Menyamar Demi Makan Siomay

1.4K 142 4
                                    

"HUAAA HUAAAA DEKAAANNNNNN!!!!"

Sudah bisa ditebak 'kan suara gaduh yang lebih terdengar seperti paduan sorak−karena sangat seirama−itu milik siapa? Yap, seluruh penggemar Dekan yang memang sejak tadi masih mencoba masuk kembali ke dalam sekolah, berhasil menyeruak gerbang utama sekolah dan sukses membuat bokong Pak Isan mencium aspal.

Sambil tergopoh-gopoh, Pak Isan bangkit dan mencoba berlari mendahului para cewek yang sedang kalap itu dan berharap bisa menutup gerbang kedua agar mereka tidak berhasil menjangkau Dekan yang berdiri lima puluh meter di belakang gerbang tersebut. Pak Isan memacu kaki mungilnya−yang sudah reyot seiring bertambahnya umur−untuk dua kali lebih cepat berlari.

"DUH DEN DEKAN JANGAN KELUAR DULU! CEPET MASUK LAGI!" teriak Pak Isan yang kini sudah berhasil masuk ke dalam gerbang kedua dan menahan pagar sekuat tenaganya. Dengan napas tersengal, ia terus menyuruh Dekan untuk masuk kembali ke dalam.

"PAK ISAN, KENAPA DISURUH MASUK KE DALEM DEKANNYA!"

"PAK BUKA GAK! ATAU KITA MANJAT AJA SEKALIAN YA?!!"

"PAK ISAN MASIH SAYANG PAGERNYA GAK? KALO IYA, BUKA BURUAN! DARIPADA KITA JEBOL LAGI KAYAK NASIB GERBANG UTAMA TADI!"

Para fans Dekan itu terus berteriak tanpa memedulikan baju seragam satpam Pak Isan yang sudah sangat basah karena keringat dan tangan ringkihnya yang terus berusaha menahan pagar. Ia tidak memberikan sedikit pun celah untuk cewek-cewek itu masuk ke dalam. Tentu saja kekuatan seorang pria lebih kuat daripada cewek SMA, tapi masalahnya, jumlah cewek-cewek itu lebih dari dua puluh orang! Kira-kira pria tua seperti Pak Isan mampu menahan mereka berapa menit? Sepuluh menit saja sudah merupakan pencapaian terbaik bagi satpam itu.

"Pak, tolong tahan sebentar!"

Fandy berteriak ke arah Pak Isan sambil menggiring Dekan masuk ke area sekolah dan sedikit menarik artisnya itu ke dalam kelas Aren yang memang dipakai sebagai ruangan khusus bagi Dekan. Sebelumnya, Fandy juga sempat menyuruh ketiga bodyguard Dekan untuk membantu Pak Isan yang sepertinya tulangnya akan segera patah jika tidak cepat-cepat menerima bantuan.

"Tuh lo batu, sih! Kan udah gue bilang, masker sama topi kayak gini doang gak bakal bisa nyamarin lo!"

Fandy sudah tidak memedulikan lagi jabatannya yang hanya sebagai asisten Dekan. Ia langsung menceramahi Dekan yang memang sejak kejadian di lapangan tadi tetap ngotot untuk makan siomay di depan sekolah. Entah apa yang sudah merasuki cowok itu sehingga bersikeras ingin melakukan hal yang sangat berisiko itu. Oke, Dekan memang bukan universal star yang sangat digilai hampir seluruh orang di dunia dan saat ini pun ia hanya sedang berada di salah satu sekolah di Jakarta. Tapi, bukankah siswi-siswi SMA yang sedang 'gila artis' juga sama bahayanya dengan gorilla ngamuk?

Dekan tidak menggubris ocehan Fandy dan lebih memilih mengambil sebotol aqua yang ada di salah satu meja kelas dan meminumnya sampai habis. Setelah terasa segar kembali, Dekan duduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Lo denger gue gak? Awas aja sampe lo gila lagi kayak tadi!" Wah, rupanya Fandy masih bernafsu memarahi Dekan.

Dekan mendongak untuk melihat Fandy yang masih berdiri di depannya sambil bersedekap tangan. "Iya gue denger, Fan."

"Ya udah kalo lo denger, kenapa lo malah diem aja?"

"Justru karna gue denger, makanya gue diem. Mulut lo kayak cewek, gue males ngeladeninnya."

Setelah itu, Dekan melangkahkan kakinya keluar kelas dan memanggil salah satu pria gondrong yang terlihat masih sibuk membenahi beberapa properti ke dalam kardus. Perintah Dekan untuk tidak melanjutkan syuting hari ini memang berhasil membuat seluruh properti dan kamera yang sudah dipasang sedemikian rupa, kembali dicopot begitu saja. Membuat pekerjaan dua kali lebih merepotkan tentunya. Untung saja hari ini memang hanya scene Dekan seorang, sehingga tidak ada artis lain yang datang.

Is That You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang