu jaga mama kamu.."

"tapi pah... besok pagi aku ada event di sekolah..."

"..." tak ada balasan, namun telephone masih tersambung selama beberapa menit.

Kemudian telphone tertutup, seperti di sambar petir sontak aku terdiam beribu bahasa. Nafasku terengah-engah, kepalaku menjadi berat dan pening. Seketika ada suar dari dalam hati kecilku. "untuk mama, aku harus kuat!".

Ku atur ritme nafas yang semula berantakan dan ku coba kembali mendinginkan badan di ruangan tempat mama dan bik Jihan beristirahat yang di mana terdapat AC di dalamnya.

Aku pun duduk di sebelah bik Jihan yang tertidur di atas sofa, ku rebahkan badan ku di sofa merah nan empuk. Ku lihat jam dinding yang tergantung di depanku, ku tatap dalam dan ku perhatikan jam tersebut. "kenapa waktu terasa lama?"

Aku menoleh ke arah bik Jihan, ingin rasanya membangunkan bik Jihan dan meminta sarannya. Namun tak tega diri ini membangunkan bik Jihan yang sudah tertidur pulas. Mungkin karena kecapaian karena mengantar dan menemani mama seharian, hingga dia terlelap sangat dalam.

tanpa tau tujuan dan arah, di tambah lagi kepala ku yang pening dan badan panas dingin juga suasana hati yang berkecamuk. Tak kuasa lagi menahan air mata dan isakan kecil mulai keluar dengan sendirinya. Bik Jihan yang tadi terlelap mulai terganggu dengan isak tangisku yang lemah dan terbangun.

"den...?" tanyanya bingung "aden kenapa?"

Aku memberi isyarat agar bik Jihan tidak terlalu keras dalam bersuara, karena ku takut di dengar oleh mama. Bik Jihan mengangguk tanda mengerti.

"aden kenapa?" tanyanya sekali lagi

"apakah aku anak yang kurang ajar bik..." kataku menunduk dengan linang air yang membasahi pipi.

"apakah semua ini salahku bik..."

"a..apakah... aku ini..." bendungan bebanku seakan jebol dan meluap kesana kemari.

"apakah... aku.."

Belum genap kataku, bik Jihan memelukku dengan penuh kasih sayang. Ku rasakan kehangatan kasih seorang ibu di pelukannya. Ku lihat air suci mengalir dari matanya yang indah. Dekapannya semakin erat dan semakin erat, seakan merasa iba akan nasib yang ku hadapi.

"aden anak yang kuat kok..." katanya sesenggukan "semua banggga dengan aden Toni sekarang.."

Aku hanya terpaku dalam genangan masalah yang membanjiri tubuhku, ku peluk bik Jihan seperti aku memeluk mama dahulu sewaktu kecil, lembut dan menenangkan jiwa. Perlahan bik Jihan melepas pelukannya dan mengusap air mataku.

"oke... yasudah bik Jihan mau ke mushola dulu ya.." kata bik Jihan mengusap kepalaku dan berlalu keluar kamar pasien.

Kembali aku terduduk diatas sofa merah, namun dengan perasaan lain. Perasaan lebih tenang dan lebih hangat. Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Segera aku kemais barang-barang ku untuk persiapan berangkat ke sekolah. ku ambil hanphone dan aku berpamitan kepada mama dengan hanya mengecup kening mama yang sedang beristiahat.

Hampir saja lupa, ku SMS bik Jihan yang tadi pamit ke mushola.

"bik tolong jaga mama ya, aku mau berangkat ke sekolah duluan. Dan kemungkinan papa akan datang paling cepet hari ini, dan kalo papa udah nyampe dan nanyakan aku. Bilang aja aku lagi di sekolah sedang ada urusan." Lalu ku send message tersebut ke nomer bik Jihan.

Ku turuni lantai demi lantai rumahsakit yang masih terlihat agak ramai karena orang yang sedang menemani sanak familynya yang berlalu-lalang. Anak tangga hitam dengan keramik pinggiran sedikit- demi sedikit ku turuni. Ku cari tempat aku memarkirkan mobil yaris hitam tadi malam.

Tak menungu lama ku pacu mobil menuju rumah dan aku memarkirkannya di garasi. Aku pun masuk kedalam rumah dan memastikan semua persiapan ku untuk nanti telah selesai. Tak lupa juga ku ambil uang saku ku untuk makan siang nanti di sekolah. Setelah semuanya selesai, ku lihat jam tangan hitam di tangan kiri ku yang sudah menunjukkan pukul 04.30.

Segera saja ku hubungi Aldi untuk menjemputku.

"Hallo.. Al jemput aku sekarang ya.. di rumah"

"oke oke... otw"

Ku tutup telphone dan untuk mengisi waktu kososng ini, kunyalakan televisi dan mencari acara yang seru. Sekilas ku buka salah satu stasiun televisi yang sedang membahas tentang ujian.

"... jika agamanya kuat maka ujiannya berat. Jika agamanya lemah, maka di sesuaikan dengan tingkat agamanya. Seseorang akan tetap mendapatkan ujian sampai Allah membiarkan ia berjalan di muka bumi, tanpa ada dosa melekat padanya..." celetuk seseorang yang sedang berceramah di acara tersebut.

Karena aku ngga terlalu suka dengan acara tersebut,ku pindah dengan acara tv sport. Namun dengan lamunan masih terngiang di kepala akan acara tv sebelumnya. "seseorang akan di uji sesuai kadar agamanya?" kataku dalam hati.

"apakah benar begitu? aku sama sekali ga paham, agama. Tapi.. kenapa saat ini aku merasa mengerti namun tak bisa ku jelaskan" aku mulai kebingungan sendiri. "atau memang selalu begini perasaan orang-orang yang suka ilmu agama?". Lamunanku semakin berlarut-larut bahkan sampai aku menyadari bel rumah berbunyi.

Ku buka pintu rumah dan ternyata Aldi. Akupun berangkat dersama Aldi dan Bersama lamunan sepanjang perjalanan akan sesuatu yang terus terngiang di dalam kepala dan hati. Bahkan beberapa kali Aldi berbicara tidak ku hiraukan karena lamunanku yang membuat tenang dan damai di dalam hati.

^^^^^^^^^

And i wanna say thanks

For all of u

Don't forget to vote this story yah...

KU KEJAR CINTA-NYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang