Chapter 3

38 3 0
                                    



"APA !!!! HU...TAN BAM...BU ?? BAMBU ? TANAMAN MITOS ITU !?." suaraku bergema hingga ke seluruh penjuru.

aku teriak tanpa sadar yang Menghasilkan gerakan refleks dari pemuda di sampingku itu membungkamku, ya membungkamku secara harfiah. Dan memutar kepala ku hingga menghadap dia.

" hoi !! tenang sedikit neng, ga usah teriak- teriak." Kata pemuda itu seraya memantri wajahku untuk tetap menghadap padanya.

Sadar akan tatapan mengerikan yang aku berikan padanya, perlahan dia mengendurkan pengangannya di wajah ku. Aku segera menempis tangan itu dan berbalik ke arah laki- laki bernama saka surendra itu, dan benar saja ekspresi dari laki-laki itu kini berubah menjadi muram, dia menatapku dengan tajam tanpa berbicara.

Keheningan pun menyelimuti kami bertiga. Aku yang sedari tadi berpikir keras kenapa, dan apa yang salah dari perkataanku barusan, akhirnya membuka suara dengan permintaan maaf.

"ma...af sebelumnya... bila tindakan saya tadi kurang sopan – " belum selesai aku bicara terdengar kikik tawa dari pemuda yang berada di sampingku.

" lo emang cocok ngobrol berdua, bahasanya gak nahan njirr...." seketika pandangan kami berdua beralih pada pemuda yang sedari tadi berada di sampingku.

dan desahan nafas dari rendra pun terdengar diikuti dengan mata yang memelototi pemuda itu.

" RADIN....NATHA !! bisakah kamu diam !" ucap rendra yang sedari tadi melotot hingga matanya seperti ingin keluar.

"oke-oke gini aja, bisa ga kalian selesain ini cepetan." Pemuda itu berkata sambil berjalan kearah rendra berdiri.

" Gini rendra, cewek ini emang bodoh udah ngomong sembarangan, tapi itu juga bukan 100% kesalahan dia, dan elo..." pemuda itu menunjuk kearah ku sembari melanjutkan perkataannya.

"Lo ga boleh ngomong bahwa bambu itu Cuma tanaman mitos di depan tumbuhan satu ini !! ."

dengan cepat aku menganggukkan kepala menampakkan kepada rendra bahwa aku benar-benar merasa bersalah, "eh tunggu..." aku berhenti mengangguk,

"tadi kamu bilang apa ? saya bodoh?! Eh itu gak penting, apa tadi kamu ga salah ngomong? Tadi kamu bilang rendra tumbuhan?" Tanya ku bingung sembari menatap pemuda yang melingkarkan tangannya di bahu rendra.

"iya dia ini nyawa bambu" jawabnya enteng sambil menunjuk kearah rendra.

" saya juga ikut minta maaf nona atas ketidaksopanan saya " sahut rendra sambil memalingkan wajahnya dariku.

Lagi-lagi aku dibuat menganga mendengar pernyataan yang keluar dari mereka berdua, ini bukan karena aku stress tidak mendapat teman kelompok bukan? Tanya ku dalam hati.

Hal-hal aneh yang seperti ini yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, dalam sikap yang selalu memegang teguh dunia yang rasionalis yang saat ini berubah menjadi imajinatif seperti sedang berada di dunia fantasi. Membuat tawa kecil lepas dari mulut ku ini. Yang seketika membuat pandangan mata kedua laki-laki itu mengarah kepadaku.

"maaf-maaf..., saya tadi belum memperkenalkan diri, nama saya Indra Satyawati" ucapku sambil sedikit membungkukan badan.

" anda boleh memanggil saya indra, jadi tidak perlu lagi memanggil saya nona, itu sedikit membuat saya geli." Seketika rendra mengangguk diikuti dengan pemuda disampingnya.

"elo juga panggil aja gue natha" ucapnya sambil menepuk dadanya sendiri

"nata de coco, sama rendra? Oke aku sudah mengingatnya." Aku menjawab sembari memberikan senyum meledek pada pemuda yang berada di samping rendra.

" terserah elo ! nata coco kan manis kayak gue, jadi gue gak keberatan" jawabnya sambil menyunggingkan senyum kemenangan.

Malas berurusan dengan pemuda bernama natha itu, aku kembali menatap rendra yang sedari tadi diam, aku mulai menanyakan beberapa hal mengenai kepastian letak lokasi hutan ini, dan bagaimana cara untukku dapat keluar dari tempat ini.

Ya bukan karena aku tidak suka tempat ini, melainkan ada beberapa urusan yang harus aku kerjakan di dunia yang kukenal selama ini.

dengan singkat rendra menjelaskan tempat serta bagaimana cara keluar dari tempat ini yang tak pelak membuatku memicingkan kedua mataku ini, kenapa? Kenapa harus pemuda gila itu?!

*****

Kalo saja bukan karena penjelasan serta wajah seram rendra aku tidak akan mau mengekori pemuda gila ini, dan kenapa pula dia kini tidak banyak bicara seperti sebelumnya, ini semua membuatku merasa bingung terhadap kejadian aneh yang baru saja aku alami beberapa menit ini, yang bahkan rasanya sudah berjam-jam.

Tiba- tiba natha menghentikan langkahnya yang seketika membuatku menubruk punggung pemuda itu karena melamun memikirkan berbagai hal- hal aneh itu.

"HEI !!!" pekik ku sambil mengusap keningku yang bahkan tidak terasa sakit.

Pemuda itu membalikkan tubuhnya seraya memberikan seulas senyum yang membuatku mengerjap beberapa kali untuk memastikan apa yang kulihat barusan adalah kenyataan, aku memandangi tubuh pemuda itu dari ujung kaki hingga ujung kepala, tubuh tinggi tegap yang ideal serta wajah tampan yang membuat membeku dan membuat detak jantungku berdegup tidak karuan.

Namun dua manik berwarna coklat serta rambut kecoklatan bergaya polem ala oppa – oppa yang sering aku tonton membuyarkan lamunanku, pemuda bernama radinatha itu medekatkan wajahnya dan menatapku dengan tatapan penasarannya.

" kenapa? Ada yang salah dari gue?" Tanya natha penuh antusias

" enggak, Cuma kayaknya aku pernah liat kamu aja" jawabku asal untuk menutupi rasa salting ku yang saat ini sudah berada di puncaknya, ya walaupun itu tidak sepenuhnya asal, karena menurutku dia sama seperti sosok oppa – oppa yang sering aku tonton di televisi .

Laki-laki itu terdiam beberapa saat hingga akhirnya dia menjawab pernyataan yang aku berikan barusan.

" oh gitu ? apa lo suka ama gue? Soalnya gue sering denger cewek – cewek yang ngaku penah kenal atau ketemu ama gue, biar bisa ngobrol ama gue" jawab natha dengan tampang sok dan senyum seringai yang terlihat menyebalkan tanpa mengurangi tingkat kemanisan pada senyum itu karena perpaduan susunan kedua gigi taring yang gingsul itu.

Malas memperpanjang perdebatan aku hanya memutar kedua bola mataku memberikan ekspresi malas. Terdengar kekehan tawa keluar dari mulut natha diikuti gerakan tangan yang menunjuk ke belakang tubuh pemuda itu, dia mengatakan bahwa kami sudah keluar dari hutan itu, mendengar perkataan pemuda itu aku dengan reflek melongok kearah samping tubuh pemuda itu, memastikan apakah yang dikatakan oleh pemuda itu benar atau tidak.

Akupun langsung berlari melewati pemuda itu menuju tempat dengan pemandangan yang terakhir aku ingat sebelum berada di hutan bambu. Aku membalikkan tubuh dan melambaikan tangan ku kepada pemuda itu seraya mengucapkan kata terimakasih kepada natha.



Bersambung..............

ReipringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang