Jadi Dia Yang Namanya Dekan!

2.3K 235 26
                                    

Noted : Jadi, Aren itu kalau di rumahnya dipanggil "Inka", ya. Dan kalau di sekolah dipanggil "Aren". Semoga gak bingung ya bedain dialog Aren dengan Abang dan mamanya, sama dialog Aren dengan temen-temennya.

Enjoy reading! :*

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dan di sinilah Aren dan Remiya berada. Menatap sendu bendera Indonesia yang berkibar di atas sana. Upacara? Bukan. Kalau ini adalah upacara rutin tiap Senin, mereka akan berbaris di belakang, seperti Senin-Senin biasanya. Aren merutuki dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa bisa-bisanya ia berteriak di tengah-tengah pelajaran guru killer di sekolahnya. Sekilas Aren menunduk untuk memejamkan mata, lalu kembali menghadang terik matahari yang menusuk tepat di bola mata birunya.

"Lo, sih! Pake acara teriak pas pelajaran Bu Pipih tadi." Remiya menyikut kepala Aren−masih dengan posisi hormat.

"Bukan gara-gara gue. Ini tuh karena si Dekan-Dekan itu, tuh!"

Remiya menautkan alis tipisnya. Oh ya, sekadar informasi, Aren senang sekali menggoda Remiya bahwa temannya itu bisa melihat tuyul karena alisnya yang hampir tidak ada.

"Kok jadi salah Dekan? Dia kenal kita aja eng-gak, Ren!"

"Ya kan, gara-gara kita bahas dia, imbasnya jadi gini, deh."

Remiya mengibaskan tangannya yang bebas. Udahlah, nih anak emang batu.

Aren mendengus kasar dan tidak lagi memosisikan tangannya di atas dahi. Ia menggoyang-goyangkan pundaknya yang terasa mau copot. "Gue udah gak kuat lagi." Cewek itu berjalan ke koridor kelas sepuluh yang letaknya memang berdekatan dengan lapangan upacara. Kemudian, ia mengambil tasnya.

"Eh, lo mau ke mana?" Remiya sedikit berteriak karena Aren sudah berjalan jauh, bahkan hampir mencapai gerbang sekolah.

"Berenang! Ya baliklah, Bego!" balasnya tanpa menatap Remiya yang cemberut.

"Ish, tuh anak! Tega banget tinggalin gue sendirian."

"BURUAN! LO BENERAN MAU GUE TINGGAL DI SEKOLAH?"

Remiya tersenyum semringah mendengar teriakan Aren−karena yang berteriak sudah menghilang di balik pagar gerbang sekolah. Ia buru-buru mengambil tas dan mengejar sahabatnya. Mana mau ia sendirian di sekolah yang sudah sangat sepi karena seluruh penghuninya sudah pulang sejak sejam yang lalu.

"Besok kita dateng pagi, ya! Kita liat si ganteng Dekan!" ujar Remiya bersemangat setelah berhasil menyejajarkan langkah dengan Aren.

"OGAH!"

***

Aren melihat penampilannya dari seragam putih-abu abu sampai sepatu hitam Adidas yang ia kenakan. Gak ada yang aneh.

"Kenapa, sih, Bang? Ada yang aneh sama penampilan gue?" Aren menatap Rezan penuh tanya. Bukan apa-apa, sudah lebih dari enam belas detik, mereka hanya berdiam di halaman rumah dengan Rezan yang terus menatapnya.

"Cantik banget ade gue sekarang." Rezan mengacak-acak rambut panjang Aren.

"Ih, lo gak sister complex kan, Bang?" ledek Aren.

Rezan terkekeh geli. "Kalo boleh, dan gue mau, bisa aja sih."

"IH SEDENG LO YA!"

Is That You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang