10

880 108 39
                                    

Jangan lupa vomment:)
 
  
 

_____
 
  
 
SEPULUH :
 
  
  
  
  
  
  
  
  

Sila melrik arloji navy di pergelangan tangan kirinya. Sudah jam tiga sore dan ia baru saja sampai tepat di halaman rumahnya. Padahal─bel sekolah berbunyi sekitar dua jam yang lalu, sebab ada rapat dadakan para guru sampai membuat murid-murid terpaksa di pulangkan lebih awal dari biasanya.

Jarak sekolah untuk ke rumahnya yang jauh, serta panasnya kota Jakarta juga menjadi salah satu penyebab Sila selalu pulang terlambat. Mengingat dirinya yang memang selalu saja berjalan kaki ketika pulang, lalu sesekali duduk beristirahat melepas penat saat lelah.

Sila mendesah pelan, baru saja kakinya menginjak teras rumah, ia di buat terpaku diam menatap beberapa pasang sepatu anak sekolah yang sedang tergeletak di depan pintu rumahnya. Bukan, tentu saja sepatu-sepatu itu bukan miliknya. Ia hanya memiliki satu sepatu, dan sepatu itu sedang di gunakannya sekarang.

Cepat-cepat Sila melangkah lebih dalam, membuka pintu rumahnya yang tertutup lantas kembali terpaku bak patung saat menatap beberapa teman kelasnya yang sedang duduk manis di ruang tamu. Ada beberapa dari mereka yang menyadari kehadiran Sila lantas saling memberikan kode lewat pergerakan masing-masing.

"Kalian ngapain di sini?" Sila bertanya dengan nada tak suka. Seingatnya, tak ada tugas kelompok yang harus di kerjakan, atau sekalipun ada, Sila enggan satu kelompok dengan anak-anak di depannya sekarang. Ia lebih memilih mengerjakannya sendiri atau tidak mengerjakannya sama sekali.

"Kita mau nagih uangnya Tia yang udah lo rebut tadi," Itu suara─Ayu. Gadis itu memang tak suka akan Sila semenjak tragedi Sila yang melemparnya dengan kursi sebab nekat membangunkan dirinya tidur. Namun, untung saja Ayu dapat meleset dengan cepat sebelum kursi itu benar-benar mendarat sempurna di wajahnya.

"Kamu ngambil uang orang, Sila?"

Sila menoleh melihat Utari─mamanya yang baru saja keluar dari arah dapur. Utari menatap putrinya dengan tatapan tajam lantas meraih jam kecil hiasan rumahnya lalu melemparkannya pada Sila secara tiba-tiba.

Sedangkan Sila, gadis itu tak melakukan pergerakan sama sekali, jam weker kecil itu berhasil mendarat di pelipisnya, membuat luka sobek di sana hingga mengeluarkan darah segar.

"Tan-tante," Ayu sontak berdiri menatap kejadian tak percaya di hadapannya, di susul dengan kagetnya Tia, Putri dan juga Eca yang sama menyaksikan tragedi pelemparan tadi. Terlebih lagi sekarang baju seragam OSIS Sila sudah berubah menjadi merah. "Tante, ki-kita tadi cuman..."

Utari menoleh sambil tersenyum. "Gak apa, anak kurang ajar kayak dia memang pantas di lempari."

"Tante, Sila gak rebut uang Tia. Dia ... Pinjem uang Tia, tadi." Kali ini yang bersuara adalah Putri, dan di sambung anggukan cepat oleh Tia dan Eca.

"Tante gak pernah ngajarin Sila buat ngutang juga," Utari masih saja tersenyum ramah, lalu kembali menatap Sila tajam. Utari sama sekali tak menunjukkan raut wajah khawatir mengingat pelipis Sila yang sudah mengeluarkan banyak darah sedari tadi.

"Ki-kita pulang aja," Ayu menarik lengan Eca yang kebetulan memang berdiri di samping gadis itu. Lantas berjalan cepat sebelum sempat melihat kondisi Sila yang masih saja diam tak bergeming apapun. "Assalamualaikum tante,"
 
  
 

****
 
 
 

"Aji, giliran lo yang ngetik." Caca menyodorkan leptopnya pada Aji yang sedari tadi hanya sibuk bermain game online. "Kerjain atau gue kasih tau sama Pak Ical kalau lo gak aktif,"

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang