Pulang Bareng Dekan? OH NO!

1.5K 137 6
                                    

"Satu porsi, Mas."

Aren sontak menoleh ke arah sumber suara yang ia yakini adalah milik Dekan. Entah bagaimana, suara Dekan seperti sudah terekam dengan jelas dalam ingatannya. Padahal, ia hanya mengobrol singkat dengan cowok itu saat di lapangan tadi. Ah, mungkin itu juga tidak bisa dimasukan kategori mengobrol, sih. Bukankah mereka hanya bertengkar sejak pertemuan mereka di kelas Aren tadi pagi? Mengingat itu, Aren kembali mendengus kesal.

"Kenapa?" tanya Nega di sela-sela makannya ketika melihat cewek di sampingnya itu gelisah.

"Gak." Aren menjawab tanpa mengalihkan matanya dari sosok cowok bermasker yang saat ini sedang memilah makanan yang akan dimasukan ke dalam piring pesanannya.

"Hhm, gak usah banyak-banyak deh siomaynya, Mas. Tiga aja, eh dua deh dua. Terus tahunya tiga, ya. Gue suka tahu soalnya. Tapi Mas, tahu gorengnya aja. Kalo tahu putih, gue kurang suka. Apaan lagi, ya?" Cowok itu menaruh telunjuknya di dagu. "Oh, gue mau kol juga deh, satu aja. Jangan pake pare sama kentang, Mas."

"Udah, Bang? Ada lagi gak?" tanya si tukang siomay. Dekan bahkan hampir tertawa melihat raut bingung di wajah tukang siomay yang sepertinya umurnya masih sangat muda.

"Eh, lo kesel gak sih gue panggil Mas? Abis, logat Jawa lo masih kentel banget sih."

Gak jelas banget nih cowok. Mesen siomay aja ribet banget. Tidak hanya membantin, Aren juga menaruh pandangan menyebalkan untuk cowok bermasker itu.

"Gak kok, Bang. Saya emang baru pindah ke Jakarta. Dari Madiun."

Dekan hanya ber-oh ria menanggapi ucapan tukang siomay itu. Sebelum mengambil tempat duduk di hadapan Nega dan Aren, Dekan sempat menekankan kepada tukang siomay itu untuk tidak menaruh banyak saus ke dalam pesanannya. Kemudian, ia menautkan kedua alisnya saat menyadari bahwa Aren sedang memandangnya tidak suka. Perlahan, ia membuka tas punggung dan masker yang masih ia pakai.

"Gue udah bilang kan kalo gue bakal nyusul?" Dekan tersenyum miring ke arah Aren.

"Jadi lo yang mesen siomay aja ribet banget? Makan aja repot lo!" sembur Aren.

Dekan mengedikkan kedua bahunya. "Itu namanya selera."

Cewek itu tidak menjawab ucapan Dekan dan kembali sibuk memakan siomay yang sudah dipotongnya. Mata Dekan kini justru telah mengurung seorang cowok yang memang sudah menjadi incarannya dari tadi. Sungguh Dewi Fortuna yang baik, dan kebaikan itu sepertinya sedang diberikan kepada Dekan seluruhnya. Dengan jarak sedekat ini, ia bisa memperhatikan Nega sepuasnya. Namun, perjuangannya keluar dari area sekolah tadi sedikit menyita waktunya sehingga Dekan tidak tahu apakah poin inti tujuannya ke sini sudah selesai dibahas atau belum.

Yang diperhatikan justru masih asyik dengan makanannya. Sesekali, Nega melirik ke arah Aren yang sepertinya belum ingin berbicara dengannya. Sesampainya mereka berdua di sini, Nega berusaha membuka percakapan dengan berbasai-basi dengan menanyakan kabar Aren yang sudah dua minggu ini ditinggalnya ke Bali, dan itu pun hanya dijawab oleh gumaman seadanya.

Nega juga sengaja menjelaskan bahwa sebenarnya ia sudah datang dari pagi untuk menemui cewek itu, ia juga sempat melihat kehebohan yang tercipta kala Dekan datang. Namun, ia harus segera menemui wali kelasnya untuk melanjutkan ujian susulan karena waktu yang tersita ketika ia berlibur ke Bali sejak dua minggu yang lalu sehingga melewatkan ujian sekolahnya. Dan lagi-lagi, Aren hanya mengangguk singkat. Kemudian, begitu makanan mereka datang, Aren hanya sibuk menyantap makanannya tanpa melihat Nega sedikit pun.

Nega menoleh ke depan dan sedikit tergagap ketika tahu bahwa Dekan sedang memberikannya tatapan menyelidik. Cowok itu bahkan dengan santainya bersedekap dada.

Is That You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang