20

687 72 7
                                    

Jangan lupa vomment:)
 
  
 

_____
 
 
DUA PULUH :
 
 
   
  
  
  
 
 
 

 
Setelah kepergian Fadhil, Risma hanya bisa diam tanpa ada niat melangkah pergi dari sana sekalipun. Otak serta sarafnya seakan mendadak mati rasa ketika kepingan-kepingan ingatan tentang Fadhil terus saja lewat dalam benaknya. Entahlah, ketika menatap sorot kedua bola mata pria itu yang nampak sakit tadi, mendadak membuat Risma di landa bersalah seketika.

Sejenak, Risma mendesah pelan, beriringan dengan pundak gadis itu yang melemas turun. Masalah cinta benar-benar berhasil membuatnya ingin mati berdiri di tempat. Risma benci jika seperti ini, hatinya seakan ingin memberontak di antara Gilang juga Fadhil, namun─tak ada yang dapat ia lakukan selain diam, dan menunggu masalah apa lagi yang akan terjadi.

Sesaat ketika Risma ingin melangkah pergi, mendadak langkahnya kembali tertahan mendengar namanya kembali di panggil. Tapi, kali ini berbeda. Bukan lagi Fadhil yang memanggilnya─melainkan suara sosok pria yang palinh ingin ia hindari untuk saat ini.

"Lo belum pulang? Gue anterin, yah?" Gilang mengenggam tangan Risma, berniat untuk menarik perempuan itu agar segera mengikuti langkahnya menuju parkiran. Namun─sebelum kaki kiri Gilang benar-benar melangkah, dengan sigit Risma menepisnya kasar. Menatap Gilang penuh sorot kebencian. Sedangkan pria itu membuang napasnya penat. "Maafin Gue Ris, please."

"Setelah apa yang udah lo perbuat?" Risma tersenyum sinis, sejenak gadis itu mengalihkan pandangannya sebelum akhirnya kembali lagi menusuk iris bola mata Gilang. Jujur saja, Risma juga rindu dengan kisah mereka yang dulu. Tapi─entahlah, untuk saat ini hati Risma benar-benar belum bisa memaafkan Gilang. "Gue udah pernah rasain perjuangan hebat dan─lihat, gue malah di kecewain." Risma tak boleh menjadi gadis lemah, namun untuk kali ini saja biarkan dirinya menumpahkan beberapa bulir bening, sedikit menghilangkan bebannya meski di depan orang yang tidak tepat. "Tapi gue udah sadar, Lang. Karena yang gue ajak berjuang adalah orang yang salah."

"Gue bakal berjuang buat lo, Risma." Tatapan sendu dari Gilang berhasil menghancurkan tembok kokoh yang sedang Risma bangun mati-matian untuk akhir-akhir ini. Pria itu menarik lengan Risma dalam satu kali tarikan, mendekapnya erat sembari mengelus pelan kepala Risma dengan sayang. "Please, give me one chance, gue janji, gue bakal ubah semua yang udah hancur."

Entahlah, Risma harus mengekspresikan perasaannya dalam bentuk bagaimana. Senang? Tidak, Risma tak merasakan gembira namun─takut. Iyah, dirinya takut jika semua yang telah terjadi harus kembali ter-ulang. Mengingat Gilang sudah berapa kali menjatuhkan harga dirinya, bahkan di depan banyak orang pria itu tak tanggung-tanggung akan perbuatannya.

Risma juga tak mau mengulang kisah yang Gilang maksudkan, tapi─entah setan dari mana kepala Risma sontak mengangguk patuh. Dalam artian, ia sudah memberi ijin untuk pria itu masuk kembali ke dalam kehidupannya. Entah itu untuk merusak apa yang sudah rusak atau─memperbaiki apa yang sudah terlanjur rusak.
 
 

 
****
 
 

 
Fadhil merebahkan dirinya ke atas kasur, tangan pria itu terulur memijit pelipisnya penat, lelah? Sangat. Apa yang terjadi hari ini begitu membuat kepala pria itu sangat ingin meledak tanpa sisa, baru saja─gadis itu memberikan secuil harapan untuk Fadhil bisa menerobos masuk ke hatinya. Dan secara bersamaan, Risma juga melenyapkan harapannya, menginjak-injak perasaannya bak sampah busuk.

Sekarang─apa yang harus Fadhil lakukan untuk menghadapi Risma ke depannya? Berjuang lagi? Sementara pria itu sadar betul bahwa Risma tak pernah tertarik untuk melirik usahanya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang