Jangan lupa vomment:)
_____
SEBELAS :
Hening.
Suasana di dalam mobil antara Fadhil dan Risma hanya berselimuti diam. Tak ada yang berani mengawali pembicaraan, sikap Fadhil yang awalnya senang bertingkah mendadak gugup dan kehilangan kata. Maka dari itu ia sengaja mengalihkan dirinya agar tetap fokus pada jalan di depan, padahal ia tak pernah se-serius itu ketika mengendalikan kendaraan beroda empat.
"Mau ke mana?" Gumam Risma pelan, ia hanya merasa tak nyaman berada dalam zona canggung seperti sekarang.
Sebenarnya Risma sudah menolak penuh ajakan Fadhil untuk keluar, mengingat tugasnya yang belum selesai sekaligus dirinya yang belum terlalu akrab bersama Fadhil. Namun pria itu terus saja memaksa disusul Gladis yang juga ikut membiarkannya pergi.
Dan─disinilah dirinya, terjebak bersama Fadhil serta hening yang mencekam.
"Kalau lo maunya ke mana?" Fadhil malah balik bertanya pada Risma, membuat gadis itu sontak saja berkerut kening. "Gu-gue gak tau mau ngajak lo ke mana."
"Kalau gak tau─kenapa gue di ajak keluar?"
Skakmat.
Fadhil refleks tersenyum cengengesan bak orang bodoh yang tengah mati kutu. Sebenarnya, banyak tempat yang ia ingin kunjungi bersama Risma. Namun entah mengapa semua tempat itu terasa sama sekali tak cocok untuk mereka kunjungi saat ini.
"Taman kota mau?" Fadhil bertanya sambil sesekali melirik Risma menggunakan ekor matanya, menunggu reaksi gadis itu dan akhirnya di jawab dengan gerakan anggukan kecil juga─sebuah senyuman manis.
Selang lima menit mereka berdiam diri, akhirnya mata Risma dan Fadhil menangkap gerbang taman kota yang di hiasi lampu-lampu kecil tengah menyala-nyala.
Sebenarnya, Risma juga senang mendengar tawaran Fadhil tadi, berhubung sudah cukup lama ia tak pernah mengunjungi taman itu lagi. Sekitar setahun yang lalu, namun ada hal lain yang membuatnya nampak murung mengingat terakhir kali ia mengunjungi taman itu bersama Gilang.
Begitu mobil Fadhil sudah siap terparkir, tanpa aba-aba Risma langsung saja turun. "Udah lama gue gak ke sini," Gumamnya seorang diri sebelum Fadhil benar-benar ikut turun dari mobilnya.
"Yuk," Ajak Fadhil.
Risma mengangguk lagi sembari berjalan duluan melewati Fadhil. Ia nampak begitu gelisah, sungguh kali ini Risma benar-benar menyesal telah menyetujui ajakan Fadhil dan─untuk berbalik meminta ke tempat lain pun rasanya tak mungkin.
"Lo suka ke sini?" Fadhil bertanya, membuat raut wajah Risma berubah drastis. Ia senang ke tempat itu, namun dirinya juga sedih dengan waktu yang bersamaan.
"Gue gak tau," Risma menunduduk. Lalu mengambil tempat untuk beristirahat di tangga-tangga jalan yang menghadap pancuran air nan indah di depannya. "Dulu, gue suka ke sini, tapi sekarang─gak lagi."
"YA ALLOH RISMA LO KALAU GAK SENENG KE SINI KENAPA DI ANGGUKIN? KAN KITA BISA..."
Sebelum teriakan Fadhil makin menjadi-jadi dengan sigit Risma membekap mulut pria itu menggunakan tangannya. Tak perlu banyak gerakan lagi, diri Fadhil seakan di sengat listrik dengan tegangan tinggi seketika. Membuatnya diam di tempat, bahkan tak bernapas sekian detik.
"Jangan teriak-teriak, entar kita di litan orang." Risma menurunkan tangannya pelan, matanya masih saja melotot ke arah Fadhil.
Dan dengan bangganya Fadhil tersenyum lalu menjawab, "Biarin, biar yang jomblo langsung pulang gigit jari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Teen Fiction•completed• Awalnya, Fadhil memang memperjuangkan Risma. Namun entah dengan alasan apa, gadis itu tetap saja diam seolah perasaan Fadhil adalah candaan belaka. Sampai akhirnya, Fadhil mengenal Sila. Gadis rapuh dengan sejuta rahasia...