SEBUAH EPILOG

18 2 2
                                    

Sebuah Epilog

Seberapa pun hebat seorang penyair menulis sajak
Dia juga pernah melewati masa anak anak
Seberapa pun pandai seorang komposer mengolah nada
Dia jua pernah melewati masa anak muda

Aku bukanlah orang yang percaya
Sehabis turun hujan akan ada pelangi
Hujan bisa saja menghapus jejakmu di bumi, sehingg Aku sulit menandaimu
Juga pelangi tak selamanya bisa berbias di langit biru
Aku takut kehilangan momennya di malam hari

Namun...
Selalu ada tanda tanda kuasa bagi orang yang membaca dan berfikir
Apalagi membaca indahmu, kemudian menerjemahkannya ke dalam fikirku
Membuatku semakin enggan untuk mengenalmu

Mungkin tak menyapamu adalah pilihan, namun mengenalmu adalah takdir
Mungkin menyayangimu adalah sebuah kewarasan fikir, namun mencintaimu adalah kesederhanaan hati

Bila hatimu masih ragu
Segeralah diskusikan dengan sunyi
Barangkali engkau kan temukan jawab
Namun, jika hatimu masih bimbang
Segeralah diam dalam tenang
Barangkali engkau kan temukan isyarat

Biarlah sebuah sapaan akan mengandung ambiguitas
Karena menyapa selamanya hegemonik
Selalu ada yang terkontrol dan tersisihkan
Biarlah sebuah rasa sayang akan mengandung persepsi macam macam
Entah sebagai kakak adik, ibu anak, dan sahabat
Selalu ada yang menuntut lebih.

Jika menyapa dan menyangimu adalah sebuah pilihan ganda
Aku tak akan memilih keduanya
Namun..
Jika mengenal dan mencintaimu adalah sebuah soal essai
Kertas jawabanku tak akan pernah sanggup menerima setiap kata, kalimat bahkan paragraph untuk menjelaskan tentangmu.

Lintasan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang