Ku lihat kanan dan kiri mengamati tiap peserta LOS, Dian yang sedang mengoceh di depan tak ku gubris lagi. Karena kami sudah membagi tugas untuk menyampaikan materi dan scadjul yang akan berlangsung di hari terakhir ini. Part yang paling aku tidak suka dari part kegiatan ini adalah sesi membagi bunga. Dan terkadang aku berfikir ini juga salah satu alasan kenapa banyak cowok yang ikut OSIS di sekolahku.
"Yuk.. sekarang lo bagikan bunga yang udah di kumpulkan sama mereka kemarin" ucap Dian padaku.
Setelah semua terbagi, aku pun menjelaskan teknis pelaksanaan kegiatan kepada peserta LOS kelas MIA 1. "jadi begini temen-temen, kalian harus memberikan bunga yang kalian bawa itu ke semua kakak OSIS yang bertugas di sini. Jadi kalian boleh memilih, bukan cuman aku dan kak Dian aja.. oke"
"Kak... berarti kita boleh ngasih bunga ke siapa aja kan?" kata seorang cewek dengan rambut sebahu.
"Betul... soalnya acara ini dilaksanakan di lapangan... so u can choose.. who is the best comeete.. bukan begitu kak Dian?" kata ku sambil memberikan tanda ke Dian agar ikut bicara sembari menunggu komando dari kak Dyo
"yup betul.. sekarang kita berkumpul dilapangan.. untuk penutupan terakhir program LOS tahun ini.." sambung Dian.
Semua murid baru kelas ini terlihat mudah di atur, namun tetap saja akan ada saatnya mereka menjajal sisi gelap dunia ini. Baju putih biru yang mereka kenakan akan berganti dengan putih abu-abu. Aku berdiri di depan pintu kelas untuk memastikan semuanya menuju lapangan, ku amati tiap siswa yang keluar dari pintu kelas MIA 1. "andai aku kembali ke masa ini..."
"Yuk.. kita juga harus baris di barisan panitia.." kata Dian menarik lengan baju ku.
Semua panitia tampak bergegas menuju lapangan, sebab kak Dyo sudah memberikan komandonya. Tapi aku dan Dian berjalan santai menyusuri lorong-lorong sekolah. ku toleh Dian yang berjalan di sisi kanan ku dengan membawa beberapa buku di dekapannya, wajahnya yang putih dengan tubuh mungil dan rambut bergelombang itu terlihat berseri-seri.
Aku menghela nafas panjang, dengan melihat langit-langit sekolah. "selama ini aku terlalu egois" gerutuku dalam hati.
"kenapa Ton?" tanya Dian sambil mengangkat alis sebelah kanannya.
"ga papa kok Din.."
Dian mempercepat langkahnya dan berhenti tepat di depanku. "Ton.. lu ngga pinter ya nyembunyiin masalah lu.. cerita aja, kita kan temen" kata Dian sambil tangan kecilnya menepuk pundakku.
"oke.. tapi sambil jalan aja ya.. soalnnya kak Dyo udah ngasih komando" kataku sambil melanjutkan langkah.
"sebenernya.. hari ini aku berencana ngga masuk.."
"kenapa? Ngga mau jadi partner gue ya.." Dian memotong perkataanku, dengan ketus ia membuang wajahnya dari arahku.
"udah dari kemaren mama di rumah sakit.."
Dian berhenti melangkah, sehingga kami berhenti sesaat. Beberapa detik itu terasa sangat hening. Dian membalikkan badan ke arahku. "kok bisa??? Sejak kapan ton??" suara Dian agak bersalip-salipan.
"santailah.. mama menderita sakit lupus, kata dokter mama terlalu capek dan perubahan hormon mama cepet.. so antibodinya jadi lemah... dan yah, sekarang di rawat di rumah sakit" kembali aku berjalan yang tinggal dua ruangan lagi adalah lapangan tempat kami berkumpul.
Terlihat Dian agak menunduk dengan gambaran wajah gugup, mungkin dia merasa idak enak denganku. "hei.." ku tepuk pundak mungilnya, "its oke.. ayo kak Dyo ntar marah loh hahaha" coba ku alihkan pembicaraan.

KAMU SEDANG MEMBACA
KU KEJAR CINTA-NYA
KerohanianPerubahanku yang derastis mengundang tanya semua orang yang ku cintai mungkin kata "sok alim" sudah menjadi kata yang lumrah bahkan teman-teman ku menjuluki diriku munafik.. inilah kisahku, semoga menginspirasi kalian