012 (Soo pov)

18 2 0
                                    

Suara percikan air masih terdengar dari arah jendela. Rupanya sang surya masih enggan menampakkan wujudnya karena tertutup hujan. Seakan memberikan akses bebas agar hujan bisa memeluk bumi.

Aku membuka mataku dan menguceknya pelan, kemudian tanganku terulur untuk mengambil ponsel ku di atas nakas disebelah tempat tidurku.

Masih jam 12 siang tepat rupanya. Seon masih berada di alam bawah sadarnya sekarang, tak ada tanda tanda akan bangun dalam waktu dekat. Aku berniat tidur lagi di samping Seon, tapi perutku memberontak meminta asupan untuk sebuah energi.

Aku bangun menuju kamar mandi dan melakukan kebiasaanku setelah bangun tidur. Hanya membasuh muka, gosok gigi dan menyisir rambut agar tampak sedikit fresh.

Setelah selesai aku mengambil ponselku dan keluar dari kamar menuju dapur.

Tapi ada sesuatu yang menyeruak masuk ke dalam indra penciumanku, seperti sesuatu yang enak dan harum.

Aku melangkahkan kakiku menuju dapur dan satu hal yang terlihat oleh indra penglihatanku saat ini.

Seorang bidadari yang ada dimimpi tadi malam. Gadis yang berhasil membuat jantungku menari di dalamnya padahal kami baru bertemu selama 3 hari ini. Gadis yang bisa membuatku cemas karena perbuatannya.

Seakan ada efek seperti di drama korea yang kutonton, seakan semua gerakannya di perlambat, dari mengikat rambutnya, membersihkan noda, mencuci piring. Seakan semua gerakan yang ia lakukan seperti menarikku untuk mendekat kearahnya.

Dan disinilah aku, dibelakang gadis yang selalu menjadi pusat perhatianku beberapa hari ini.

Ia sedang sibuk mencuci piring dengan earphone yang masih melekat di lubang telinganya. Mungkin karena itulah ia sama sekali tak menyadari keberadaanku.

Ia bermain air disela sela kegiatannya , memercikan air kesegala arah yang membuat beberapa bagian dari dapur basah. Mungkin ini bentuk pelepasannya atas musibah yang baru saja ia alami pagi tadi.

Jantungku berpacu cepat saat membayangkan kejadian penembakan itu, dan melukai tangan kirinya. Rasanya seperti sesuatu membuatku sakit, saat mengingat ia membahayakan nyawanya.

Tak kusangka ia membalikkan badannya dan saat itulah...

Pandangan kami bertemu, ia menatapku dengan tatapan terkejut, entah karena refleks terkejutnya, ia mundur kebelakang. Tapi karena keadaan dapurnya yang basah akibat ulahnya sendiri, ia terpeleset dan..

Ia menarikku untuk menjadi tumpuannya, aku yang tak siap ikut maju kedepan dan menghimpitnya ke wastafel pencuci piring. Tanganku seakan menguncinya di setiap sisi. Tangannya berada di kaos ku masih memegangnya dan satu lagi berada dipundakku.

Oke sepertinya sekarang aku benar benar ada di dalam sebuah drama, bagaimana aku selalu merasa waktu melambat bahkan berhenti saat aku berada di dekatnya.

Tak ada jarak di wajah kami, hidung kami sudah menempel satu sama lain, mungkin jika orang lain melihat kami dengan posisi seperti ini mereka akan salah paham.

Tapi seakan ada magnet dan tali dari tatapan kami, aku seakan tak bisa lepas dari posisi kami saat ini.

Manik matanya sangat indah, sulit bagiku untuk terlepas dari manik mata yang sangat indah ini. Kami terdiam cukup lama, hanya suara air dari keran wastafel di belakangnya yang terus menyala, karena sang empu lupa mematikannya.

"Soo..."

Ah suaranya yang halus itu membuatku terbuai akan fikiran gilaku saat ini. Tapi disaat itulah aku tersadar bahwa ini salah.

BoundariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang