One

3.2K 110 1
                                    

Pernah merasakan sakitnya patah hati? Seakan segalanya telah hancur? Tidak percaya lagi pada cinta? Itu yang saya rasakan saat itu.

Hancur.

Mungkin hanya kata itu yang bisa menggambarkan suasana hati.

Bertahun-tahun kami merajut kasih. Melewati segalanya bersama-sama. Saya belajar banyak hal disampingnya. Saya bermimpi indah disisinya.

Namun naas. Jalin kasih yang telah terajut selama lima tahun itu kandas begitu saja. Lenyap. Mungkin tak bersisa.

Beberapa orang diluar sana bertanya-tanya, mengapa harus berpisah? Sayang, menjalin kasih selama itu tapi tak berujung di pelaminan.

Awalnya saya pun berfikir demikian. Yahh sungguh disayangkan juga memilukan bagi saya yang menjalaninya. Namun apa daya? Nasi telah menjadi bubur.

Namun, seiring berjalannya waktu, Tuhan menyadarkan saya. Ternyata memang benar sebuah ungkapan "Sekuat apapun kamu menggenggam, yang bukan untuk mu akan lepas dan sekuat apapun kamu menghindar sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk mu akan bersama mu". Mungkin seperti itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kisah ini.

Tuhan memisahkan saya denganya yang tidak ditakdirkan untuk saya dan menyatukan saya dengan Dia yang namanya telah terlukis indah seribu tahun lalu.

Akan saya bagaikan sebuah kisah tentang kebesaran Allah menyatukan dua hamba-Nya. Dan bagaimana indahnya Tuhan telah mengatur skenario hidup ini.

🍂🍂🍂

"Kalian putus beneran?"

"Fa, kamu putus dari kak Alka?"

"Alahhh, paling nanti juga balikan"

"Gimik nih. Setingan pasti"

"Cewek mah emang gitu kalau mulai jenuh, hubungannya mulus-mulus saja eh malah sibuk cari alasan buat berantem. Namanya juga cewek. Labil"

"Yang mutusin siapa?"

"Beneran putus? Ngak sayang apa sama lima tahunnya?"

"Rencana mau balikannya kapan?"

"Orang ketiga tuh, pasti"

"Terlalu diumbar siih. Ujung-ujungnya END"

"Capek-capek pacaran lima tahun, dosa udah segunung eh malah putus. Haha"

"Mintanya ketinggian mungkin. Makanya cowoknya kabur karna ngak sanggup"

Yaahh, Kurang lebih begitu lah kalimat-kalimat yang mampir atau tidak sengaja terdengar oleh telinga ini diawal-awal perjuangan menghadapi kenyataan.

Tidak mudah. Sangat-sangat tidak mudah. Disaat hati tengah berjuang dalam keterpurukan, nada-nada sumbang bertebaran di luar sana. Bahkan, tidak jarang sebuah penghakiman lahir dari argument-argument tak mendasar dari mereka yang terlalu kepo namun tak tau apa-apa.

Tidak sampai disitu saja. Saya baru sadar, melupakan kenangan ternyata lebih sulit dari pada melupakan dengan siapa kita menciptakan kenangan itu.

Satu hal lagi. Ketika teman-teman lama serta keluarga menanyakan sosoknya yang tidak pernah kelihatan lagi. Sungguh itu bukan hal mudah.

Satu bulan. Satu bulan saya belajar menata hati. Mencoba menetralisir rasa sakit. Tapi tentunya tidak untuk membuka hati.

Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari tetap terlewati meski dengan ratapan rajutan asmara yang baru saja kandas.

Banyak hal yang berubah. Tuntutan adapatasi pada realita semakin mendesak. Dulu, segalanya dilakukan bersama. Sekarang, semakin berat dengan hati yang berkata "Padahal dulu kalau lagi begini, ada dia yang menemani"

Musahabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang