007

11 1 0
                                    

"Tolong hadap keatas sedikit."

Para kameramen masih sibuk memotret ke empat belas model dihadapannya , sembilan laki laki dan lima gadis. Mereka semua artis papan atas yang saat ini sedang naik daun.

"Baik terimakasih atas kerja kerasnya." Pimpinan pemotretan membungkuk diikuti semua staf dan member.

Para model masuk menuju ruang rias sekaligus tempat tunggu para model. Ruangan mereka menjadi satu,tapi tenang saja ruangan itu luas untuk seluruh model, manager dan staf yang berkepentingan.

Ima memasuki ruangan itu sambil membantu membawa ke enam belas gelas kopi hangat untuk para model, ia , dan salah satu manager model lainnya. Sedangkan manager itu membawa sekotak bento dengan jumlah yang sama.

Ima dan pria yang berstatus sebagai manager itu langsung menaruh barang bawaan mereka di salah satu meja besar yang ada ditengah ruangan. Tentu saja setelah itu mereka langsung menyerbu barang bawaan manager mereka.

Ima hanya tekekeh melihat tingkah member Ache yang makan dengan lahap, rasanya ia sekarang sedang menjadi seorang Ibu yang senang melihat anak anaknya makan dengan lahap. Apakah ini perasaan yang dirasakan ketika ibunya melihat ia dan adiknya makan.

"Permisi nona..?" salah satu model perempuan menepuk Ima.

"Iya.. Ada apa.?" Ima menoleh dan tersenyum menatap perempuan itu.

"Apa anda manager baru Ache?" gadis itu berbalik, ia tersenyum pada Ima.

"Ah..ya.. Perkenalkan namaku Imanopie Riana.." Ima Sedikit membungkuk memperkenalkan dirinya.

"Ah.. Iya namaku Bae hani.. Kau bisa memanggilku Bae.." Bae ikut membungkuk dan tersenyum manis pada Ima.

"Aku harus memanggilmu dengan apa..?" Bae melanjutkan.

"Orang orang biasa memanggilku dengan Ima.. Tidak usah pakai embel embel nona atau kakak.. Panggil saja Ima."

"Ima... Baiklah.. "

'Bae ini terlihat seumuran denganku.. Ia lucu.'

"Mau kopi?" Bae menawarkan 1 gelas pada Ima.

"Tentu.. Terimakasih" Ima mengambil kopi itu dari tangan mungil Bae ..

Kling klung. Kling klung..

"Boleh aku angkat telfonku dulu."

"Tentu.."

Ima menjauh mendekati pintu dan melihat handphonenya.. Dari nomor yang tak dikenal.

Pertama ia ragu. Karena kartu ini adalah kartu untuk pekerjaannya di Asosiasi , akhirnya ia angkat, ia takut ini penting.

"Halo.."

"Ima. Lama aku tidak mendengar suaramu?"

"Siapa ini??" Ima sama sekali tak mengenal suaranya. Ia juga mengunakan bahasa korea.

"Kau lupa denganku..??"

"Aku tak tau kau siapa..? Cepat sebelum ku tutup telfonnya.." Ima sedikit berbisik.

"Wah wah... Kau sangat sama dengan ayah dan ibumu ya.. Sangat tidak sabaran.."

Mendengar ayah ibunya disebut alis Ima bertaut, apa ini kenalan orang tuanya.

"Apa kau teman ayah dan ibuku.."

"Teman.. Haha.. Teman katamu."

'Ini aneh..' Ima mulai curiga.

BoundariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang