17

630 76 19
                                    

TUJUH BELAS :

 
  
  
 


Semburan amarah siap Farah lontarkan, namun─mengingat siapa yang tengah menariknya hingga tersungkur membuat kakak kelas itu lebih memilih untuk membungkam mulut, ia tahu persis dengan siapa dirinya berhadapan sekarang. Jika saja orang itu merupakan siswa lain maka Farah akan mendaratkan tamparan keras karena berani mengacaukan aksinya. Tapi berbeda jika sosok itu adalah Fadhil.

Iyah, yang baru saja menariknya menjauh dari Sila selaku menyebabkan Farah terjatuh hingga bokongnya di landa sakit adalah Fadhil.

"Gue bisa aja telanjangin lo di sini tanpa pikir kalau lo itu cewek." Fadhil menggeram marah, mengepal kuat hingga memperlihatkan buku-buku tangannya yang memutih. Lalu, Fadhil menoleh pada Sila yang tengah berusaha menutupi sebagian badannya yang terlihat, sontak saja pria itu membuka satu persatu kancing bajunya, melepaskan seluruh kemeja seragam putihnya, memperlihatkan tubuhnya yang berotot namun masih di lapisi kaos putih oblong.

Tanpa aba-aba, Fadhil langsung saja membungkus tubuh mungil Sila dengan seragamnya. Mempernontonkan secara gratis aksi romantisnya yang di balas pekikan nyaring oleh siswi-siswi.

Tentu saja banyak yang berharap sekarang untuk berada dalam posisi Sila. Mungkin, mereka akan merubah pikiran masing-masing jika Sila adalah gadis menyedihkan, mereka akan berkata bahwa; Sila merupakan cewek yang sangat beruntung di dunia sebab mendapatkan sikap hangat dari sang pujaan.

Jika itu yang mereka harapkan, maka berbanding terbalik penuh akan keinginan Risma sekarang. Melihat reaksi Fadhil yang rela-relaan membuka baju hanya untuk seorang Sila benar-benar membuat jantungnya terasa meledak seketika. Bersamaan dengan perasaan gadis itu yang seakan mencolos hilang entah ke mana.

Catat, untuk kedua kalinya Risma tahu Fadhil tengah menolong gadis itu. Gadis yang sama, saat Caca menceritakan kejadian di kantin lalu. Dan─untuk kedua kalinya pula, Risma merasa Fadhil benar-benar terlihat khawatir akan keadaan sosok di depannya.

"Ohh..." Risma melirik Caca yang pandangannya masih lurus kedepan. Sahabatnya itu terlihat sedang mengangguk-angguk seakan ia tengah mengeri dengan suatu hal. "Gue udah tau Ris, apa alasan Fadhil menjauh dari lo."

Risma mengernyit, berusaha menunjukkan ekspresi biasa-biasa saja namun tak bisa, dirinya terlampaui rasa kepo akan ucapan Caca barusan.

"Apa?" Baiklah, kali ini Risma mengalah. Ia─hanya ingin tahu apa alasannya. Tak salah, kan?

"Karena─cewek, itu."

"Terus,"

Caca mendesah pelan sambil melirik Risma yang pandangannya masih terkunci pada Fadhil. "Udahlah Ris, gue tau lo sakit hati. Tapi─lo berusaha nutupin rasa sakit itu, lo berusaha nunjukin ke gue, kalau lo gak punya perasaan apapun sama dia."

"Maksud lo apa, Ca?"

"Maksud gue yah itu─lo suka sama Fadhil."

Risma menggeleng pelan. "Enggak." Tandasnya tegas sembari melangkah pergi.

Cukup sudah pertunjukkan romantis yang memuakkan bagi Risma. Cukup sudah ucapan-ucapan Caca yang mengatainya sakit hati atas dasar suka sama Fadhil. Semuanya benar-benar mengesalkan bagi Risma, ia tak tahu betul bentuk perasaan apa sekarang yang harus dirinya jabarkan ketika melihat Fadhil bersama Sila, yang jelas dirinya kecewa dengan Fadhil.

Risma tak tahu betul ia memuji pada Fadhil, atau─perasaannya hanya angin belaka sebab kesehariannya selalu saja di penuhi dengan Fadhil, Fadhil dan Fadhil. Lalu, ketika pria itu menjauh Risma merasakan mulai ada yang kurang dari hidupnya. Bukan karena suka, melainkan kebiasaan, iyah. Hanya sebuah kebiasaan yang menghilang hingga Risma merasakan kehampaan.

Alasan Fadhil menjauh dari lo, Karena─cewek itu.

Kata-kata Caca selalu saja terngiang bak suara nyamuk yang selalu memenuhi kepalanya. Risma benci ini, seharusnya ia tak memikirkan hal itu ketika pada dasarnya Risma sadar bahwa ia tak menyukai Fadhil. Hatinya masih terbawa oleh─Gilang, mungkin?

"Risma,"

Panggilan itu membuat Risma menoleh, mendapatkan sepasang mata keabu-abuan milik Gilang yang beberapa belakangan ini tak pernah Risma tatap.

"Sendirian?"

Risma mengangguk pelan, bingung ingin memberikan reaksi apa pada Gilang, ia takut. Iyah, dirinya takut jika ucapan Gilang akan menyakitinya kali ini lagi. Seperti─kemarin-kemarin ketika dengan semangatnya Risma memberikan ponselnya pada Gilang, namun pria itu menggunakannya untuk menelpon Jihan─mantannya.

"Sorry," Gilang menunduk dalam. "Gue─masih, di hati lo kan, Ris?"
 
  

****
 
  

"Makasih,"

Fadhil hanya melirik Sila yang baru saja keluar dari wc perempuan sambil menunduk, memperhatikan lekukkan badannya yang begitu pas dengan seragam olahraga miliknya.

Satu keuntungan bagi Sila sebab hari ini terdapat jam olahraga. Maka dari itu, Sila memilih mengganti bajunya ketimbang harus berlama-lamaan dengan seragam Fadhil.

"Lo yakin gak mau bawa masalah ini ke ruang BK?" Fadhil bertanya dengan alis kiri yang terangkat. Memperhatikan bola mata Sila yang sedikit terlihat bengkak sehabis menangis di pelukannya─tadi. "Mereka bisa aja di hukum. Dan─mungkin gak akan ngeganggu lo lagi,"

Sila menggeleng cepat. "Gak perlu." Balas gadis itu dengan sedikit senyuman kecil. "Ngelaporin ke BK bakal ngebuktiin ke mereka kalau gue itu─pengecut." Hanya itu yang sementara ini Sila pikirkan, memberitahu semua kejadian hari ini pada guru akan makin membuat masalah menjadi lebih rumit. Toh, hal itu juga tak menutup kemungkinan bahwa para siswa ataupun siswi yang sudah melihat sebagian badannya tadi dapat melupakan tragedi itu.

"Farah punya masalah sama ... Lo?" Fadhil sadar benar ini gila. Jelas-jelas ia mendengar semua yang Sila bahas bersama mamanya kemarin, lantas─untuk apa ia kembali bertanya jika dirinya sendiri tahu persis bahwa Sila akan terluka ketika mau menceritakannya.

"Bukan apa-apa, Fadhil." Sila bergumam kecil lalu melangkah pergi, di susul Fadhil yang mengekori gadis itu dari arah belakang. "Mereka ngeganggu gue, karena─gue lebih baik dari mereka."

"Maksudnya?" Fadhil sadar akan kebohongan gadis itu.

Langkah Sila mendadak terhenti, ia menoleh menatap Fadhil lekat-lekat sembari tersenyum manis. "Gue lebih baik dari mereka. Gue bisa ngelawan keadaan sendirian, gue bisa nantangin Farah sendirian tanpa harus punya temen."

Meskipun, ujung-ujungnya selalu lo yang datang buat akhirin semua masalah.

"Gue ke kelas, Fadhil. Bye." Sila melangkah cepat, seakan dirinya tak ingin membiarkan Fadhil untuk tetap mengikutinya hingga sampai ke kalas. Sila tahu, pada akhirnya ia akan tetap bertemu dengan pria itu di ruang belajar yang sama. Namun, kali ini Sila hanya ingin menghindari tatapan para siswa maupun siswi jikalau mereka kembali melihat dirinya bersama Fadhil.

Gue gak tau sejak kapan gue mulai rasain ini. Yang jelas, sekarang─mungkin gue suka sama lo, Fadhil.










 
  







______________________
 
 
 

Revisi; 17 Juni 2019

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang