둘 - Its a destiny to meet with you

233 42 9
                                    

Karena semesta belum mengizinkan aku bersamamu

[ Hazelnut Love - 152 ]

Kim menghela nafas sejenak, menghirup udara segar.

Kali ini ia berniat menyegarkan pikirannya, ia sudah lama tak mengunjungi tempat ini. Bukit belakang stasiun, tempat kesukaanya. Dulu sepulang sekolah Kim sering singgah disini untuk beberapa menit hanya sekedar menghilangkan penatnya. Setidaknya disini ia bisa tenang, terhindar dari bisingnya banyak kendaraan berlalu-lalang, suara mesin bergetar sudah sangat sering mengganggunya, dan disini dia bisa melupakan itu semua.

"Gak korea gak Indonesia sama aja" gerutunya lalu membuka kopi kalengnya dan meminumnya pelan.

Sesaat ia melihat pemandangan yang tak asing dilihatnya. Sepasang anak kecil, 'mungkin mereka bersaudara' batin Kim masih dengan memperhatikan dua anak kecil itu.
Laki-laki dan perempuan saling bercengengkrama dan bertukar cerita. Bayangannya kembali pada ingatan sembilan tahun lalu, ia kembali pada ingatan tentang Rena.

|flashback on|

"Oke, sekarang kita tulis masing-masing ya" Kim memberi pensil merah pada Rena.

"Aku harus nulis apa" Rena masih kebingungan dengan permainan yang dibuat sahabatnya itu, namun ia tetap meraih tangan Kim.

"Apa saja" Kim menatap mata Rena yang masih nampak bingung, mata itu bulat sempurna menjadikan Kim suka memandangnya untuk waktu lama. "Apa saja yang kamu inginkan"

Rena masih berusaha memahami kata-kata sahabatnya itu lalu mulai menoreh di atas kertas.

"Aku sudah!" Rena mengangkat kedua tangannya masih memegangi pensil warna itu dengan bersemangat, Kim bisa lihat senyum cantik Rena merekah di wajahnya.

"Oke, kita masukkan dalam kaleng" Kim mulai menggulung kertasnya. Rena mulai nampak kebingungan untuk kesekian kalinya namun Kim hanya terkikik. Rena menggulung kertasnya persis seperti yang Kim lakukan.

|flashback off|

Kim bodoh~
Setidaknya itulah yang ia gumamkan dalam hati, seharusnya ia tidak melakukan hal bodoh semacam itu sembilan tahun lalu

Karena kini ia tau..

Dirinya dan Rena tak akan pernah bersama untuk waktu yang lama.

Kim meneguk lagi kopinya yang dingin lalu merebahkan tubuhnya diatas rerumputan hijau, memandang langit yang kebiru-biruan nampak indah disertai awan putih berarak.

Sudah tujuh tahun belakangan ini Kim tak tahu dimana Rena, bagaimana keadaan Rena, dimana Rena tinggal, atau bahkan apakah Rena masih hidup. Pertanyaan tersebut tak pernah bisa terjawab olehnya, bukan karena tak bisa tapi memang ia tak mampu.

🎡🎡🎡


School~

Riuh rendah kelas sudah dimulai sejak tadi pagi. Mendadak tingkat riuhnya bertambah, Hanna sudah tak merasa heran lagi, pasti Kim sudah datang ke sekolah - berjalan di koridor dan akan memasuki kelas. Sudah seminggu ini kelasnya begitu berbeda sejak kedatangan anak baru.

Hampir delapan puluh persen keadaan kelasnya berubah, anak itu benar-benar mengubah segalanya,
Ya, segalanya

Hanna selalu acuh dengan anak baru itu, bahkan namanya saja tak ia ingat.

"Pagi" Kim berdiri di samping bangkunya menatap Hanna dari dekat seolah ingin menghipnotisnya.
Alih-alih menjawabnya Hanna masih sibuk dengan ponselnya, entah apa yang ia lakukan.

"Sepenting itu ya hp nya?" Kim mendekat mulai melepas tas dan duduk disamping Hanna. Sudah berkali-kali ia mencoba mendekati Hanna seminggu ini, bukan bermaksud apa-apa Kim hanya ingin berteman dengan semua orang, maksudnya tiada satupun yang membencinya.

Hanna menoleh, matanya tak begitu enak dipandang. Mengedar pada tubuh laki-laki itu dari kepala hingga ujung kakinya dan kembali lagi. Kim dibuatnya bingung, bagaimana bisa ada spesies wanita seperti ini di bumi.

"Bukannya gak sopan mandang orang kaya gitu?" tanya Kim tak tahu-menahu.

"Keberatan?" akhirnya Hanna membuka mulut memeandang Kim remeh.

"Pastinya ak-"

"Good morning class" Bashori berjalan cepat memasuki kelas.
"Maaf agak terlambat ya anak-anak"

Hanna sudah membalikkan badannya ke samping,memutar lalu meraih buku cetak.

Kim mengutuk gadis itu dalam hati , mati-matian mencari cara mendekatinya.

🎡🎡🎡


Tahu-tahu bel pulang berbunyi, Hanna bersiap pulang memasukkan buku dan alat tulisnya, mengeluarkan ponselnya dari saku.

Hanna diam di tempat sejenak mencari aplikasi pemesanan angkutan online. Tapi mendadak hpnya mati, membuat Hanna meruncingkan bibirnya ke depan lalu memukulkan ponselnya di atas tangan, sayang usahanya tak membuahkan hasil.

"Iih kok mati" menyadari usahanya tak menghasilkan apapun.

"Mau pulang bareng ?" Kim menunjuk dirinya sendiri, menatap Hanna sambil menunggu jawabannya.

Namun Hanna hanya melirik Kim sekilas dan berlalu meninggalkan Kim sendirian, Kim tak habis pikir niat baiknya akan ditolak mentah-mentah oleh gadis itu, ia makin penasaran 'Apa yang menyebabkan ia begitu buruk di mata Hanna?' pertanyaan yang belum bisa ia jawab sama sekali.

Hanna menunggu di depan gerbang, cuaca hari ini cukup panas bahkan sangat panas, sampai-sampai ia bisa panasnya membakar kepalanya. Hanna hanya bisa menunggu, berharap ada taksi yang lewat tapi otaknya menyangkal harapan tersebut, jalanan ini terlalu sepi untuk taksi berlalu lalang. Ia malah mendapati audi putih berjalan pelan di jalan yang sepi itu dan akhirnya berhenti di depannya.

Hanna masih dalam diamnya mengamati mobil itu, putih- bersih -mengkilat - dan pastinya MAHAL.

Beberapa detik berselang mobil itu berhenti di depan Hanna, dan ia masih tak berkutik dari tempat itu.
Kaca mobil terbuka perlahan dan menunjukkan wajah seorang laki-laki tampan yang tampak masih mengenakan seragam, tangannya masih mengepal kemudi dengan erat.
Laki-laki itu menoleh ringan ke arah Hanna.

"Masuk, aku anterin pulang" -Kim

_________________________________________
Hanna sangat mengagumi sosok itu, Kim Eun Woo. Tak ada yang bisa ia sangkal dari pernyataan hati kecilnya.

Namun hanya karena suatu hal, suatu hal yang tak pernah ia mengerti

Gravity Of Love [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang