15

655 79 3
                                    

Jangan lupa vomment:)
 
 
 
 
_____
 
 
LIMA BELAS :
  
  
  
  
  
  
 
 
 

 
  
Semenjak kejadian itu, Fadhil agak sedikit menjaga jarak antara dirinya dengan Risma. Bukan karena tak suka, hanya saja ia rasa Risma benar-benar belum dapat melupakan sosok Gilang. Padahal, dirinya bisa saja membantu Risma untuk menyingkirkan Gilang dari benaknya. Tapi, entah mengapa Fadhil memilih untuk menghindar. Ia rasa, jika dirinya berbuat seperti itu maka Risma akan menganggapnya sebagai tempat pelampiasan. Dan─Fadhil tak mau hal tersebut akan terjadi.

Kali ini, Fadhil memilih duduk di bangku taman seorang diri, menyumbat kedua telinganya menggunakan earphone berwarna putih. Sesekali pria itu mendesah pelan, beriringan dengan pundaknya yang melemas turun.

"Ngapain di sini?" Itu Sila, ia duduk di sudut kiri kursi, menciptakan jarak yang jauh dengan posisi Fadhil yang sedang berada di sudut kanan kursi. Selang lima detik menunggu jawaban yang tak kunjung ada dari pria itu, Sila menoleh menatapnya, siap-siap ingin melemparkan jitakan kecil di kepala Fadhil.

"Aduh!" Fadhil meringis, bersamaan dengan tangannya yang terulur membuka earphonenya. "Apaan sih lo, ganggu aja!"

"Gue tanya ngapain di sini?" Ulang Sila yang tak mau ambil pusing dengan kekesalan pria di depannya.

"Gak ada. Malas aja kalau di kelas." Fadhil melirik Sila sejenak menggunakan ekor matanya. "Lo ngapain di sini? Kangen gue, heh?"

"Idih, amit-amit," Sila memeletkan lidahnya yang jujur saja membuat Fadhil sedikit gemas dengan gadis itu. "Pulang sekolah anterin gue ke grandmedia, yah?"

"Sejak kapan gue sama lo akrab." Fadhil tersenyum miring, berhasil membuat Sila bungkam seribu bahasa. "Iyah, gue anterin." Lanjutnya lagi setelah melirik wajah cemberut Sila.

Senyuman di wajah Sila mengembang kecil. "Janji, yah?"

Fadhil mengangguk. Tangannya terulur mengacak pelan puncak kepala Sila.

"Yaudah. Gue ke kelas bye"

Fadhil hanya mengiyakan, memperhatikan punggung Sila yang perlahan menjauh pergi. Senyumannya sontak terangkat sendiri, kali ini Sila begitu terlihat berbeda dengan sikap lembutnya.
    
  

  
****

    
  
 

 
Seperti janjinya tadi, Fadhil siap-siap mengantarkan Sila untuk pergi ke grandmedia mencari beberapa buku yang gadis itu inginkan. Melihat perubahan Sila yang perlahan-lahan mulai membaur dengan suasana kelas juga prestasinya membuat Fadhil benar-benar kagum akan dirinya yang ingin berubah.

Sekarang, posisi Fadhil tengah duduk di atas meja guru, menunggu sambil memperhatikan Sila yang sedang merapikan buku-buku pelajarannya untuk di masukkan ke dalam tas.

Sila akhirnya berdiri dari duduknya. Menggunakan tas ranselnya lalu mendongkak menatap Fadhil dengan senyuman lebar. Sila melangkah untuk mendekat ke arah Fadhil, tangannya refleks saja memegang lengan pria itu tanpa sadar. "Yuk,"

Fadhil tersenyum penuh arti, membuat Sila mengernyit bingung akan perilakunya. "Kenapa?"

"Maksud lo megang-megang apa?" Fadhil memperhatikan sekeliling kelasnya. Sunyi, hanya berisikan mereka berdua. "Lo─ngasih kode barusan?"

Platak!

Sila menjitak kuat kepala pria itu, tak perduli akan ucapannya dan melangkah pergi, meninggalkan Fadhil sendirian dengan wajah merah padam perpaduan antara marah juga malu.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang