Hai👋
Assalamu'alaikum. Ayy kembali setelah sekian lama. Maaf sudah membuat menunggu lama. Terima kasih sudah menunggu kelanjutan cerita Syfa dan Mas Ian 🖤Ini ahad, Syfa siap menemani kamu menghabiskan sisa weekend pertama di 2020. Partnya sengaja dibuat lebih panjang. Semoga rindu mu bisa terbanyar.
Selamat membaca (ʃƪ^3^)
— Kenangan adalah part hidup —
Matahari Raja Ampat tersaji sangat indah. Angin sepoy-sepoy bergelayut manja diwajah. Burung-burung berterbangan bebas, langit biru menenuhkan mata. Siapa sangka saya bisa berada ditempat seindah ini? Bahkan dulu bermimpi saja rasanya saya tak pernah. Tidak berani berangan-angan terlalu tinggi. Tapi hari ini, Tuhan benar-benar menjadikan hal mustahil itu menjadi nyata. Sejak beberapa bulan lalu, hidup saya seperti mimpi. Sungguh, tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Apa yang Dia kehendaki untuk terjadi pasti akan terjadi. Semesta akan merealisasikannya dengan sejuta rencana.
Menikah dengan pengusaha kaya yang terpandang. Punya banyak relasi, banyak wanita-wanita cantik dalam semestanya tapi Mas Ian memilih saya, seorang gadis biasa-biasa saja yang bahkan tidak pernah mengenalnya sebelumnya.
Mas Ian, laki-laki itu sedang bernang dilautan luas sejak dua jam lalu menjelajahi laut biru Raja Ampat. Sebenarnya, berkali-kali Mas Ian mengajak tapi saya terus menolak. Cukup disini saja, diatas gazebo bambu menyaksikan Mas Ian berenang dengan ikan-ikan.
"Permisi Nyonya, ada yang ingin bertemu dengan Nyonya dan Tuan" Seorang wanita berpakain rapi menghampiriku.
"Siapa?" Rasanya kami tidak pernah membuat janji dengan siapapun. Atau mungkin teman Mas Ian?
"Katanya telah membuat janji dua hari yang lalu dengan Tuan dan Nyonya saat dibandara"
"Membuat janji? Laki-laki?"
"Perempuan muda Nyonya. Namanya Adizta, seorang wartawan"
Wartawan?
"Ada apa Syifa?" Kehadiran Mas Ian yang tiba-tiba cukup mengagetkan. Saya sedikit terkejut dibuatnya. Mas Ian mentapku dan pegawai resort bergantian. Mas Ian sudah menggunakan handu jubah putih yang kini terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang mencoklat selepas berenang dua jam lamanya.
"Selamat pagi Tua Rian. Saya datang ingin memberitahukan bahwa diluar seorang wartawan sedang menunggu Tuan. Wartawan tersebut memberitahu kami bahwa dia sudah membuat janji dengan Tuan sebelumnya"
"Wartawan?" Mas Ian mencoba mengingat-ingat, terlihat jelas dari raut wajahnya.
"Katakan kami keluar sebentar lagi Mba, Mas Ian harus ganti baju" kata saya cepat yang dihadiahi pelototan oleh Mas Ian. Biarlah, lagi pula nama Adizta sepertinya tidak asing. Mungkin saya bisa mendapatkan seseorang teman sepulang dari sini.
Selepas pamitnya pelayan resort saya pun segera bangkit, mempercepat langkah meninggalkan Mas Ian. Sepertinya kabur pilihan paling tepat.
"Bisa saya meliput kegiatan Pak Rian dan istri hari ini?" tanyanya penuh antusias setelah berbasa basi dengan perkenalan.
Adizta. Wartawan yang duduk diseat yang sama dengan kami di pesawat. Perempuan muda yang sama yang menjatuhkan minuman dikemeja Mas Ian.
Wajahnya sangat cantik. Saya menaksir usianya baru dua puluhan. Senyumnya merekah indah. Kumit kuning langsatnya cerah. Dengan tas ransel hitam entah berisi apa.
Mas Ian menatap saya seolah meminta pendapat. Meliput kegiatan kami seharian? Sehari penuh maksudnya? Bagaimana bisa saya bersikap didepan kamera sedang tanpa kamera saja rasanya sudah cukup sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Musahabah Cinta
ChickLitPernah merasakan sakitnya patah hati? Seakan segalanya telah hancur? Tidak percaya lagi pada cinta? Itu yang saya rasakan saat itu. Namun, seiring berjalannya waktu, Tuhan menyadarkan saya. Ternyata memang benar sebuah ungkapan "Sekuat apapun kamu m...