Kalimat Yang Terlupa

577 85 3
                                    


Enam bulan gak lanjutin cerita ini karena merasa patah semangat. Tapi, pagi ini, aku menerima notif berisi kerinduan salah satu pembacaku kepada cerita ini. Aku mau bilang, kalau aku melanjutkan cerita ini sekarang, semua itu berkat kamu. Terima kasih💓

Teruntuk pembaca lain yang juga menunggu cerita ini tetap lanjut, aku sangat berterima kasih. Maaf, kalau kalian kecewa aku menghilang cukup lama. Aku berjanji akan lebih konsisten dan menepati janji untuk menyelesaikan cerita ini. Selamat menikmati chapter ini💓

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bapak berkepala plontos itu baru saja menaruh gelas kopinya di kursi kayu ketika Dekan datang menghampiri. Ia langsung bangun, dan melempar senyum semringah pada Dekan. Tangannya bergerak gelisah, sesekali digosokkan ke sisi celananya. Jujur saja, ia merasa gugup berhadapan dengan seorang artis ternama seperti Dekan. Tidak kalah gugup saat tadi pagi cowok itu meminta bantuan untuk meminjamkannya motor dan seperangkat alat ojek online-nya.

Dekan mendekat, tersenyum, dan menyerahkan helm berwarna hijau. "Makasih, Pak. Selamat sampai tujuan."

Sedikit gemetar, bapak botak yang merupakan driver ojek online itu langsung mengambil helm yang diserahkan Dekan. Dengan logat Jawa yang kental, ia berucap, "Aduh, Mas, sama-sama. Saya yang makasih ke Mas. Berkat Mas Dekan, saya jadi bisa langsung pulang sekarang. Target hari ini udah kesampean semua, malah lebih. Mas Dekan ngasih saya banyak banget, lho, Mas."

Sebelum menjawab, Dekan sempat menyerahkan jaket ojek online tersebut kepada sang pemilik. "Si Bapak bisa aja, nih. Sama-sama, Pak."

Kemudian, ia duduk di kursi kayu tersebut. Mereka sedang berada di warung kopi seberang perumahan Aren. Tadi pagi memang Dekan meminjam motor driver tersebut ketika hendak ke rumah Aren. Kebetulan, bapak ini sedang mengobrol santai di warkop ini dengan beberapa ojek online lainnya. Dekan juga tidak menyangka bahwa Aren memang benar-benar sedang memesan ojek online tadi pagi.

Ah, terlalu banyak "kebetulan" yang terjadi.

"Tadi, yang mau dianter, pacar Mas Dekan?"

Dekan menoleh ke driver tadi, yang sekarang tengah menatapnya hati-hati. "Belum pacar, sih, sekarang. Gak tau kalo nanti sore."

Sang driver pun tertawa. "Ah, Mas Dekan! Kayak Dilan aja."

"Lho, Bapak tau-tauan Dilan nih. Gaul nih Bapak!"

"Mbok yo anak saya suka banget ngomongin Dilan."

"Anak Bapak, suka sama Dilan?"

"Iya, ngefans katanya. Klepek-klepek gitu, lho, Mas, dia kalo bahas si Dilan."

Dekan mencondongkan tubuhnya ke dekat si bapak. Ia pun berkata, "Dilan mah masih kalah baik, Pak, sama saya."

Sang bapak mengerutkan keningnya. "Emang iya, Mas?"

"Iya, Pak. Masa dia boncengan sama Milea gak pernah pake helm, Pak. Coba Bapak yang begitu, ditilang kan pasti?"

Bapak itu pun tertawa. "Ah, Mas Dekan ini! Saya kira apa toh."

"Bapak masih kurang percaya saya lebih baik dari Dilan? Ada lagi buktinya, Pak!" Dekan semakin bersemangat melemparkan candaan.

"Apa, Mas?"

"Masa dia bolehin Milea ujan-ujanan, Pak, pas naik motor sama dia. Kalo Mileanya sakit gimana?"

Bapak itu pun kembali tertawa. "Emang kalo Mas Dekan jadi Dilan, Mas Dekan apain Mileanya?"

Is That You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang