Chapter 12

9 1 0
                                    

Suara jangkrik dan beberapa binatang malam, seolah menjadi lantunan musik yang mengisi keheningan malam. Mataku masih terjaga walaupun orang tua disebelahku sudah tertidur dengan anggun.

Otakku masih mencerna beberapa cerita yang baru beberapa saat tadi diungkapkan oleh nek ningsih. Masih terbayang wajah nek ningsih dengan senyum lembutnya saat menceritakan tentang hal yang dia sebut sebagai reipring.

Hanya Sedikit informasi yang dapat aku simpulkan dari cerita nek ningsih. Pertama, Reipring adalah seorang manusia yang telah mengikat suatu perjanjian dengan nyawa bambu dan dapat menggunakan sebagian kekuatan dari nyawa bambu. kedua, hanya keturunan dari seseorang yang telah mengikat janji pada nyawa bambu yang dapat menjadi reipring. Dan yang ketiga, ada sebuah konsekuensi untuk menjadi seorang reipring.

"Perjanjian dan keturunan" ya kalau tidak salah aku sudah pernah mendengarnya dari rendra. Tapi mengenai konsekuensi, arghhhh bagian terakhir itu..... nek ningsih sungguh membuatku penasaran. Dia hanya mengatakan beberapa hal dan tidak menjelaskan detailnnya padaku.

Kupandangi wajah nek ningsih yang sudah terlelap disampingku. Nuansa alam yang sangat nyaman perlahan membuatku melepaskan semua pertanyaan yang ada di benakku. Mataku perlahan mulai tertutup dan diambang kesadaranku samar-samar aku mendengar perkataan nek ningsih, hingga aku benar-benar sudah berada di alam mimpi.

"untuk mengetahui sebuah kebenaran kamu harus mencarinya nak. Ilmu didapat tidak hanya dalam satu buku. Ada hal-hal yang saling terkait diantaranya."

*****
Suara kokok ayam yang saling bersahutan memenuhi seluruh desa. Goncangan kecil dari nek ningsih membuatku terbangun dari tidurku. Dengan lembut dia berkata padaku bahwa hari sudah pagi, meskipun aku belum melihat sedikitpun cahaya dari matahari.

Selesai merapikan tempat tidurku, aku menghampiri nek ningsih yang berada di dapur. Beberapa batang kayu kering yang dibakar dalam sebuah tungku yang terbuat dari tumpukkan bata menyebarkan rasa hangat saat aku mendekatinya.

Seolah dapat membaca ekspresiku, nek ningsih menyuruhku untuk mengambilkan beberapa akar yang diletakkan di ujung ruangan ini. katanya dia ingin menyediakan tamunya sarapan meski hanya singkong bakar.

Merasa terharu akupun bersemangat untuk membantu nek ningsih. Walau hanya membalik - balik singkong itu hingga menyebabkan beberapa kali debu dari abu kayu berterbangan, Nek ningsih tetap tersenyum padaku.

Tanpa aku sadari matahari sudah nampak dan mulai mengeluarkan cahaya terangnya. nek ningsih menyuruhku memanggil natha dan ujang untuk segera sarapan.

Kulihat dua pemuda itu sedang berjalan menuju rumah nek ningsih, dan aku langsung melambaikan tangan sebagai tanda untuk menyuruh mereka segera bergegas.

Saat natha dan ujang sudah mendekat, aku mengerutkan keningku tanda bingung. Kudapati pakaian natha yang berganti dan rambut mereka yang masih meneteskan beberapa air yang menampakkan kesan segar.

"gak usah bingung, akang tadi dipinjami baju oleh ujang" ucap natha sambil mengacak-acak ujung kepala ku.

Aku segera menyingkirkan tangannya dan menunjuk kearah rumah nek ningsih. Saat mereka hendak masuk rumah, aku menepuk pundak natha dan bertelepati dengannya. Namun, hanya senyum mengejek yang kudapat darinya.

*****
Langkah kakiku berhenti di pinggir sungai, tepat dibelakang dua pemuda yang entah sejak kapan terlihat akrab.

Mataku mendelik tajam pada pemuda yang menggunakan baju dengan beberapa jahitan dan celana sepanjang lutut berwarna hitam, yang tak lain adalah natha.

Suara ujang tiba-tiba mengalihkan pandanganku.

"tenang aja disini gak ada buaya, tadi saya sama kang natha juga habis mandi disini" ucap ujang dengan polosnya.

ReipringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang