16

682 81 15
                                    

ENAM BELAS :
 
 
 
   
  
  
  

 
 

Tiga hari sudah semenjak kejadian di koridor sekolah lalu bersama Fadhil, Risma benar-benar tak menduga rasanya pria itu tengah berusaha menjauh darinya. Risma peka betul akan hal itu, mulai dari kepergiannya ke perpustakaan dan tak sengaja bertemu dengan Fadhil. Alih-alih mendapatkan godaan seperti biasanya, Fadhil malah berjalan lurus ke depan seakan tak melihatnya. Lalu kehadirannya di taman yang ia yakin menjadi pemicu kepergian Fadhil lagi setelah melihatnya.

Dan─seperti sekarang, kehadiran Risma di kantin kembali membuat Fadhil sontak beranjak pergi. Memperlihatkan punggung lebarnya yang tengah melangkah jauh sebelum akhirnya menghilang dari balik belokan pintu.

Risma hanya bisa mendesah pelan. Apa salahnya? Di jauhi tanpa alasan memang membuat Risma tak mau peduli. Tapi jika itu Fadhil, mengapa rasanya berbeda? Seakan-akan ia ingin berlari mendekati pria itu lalu meminta maaf meski tak tahu di mana letak kesalahannya.

"Lo sama Fadhil kenapa, Ris?"

Pertanyaan Caca berhasil membuat pandangan Risma teralihkan menatapnya. Ia pun sama bingungnya, mengapa Fadhil bersikap seperti itu. Risma juga ingin mengatakan pada Caca bahwa ada sesuatu yang terasa aneh dalam dirinya ketika Fadhil berubah seperti saat ini. Namun─suaranya seakan tercekat, dan yang bisa ia lakukan hanya mengedikan bahu, memperlihatkan pada Caca bahwa dirinya seakan tak peduli.

"Atau─Fadhil udah punya cewek, makanya dia menjauh dari lo, kan?"

"Gue gak tau, Ca." Risma memutar bola matanya jengah. Jujur, ia tak suka mendengar ucapan Caca barusan. Mendadak, Risma kehilangan selera menatap bakso yang tadi sempat di pesankan sahabatnya itu. "Gue ke kelas."

Mood Risma saat ini sedang menurun drastis. Ia tahu cukup berlebihan jika melampiaskan kesalnya pada Fadhil ke Caca. Tapi─Risma tak punya pilihan lain, hanya ada Caca di sampingnya saat itu. Dan satu, Risma benci mendengar atau mengetahui kenyataan bahwa Fadhil telah memiliki kekasih.

Seiring langkahnya berjalan, otak Risma seakan di paksa berpikir keras tentang apa yang akan ia lakukan saat ini. Mengapa setiap orang yang datang akan berakhir dengan kepergian? Risma tahu sesuatu yang seperti itu merupakan hukum alam. Namun, baginya semua ini tak adil ketika orang yang di cintainya sudah memilih pergi, dan sekarang sosok yang membuatnya nyaman pula melakukan hal yang sama.

Hanya ada satu jawaban dari semua kegelisahan Risma. Yaitu; dirinya sendiri-lah yang harus bertanya.

Risma mendesah pelan, beriringan dengan pundaknya yang melmas turun. Ia harus mendapatkan jawabannya sekarang. Dan─bertanya pada Fadhil secara langsung adalah jalan keluarnya.

Sejenak, Risma melirik arlojinya. Masih jam istirahat, kemana lagi Fadhil akan pergi selain ke kantin? Iyah, taman.

Dengan mantap, gadis itu memutar haluan. Melangkahkan kakinya menuju taman sekolah.

Dan benar! Dugaan Risma tepat sasaran. Ada Fadhil di sana, seperti biasa. Tengah menutup mata, menikmati secuil cahaya matahari dari balik ranting-ranting pohon besar di sampingnya. Risma kembali mengambil langkahnya, ada raut wajah tak percaya dari aksi gila yang sedang ia lakukan. Selain Gilang, Risma tak pernah lagi melangkah mendekat pada sosok pria. Dan sekarang─ia malah berdiri tegap di depan pria itu, menghalangi terpaan cahaya yang sedang Fadhil nikmati.

Sedangkan Fadhil, pria itu tengah mengernyit bingung dengan tetap mata yang terpejam erat. Merasakan tak ada lagi rasa hangat matahari di wajahnya. Perlahan, ia membuka matanya pelan. Sampai akhirnya mata Fadhil benar-benar terperangkap dalam sendunya mata Risma.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang