I Got Into The Trap!

839 117 1
                                    

"Permisi...."

"Permisi...."

Entah sudah berapa kali orang-orang di luar itu terus mengetuk pagar rumah Aren sembari terus memanggil. Aren juga tidak tahu pasti sejak kapan orang-orang asing itu menunggu di depan rumahnya. Yang jelas, begitu alarm ponsel Aren berdering, berbarengan dengan Mama yang memasuki kamarnya dengan panik, dan menjelaskan bahwa banyak sekali wartawan yang sudah bertengger di depan rumah mereka.

Ya, orang-orang asing itu adalah wartawan yang sudah siap siaga dengan wajah keponya untuk mewawancarai Aren, untuk apalagi selain meminta konfirmasi mengenai hubungannya dengan Dekan.

"Gimana ini, Bang?" Mama bertanya untuk kesekiankalinya.

Rezan kembali mengintip dari celah gorden. Mereka memang sudah berkumpul di ruang tamu, jam juga sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Aren sebenarnya sudah siap dengan seragam sekolahnya sejak setengah tujuh tadi. Namun, mereka bertiga sama-sama tidak tahu bagaimana caranya lolos dari perangkap para wartawan tersebut.

Aren bangkit dari duduknya, ikut mengintip. Orang-orang itu masih di sana, terus mengawasi ke dalam rumah Aren. "Gue gak usah sekolah deh, Bang."

"Yeh!" Rezan menoyor pelan kepala Aren. "Itu mah maunya lo! Gak, gak bisa. Pokoknya, lo harus tetep berangkat."

"Emang kenapa sih gak masuk sekali aja? Bilang aja sakit. Bulan ini gue belom ambil jatah libur nih."

Rezan melotot. "Sejak kapan bocah SMA ada jatah-jatah buat libur? Ngarang sendiri aja lo."

"Eh, eh, kenapa jadi berantem sih? Ini Inka bisa makin siang loh sampe sekolahnya kalo gak berangkat sekarang," tegur Mama dengan wajah cemas.

"Lagian sih pake acara ciuman sama artis segala." Rezan berjalan ke dalam kamar untuk mengambil ponsel, telinganya masih bisa menangkap umpatan Aren dari luar kamar. Begitu kembali, Rezan sudah siap untuk memesan Gojek.

"Gue gak ciuman, Abang!"

Rezan membekap mulut Aren, sembari terus mengetik di layar ponsel. "Kita pesen Gojek aja. Lo siap-siap nanti begitu keluar, tutupin muka lo pake jaket."

Aren menggigit telapak tangan Rezan hingga cowok itu melepas bekapannya. "Lo kira gue bandar narkoba yang ketangkep? Biasa aja kali. Nanti gue bakal stay cool."

TIINNNNN TIINNNN TINNNNN!!!!

Rezan yang hendak membalas ocehan Aren, langsung refleks membuka gorden. Begitu pula dengan Aren dan Mama. Mereka melihat seluruh wartawan yang tadi berkerumun di depan pagar, langsung menyingkir saat seorang pengendara motor datang sembari mengklakson dengan kencang.

"Itu gojeknya, Bang?" tanya Mama.

"Kayaknya iya, Ma. Itu helm sama jaketnya sih gojek."

Rezan segera menggandeng tangan Aren, membuka pintu, dan berjalan menuju pagar. Sebelumnya, ia sempat berbisik, "Stay cool ya, gak usah nengok kalo dipanggil. Kalo udah sampe sekolah, kabarin gue."

Begitu pagar dibuka, para wartawan langsung berlarian mengurung Aren dan Rezan. Mereka berdua pun berusaha untuk menghindar tapi para wartawan itu justru semakin mendesak Aren agar menjawab pertanyaan mereka. Aren menunduk sedalam-dalamnya, berusaha agar wajahnya tidak terlihat. Dasar Aren, padahal tadi ia sendiri yang bilang mau stay cool.

Aren hanya bisa memejamkan mata sampai akhirnya sebuah tangan menarik tangannya yang bebas dari genggaman Rezan. Ia tersentak dan segera mendongak. Rupanya, orang yang menarik tangannya adalah abang gojek tadi yang masih setia mengenakan helmnya dan buff bermotif loreng yang menutupi hingga hidungnya.

Rezan langsung tersadar dan segera berbisik ke Aren. "Sana berangkat, Ka. Hati-hati di jalan ya!"

Abang gojek itu pun langsung berlari sembari menarik Aren hingga akhirnya mereka berhasil pergi dari kerumunan para wartawan itu. Dan segera pergi meninggalkan halaman rumah Aren yang ternyata sudah sangat ramai tidak hanya oleh wartawan, tapi juga oleh warga sekitar.

Begitu Aren pergi, kini Rezan yang menjadi sasaran empuk untuk diinterogasi. Sebelum mulutnya semakin gatal untuk mencak-mencak ke para wartawan, dan mengusir mereka, Rezan bergegas untuk masuk ke rumah. Bukan apa-apa, kalau ia mengamuk, memarahi para wartawan tersebut dan berita itu sampai termuat, yang jelek kan juga nama keluarganya.

Rezan langsung menjatuhkan badannya di sofa begitu sampai di dalam rumah. Baru saja napasnya lega, ponselnya berdering berkali-kali. Ia merogoh sakunya, meraih ponsel, dan melihat notif Gojek yang tertera di sana.

Saya sudah sampai di dekat lokasi, Mas. Tapi, rumahnya rame banget. Saya gak bisa lewat. Bisa Mas aja yang ke sini? Saya di dua rumah sebelumnya.

"LAH?!!" Rezan langsung terduduk dengan wajah tegang. Kalau abang Gojek ini baru sampai, lantas yang tadi membawa Aren itu... siapa?

***

Aku rindu Wattpad! Aku rindu kalian yang masih setia baca, komen, dan vote cerita ini! Semoga kalian masih setia juga nunggu cerita Aren dan Dekan ya! Aku harap, kalian bisa lebih meninggalkan jejak di lamanku ini jika memang menyukainya. Dan kalau kurang suka, aku juga terbuka untuk semua saran dan kritik yang membangun. 

Enjoy these 675 words. Maybe too short, but I hope you like it!

Is That You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang